***Tetapi kenyataannya mata itu tak terbuka seinchi pun. Prilly mendesah kecewa.
"Itu salah satu respon seseorang yang mengalami koma. Dia bisa saja bergerak, tapi gerakannya terbatas. Ia hanya bisa menggerakan anggota tubuh seperti gerakan jari tangan."
Prilly mengangguk mengerti.
"Permisi," Dokter itu telah melenggang dari ruangan bertuliskan ICU itu.
Prilly menatap Ali yang masih terbaring kaku. Air matanya reflek menetes dan sedetik setelah itu, Prilly segera menyusutnya. Ini bukan kekecewaan karena Ali tak siuman, ini kekecewaan pada dirinya sendiri saat waktu dipukul satu bulan yang lalu. Menurutnya, itu adalah kesalahan yang paling besar, dan kekecewaan yang paling besar di sepanjang hidupnya. Ia sangat kecewa, pada dirinya sendiri.
"Ali kamu kapan bangun? Satu bulan lagi kita UN, kamu harus bangun sayang." Prilly melemas di kursi samping brankar itu.
"Hey Kapten, yang jabatannya bukan Kapten lagi. Ayo bangun," kekeh Prilly.
"Bangun My King. Aku kangen sama kamu, ayo bangun sayang." Dan pertahanannya runtuh, bahunya bergetar hebat. Ia tak tahu kekecewaan dan kesedihan ini akan berakhir kapan.
"Kalau kamu bangun, aku mau pindah ke Belanda. Makanya itu, tahan aku buat pergi Li,"
Sadar ataupun tidak, samar, Ali mendengar kalimat itu. Ia tak mau Prilly pergi. Sebab itu, dirinya juga enggan untuk bangun.
***
"Nilai tertinggi? ASTAGAAAA," Pekik Prilly tak tertahankan. Ia senang luar biasa. Sepulang setelah ini ia ingin segera mengunjungi Ali dan memberitahunya soal nilainya. Prilly mundur dari kerumunan siswa di mading itu.
Langkah Prilly menggema di koridor yang menghubungkannya ke arah parkiran, dirinya ingin segera sampai pada tempat Ali berada. Seminggu tak melihatnya secara langsung cukup membuat Prilly tersiksa. Ia ingin segera menumpahkan kerinduannya dan bercerita pada manusia yang sedang masih nyenyak terlelap pada tidurnya itu.
Senyumnya mengembang dan ia segera membuka pintu kemudi jazz miliknya itu. Tapi, seseorang menahan gerakan tengannya, membuat Prilly menoleh ke sang pemilik tangan yang telah membuat kegiatannya terhenti.
"Tia—ra?" eja nya gugup.
Prilly menelan ludahnya panik. Tapi ia menggeleng setelahnya, ia tak boleh takut pada gadis berbahaya yang satu ini.
"Lo nyari Ali? Ali koma, udah dua bulan. Gue duluan ya?" Prilly hati-hati menurunkan lengan Tiara dari pergelangan tangannya.
"Gue cuma mau minta maaf." Tatapannya reflek melembut.
"Hah?"
"Maafin gue udah gangguin hubungan kalian. Maafin sodara kembar gue juga,"
Prilly mengerjap, saudara kembar?
"Oh ya, maksudnya Lamira! Anak SMU Merah Putih, kembar non-identik sih. Cuma gue mau minta maaf, gue yang nyuruh dia buat ganggu kalian. Tapi, dasar aja dia nya yang bego, di suruh gak becus, jadi gue sendiri yang langsung—eh maaf bukan maksud kok," Tersadar akan kalimatnya, Tiara jadi kikuk juga.
"Maaf ya?"
Prilly mengangguk dan tersenyum.
"Gue udah bilang sebelumnya ke Ali, tapi waktu mau bilang sama lo,gue gak punya nyali,"
Prilly menggidikkan bahunya acuh. Ia tak peduli, yang terpenting, Ali dan dirinya terus bersama, sesederhana itu.
"Fyi, gue mau mi—"
KAMU SEDANG MEMBACA
[My] Perfect King (COMPLETED)
FanficCERITA DI PRIVATE. Pesan singkat itu. Pesan yang membuat dadanya remuk. Pesan yang membuat kupu-kupu terbang dari dasar perutnya. "Aku suka suara kamu," [+] Highest Rank #43 in Fanfiction. (28-01-17)