...
Suatu malam, Hongseok tengah menatapi Yangja berkutat dengan kegiatannya di dapur. Bola matanya terus mengikuti gerak wanita yang seumuran dengan almarhum ibunya itu.
"Ahjumma." panggil Hongseok.
"Emmm..." jawab Yangja datar.
"Apa kau sedang membuat kopi?" Hongseok bertanya disela kegiatannya menguap lebar. Hari memang sudah larut, tapi Hongseok tetap tak mau ke kamarnya untuk tidur.
"Nde." jawab Yangja singkat. Wanita itu masih menyibukkan dirinya dengan secangkir kopi yang tengah diaduknya dengan sebuah sendok.
"Untuk halmeoni?" tanya Hongseok lagi.
Yangja menatap Hongseok yang tengah menguap beberapa kali. Seulas senyum terlukis di wajah sendunya.
"Untuk appa mu, chagi." Yangja mengacak ringan surai hitam Hongseok, lalu meninggalkannya menuju ruangan yang biasa digunakan Tn.Jung bergelut dengan bertumpuk kertas penting.
"Untuk appa?" Hongseok mengerutkan keningnya. "Bukankah ini kesempatanku untuk meminta maaf pada appa?" Hongseok menyunggingkan kedua sudut bibirnya, tersenyum.
"Ahjumma, changkkaman.!" Hongseok mencoba menghentikan langkah Yangja.
Yap, berhasil...
Yangja menghentikan langkahnya yang tinggal beberapa langkah lagi sampai ke ruangan Tn.Jung.Yangja menoleh. Keningnya nampak mengkerut. "Nde, ada apa Tuan?" ia tengah menatapi Hongseok yang berlari ke arahnya.
"Ahjumma, bolehkah aku saja yang memberikan kopi itu pada appa?" ucap Hongseok penuh harap.
"Tapi... " Yangja menatap heran pada Hongseok.
"Jeballo....kumohon, ahjumma." Pinta Hongseok dengan sedikit memancarkan puppy eyesnya.
Hanya dengan memandang raut wajah Hongseok saja, Yangja tak pernah bisa menolak kemauan bocah itu.
"Huft... " Yangja menghembuskan nafas kerasnya. "Baiklah tuan. Ini masih panas. Kau harus berhati-hati. Tanganmu bisa melepuh jika kopi dalam cangkir ini tumpah ke tanganmu." Yangja memberikan secangkir kopi itu pada Hongseok dengan hati-hati.
"Nde. Arra... " senyum Hongseok mengembang. Ia nampak sangat bersemangat rupanya.
Yangja hanya bisa tersenyum menatapi punggung kecil Hongseok yang kini tengah menuju ruangan Tn.Jung
Hongseok berhenti di ujunng pintu. Mematung disana menatapi ayahnya yang tengah sibuk dengan sebuah Laptop. Jari tangannya tengah menari sembarang di atas keyboard.
Sementara matanya tengah serius menatap ke arah layar, dengan sesekali menatap buku bercover merah yang sedari tadi dibolak baliknya.
Sebuah kaca mata terpasang di kedua mata tuanya. Dahinya sesekali mengkerut, lalu kembali ke keadaan semula.Sepertinya ia sangat sibuk, hingga tak menyadari kedatangan anak nya yang haus akan kasih sayang itu.
.
.
Tap
.
.
Baru satu langkah Hongseok melangkahkan kakinya. Namun ia kembali berhenti bersama rasa groginya.
Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Mata sipitnya kembali menatap ayahnya yang masih sibuk dengan bertumpuk kertas dan laptopnya.Hongseok membalikkan arah tubuhnya 360°. Dan kini ia membelakangi ayahnya. Berniat menggagalkan niatnya dan memendam dalam harapannya untuk mendapatkan perhatian dari ayahnya.
"Ah, kurasa aku tak perlu melakukannya."
.
.
Tap
.
.
Hongseok baru melangkahkan kakinya satu langkah saja. Dan kini ia menghentikan langkahnya. Kembali memutar otaknya. Antara maju... dan....
.
.
Mundur
.
.
"Kau pasti bisa, Jung Hongseok." ucap Hongseok menyemangati dirinya sendiri.Ia memutar kembali arah tubuhnya 360°. Dan kini indra penglihatnya tengah menatap pria yang di panggilnya appa itu.
.
.
Tap...tap...tap...
.
.
Hongseok berjalan pelan penuh antusias. Tetap berusaha tenang meski kedua kakinya sedikit bergetar.
Senyumnya mengembang saat ia berhasil sampai di area meja tempat ayahnya menaruh beberapa map merah yang isinya merupakan surat-surat penting.Hongseok menatap wajah ayahnya yang sedikit silau karena sinar dari layar laptop.
Ia menghirup nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya kembali bersama rasa grogi yang hampir menguasai tubuhnya.Dengan gerak lidah yang sedikit terasa kaku, Hongseok tetap berusaha mengucapkan kalimat yang tertahan di pangkal tenggorokannya dengan benar.
"Appa, aku membawakan kopp...... "
.
.
Brukkk
.
.
Sesuatu menghalangi langkah kakinya. Hingga tubuhnya ambruk dan secangkir kopi ditangannya jatuh tepat di meja tempat Tn.Jung meletakkan map-map pentingnya.
Alhasil, semua map penting itu basah oleh kopi dan berakhir dengan amarah Tn.Jung yang menggunung."Appa, mianhae. Aku hanya ingin memberikan kopi ini untukmu. Aku sungguh tak bermaksud untuk ..... "
"Diam kau...! Lihatlah...! Kertas ini telah basah..! Kau sudah merusaknya. Kau tau, aku sudah susah payah mengerjakannya. Dan....dan....kau merusaknya begitu saja. Aish... !!!" Tn.Jung mengamuk seperti singa yang hasil buruannya dicuri oleh singa yang lain.
"Appa, aku akan membantumu." Hongseok mencoba membersihkan kopi yang telah membasahi kertas itu. Berusaha membantu sebisanya.
"Pergi kau..! Dasar bocah sialan..! Melihatmu hanya akan membuat emosiku memuncak. Pergi kau...!" Tn.Jung mendorong paksa tubuh Hongseok dengan kasar.
Seketika tubuh kurusnya terhampar ke lantai. Jiwa, rasa, hati dan otaknya goyah. Hongseok benar-benar tak menyangka ayahnya akan tega melakukan hal menyakitkan ini.
Ditatapnya gerak ayahnya yang terus berusaha menyelamatkan kertas-kertas itu. Seakan tak menyadari bahwa dia baru saja menggoreskan luka di hati Hongseok Si bocah malang yang terus menatapi geraknya dengan wajah polos tak berdosa.
Bola mata Hongseok beralih pada sosok yang tengah berdiri mematung dibalik pintu. Sosok yang mirip dengannya. Sosok yang merupakan adik sekaligus saudara kembarannya. Ya, dialah Wooseok.
Hongseok masih menatapi sosok Wooseok yang tengah menatapnya diam. Hingga pandangannya memburam karena air mata yang terus merembes memenuhi kelopak matanya.
Namun Hongseok berusaha menahannya sebisa mungkin agar air mata itu tak jatuh melewati kantung matanya yang kini hampir tak sanggup menampungnya.
Rasa bencinya pada Wooseok mulai muncul saat ia menyadari dengan ketidak adilan ini. bahwa dirinya tak akan pernah mendapatkan kasih sayang seperti yang Wooseok dapatkan dari ayahnya.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hongseok & Wooseok || Pentagon
Fanfiction'Hongseok & Wooseok' Mereka adalah saudara kembar. Mereka mirip, bahkan sama. Ya, karena mereka memang kembar. Hongseok adalah yang tertua, dan Wooseok adalah yang termuda. Namun ketidak adilan dari ayahnya harus Hongseok terima karena sebuah alasan...