35

504 58 0
                                    

...

Halmeoni datang. Begitupun Yangja.

"Aigo, ada apa ini, eoh?" Halmeoni memasuki ruangan itu sembari membenarkan kaca matanya yang belum terpakai dengan benar.

"Astaga chagi, kau tak apa? Apa ada yang terluka?" Halmeoni meraih tubuh kecil Hongseok. Mendekapnya dalam pelukannya yang hangat.

Hongseok menggelengkan kepalanya pelan. Lalu menenggelamkan wajahnya dalam pelukan hangat halmeoni. Menumpahkan seluruh air matanya disana.

"Apa yang telah kau lakukan, Jung? Kau bahkan lebih mementingkan kertas-kertas itu." Halmeoni membelai lembut surai hitam Hongseok yang isak tangisnya terdengar semakin jelas hingga ke telinga halmeoni.

"Kau tak tau apa yang telah dia lakukan, eomma. Dia telah menghancurkan kertas-kertas pentingku. Aish..! Aku tak tau sebenarnya apa yang ada dalam otak bocah itu." Tn.Jung terus saja mengomel disela kegiatannya menyeka kertas yang terkena kopi.

"Jaga ucapanmu, Jung. Apa kalimat itu pantas diucapkan seorang appa pada anaknya?" Halmeoni masih membelai surai hitam Hongseok. Mencoba menenangkan bocah itu agar berhenti tak menangis lagi.

"Apa? Jadi kau pikir aku akan memaafkannya begitu saja? Dengan apa yang sudah bocah itu lakukan dulu? Dia telah mengambil Siyeon dariku, eomma. Dialah penyebab semua itu." Tn.Jung kini tengah berada di tingkat emosi yang tinggi.

"Hentikan, Jung!" Halmeoni sedikit menaikkan volume suaranya. Lalu memberi isyarat pada Yangja untuk membawa Hongseok dan Wooseok ke kamarnya.

Nampaknya Yangja mengerti dengan maksud Nyonya Besarnya itu. Ia segera meraih tubuh kecil Hongseok dan menggendongnya. Tak lupa digandengnya tangan Wooseok yang tengah mematung di balik pintu.

****

Yangja mendaratkan tubuh kecil Hongseok ke atas ranjang. "Tidurlah tuan, malam sudah larut." ucap Yangja dengan seulas senyum di wajah sendunya. Membenarkan selimut Hongseok dan Wooseok. Lalu meninggalkan mereka dalam kamar dengan cahaya remang.

Hongseok belum memejamkan matanya. Fikirannya masih teringat akan kejadian tadi.
.
.
" ... Dia telah mengambil Siyeon dariku, eomma. Dialah penyebab semua itu ... "
.
.
Kalimat itu masih terngiang di telinga Hongseok. Matanya masih terbuka lebar menatapi langit-langit kamar yang nampak gelap.
.
"Aku mengambil eomma dari appa? Aku adalah penyebab dari semua itu? Apa maksud dari kalimat appa?" Hongseok benar-benar penasaran. Ia beranjak dari ranjangnya.
.
"Hyung, kau mau kemana?" Wooseok masih menatap heran ke arah hyung nya.

Hongseok tak menggubris panggilan dongsaeng nya itu. Ia tetap berjalan keluar kamar.

Hongseok berhenti dibalik pintu. Mencoba menangkap suara appa dan halmeoni nya yang tengah berdebat tentang sesuatu.

Wooseok mengikuti Hongseok. Dan berdiri disamping hyung nya.
.
.
"Tak bisakah kau jaga bicaramu saat dia ada disini? Kau tau, itu akan sangat menyakitkan jika dia mengetahuinya." ucap Halmeoni dengan volume suara yang meninggi.

"Aku tak perduli lagi, eomma. Dia adalah penyebab dari kematian Siyeon. Wanita yang sangat kucintai. Wanita yang memberiku semangat dan kebahagian dalam hidupku. Wanita yang selalu menemaniku. Wanita yang menjadi alasan dari setiap senyum dan tawaku. Eomma...! Aku sangat mencintai Siyeon. Lebih dari apapun! Aku berharap bisa bersamanya hingga tua nanti. Tapi..... Tapi.... Bocah itu telah menghancurkan semuanya. Kau tau, setiap melihat bocah itu, hatiku terasa sakit. Aku membenci bocah itu, eomma! Aku membencinya...!!" air mata Tn.Jung terus mengalir disela kegitannya memukul-mukul tembok. Ia sungguh terlihat sangat frustasi.

| flashback on |

Seorang pria tengah berjalan mondar mandir tepat di depan sebuah ruang persalinan. Ya, dialah Tn.Jung. Ditemani oleh halmeoni dan Harabeoji.

Tn.Jung nampak cemas. Begitupun Halmeoni dan Harabeoji. Bagaimana tidak? Ny.Jung kini tengah dalam proses persalinan. Sudah hampir dua jam Ny.Jung dalam penanganan dokter. Namun hingga sekarang dokter belum juga keluar.

Tn.Jung kini terduduk lesu. Bahunya bergetar. Ia berharap persalinan berjalan dengan lancar.

"Tenanglah, Jung. Siyeon dan bayinya akan baik-baik saja." Halmeoni berusaha menenangkan putra semata wayangnya itu.

Tak lama kemudian dokter pun keluar. Dengan cepat Tn.Jung menghampiri dokter untuk menanyakan keadaan istri dan bayinya.

"Dokter, bagaimana dengan keadaan istri dan anak saya?" tanya Tn.Jung dengan raut wajah yang panik dan penuh rasa khawatir.

Dokter diam sesaat. Ia menunjukkan raut wajah yang mengecewakan. Tn.Jung sangat tahu dengan arti dari expresi wajah dokter.

Tn.Jung menerobos masuk ke ruangan. Disana terlihat tubuh lemas Ny.Jung yang telah berselimut kain putih.

Lututnya melemas, ia tak sanggup menahan berat badannya. Serasa nyawanya lepas saat itu juga. Salah satu suster segera memapah tubuh Tn.Jung saat ia akan tumbang ke lantai marmer rumah sakit itu.

"Maafkan saya, Jungsoo-ssi. Saya benar-benar merasa gagal sebagai dokter." ucap dokter sembari menepuk ringan pundak Tn.Jung yang masih bergetar.

Dengan seluruh tenaga yang tersisa, Tn.Jung menyeret kakinya menuju ke ranjang tempat Siyeon terbujur tak berdaya.

Dibelainya surai hitam istri satu-satunya itu. "Siyeon-ah, kenapa harus seperti ini? Kenapa kau tega meninggalkanku? Bangun Siyeon...bangun... Kumohon bukalah matamu... " air matanya berjatuhan. Membasahi wajah Siyeon yang tengah dipeluknya itu.

"Sudahlah, Jung. Kau harus merelakan kepergian istrimu. Mungkin Tuhan memiliki rencana lain dibalik semua ini." ujar Halmeoni menenangkan putra tunggalnya.

"Tuan, selamat. Anak anda kembar. Mereka sangat lucu dan tampan sekali. Mereka sangat mirip dengan anda." ucap salah satu suster sembari memperlihatkan bayi imut Hongseok dan Wooseok.

Tangis Tn.Jung seketika terhenti. Dilihatnya dua bayi mungil yang masih terbungkus kain itu.

Dua menit
.
.
Lima menit
.
.
Tujuh menit
.
.
Tn.Jung masih mematung menatapi kedua bayi kembarnya. "Dokter, katakan padaku apa penyebab kematian istriku." Tn.Jung terlihat aneh. Seakan ada sesuatu yang terselip di dalam otaknya.
.
"Jungsoo-ssi. Sebelumnya saya minta maaf. Karena saya tidak bisa menyelamatkan istri anda. Saya telah mengecewakan anda. Sungguh, saya merasa gagal menjadi dokter. Awalnya, bayi pertama keluar dengan lancar. Tapi entah kenapa, bayi kedua mengalami kesulitan saat keluar. Kami sudah melakukan berbagai cara, tapi bayi itu tetap tak mau keluar melalui rahim Ny.Jung.
Hingga akhirnya kami berniat untuk mengoperasi Ny.Jung, mengambil bayi itu dengan membedah perutnya. Tapi, saat bayi itu telah berhasil kami selamatkan, kondisi istri anda sangat kritis. Dan kami gagal menyelamatkannya." jelas dokter itu panjang lebar.

"Dokter, tunjukkan padaku mana bayi yang menjadi penyebab istriku meninggal. Tunjukkan padaku! Cepat!!!" hadang Tn.Jung sembari menggoyang-goyangkan pundak dokter itu dengan kasar.

"Tenanglah Jung, tenangkan dirimu." ucap Halmeoni.

"Ini adalah bayi yang pertama lahir. Dia adalah bayi yang lebih muda. Sedangkan bayi ini adalah bayi yang terakhir lahir. Dan dia adalah bayi yang lebih tua." jelas dokter sembari menunjukkan kedua bayi kembar itu pada Tn.Jung

Seketika Tn.Jung meraih bayi yang lebih muda. Lalu memeluknya di sela kegiatannya menangis di samping Ny.Jung

"Aku tak menginginkan bayi itu. Aku membencinya.!!" umpat Tn.Jung

"Tapi bagaimanapun juga dia adalah anakmu, Jung. Darah dagingmu." tutur Halmeoni sembari menatap ke arah bayi itu dengan tatapan iba.

| flashback end |

.
.
Deg
.
.
Seketika jantung Hongseok berdetak kencang. Lututnya melemas, ia tak sanggup berdiri lagi. Serasa nyawanya lepas saat itu juga. Adiknya, Wooseok segera memapah Hongseok saat ia akan tumbang ke atas lantai marmer itu. Wooseok tahu kesedihan apa yang sekarang menimpa hyung nya itu.
...


Hongseok & Wooseok || PentagonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang