24 - Queen.

9.7K 1.1K 93
                                    

***

5 years latter...

Seseorang bertubuh tegap dengan balutan jas di tubuhnya terlihat tampan berwibawa berjalan di hangar pesawat. Pagi ini ia akan terbang bersama jet pribadi miliknya menuju Paris, Prancis. Ia akan segera bertatap muka bersama klien nya yang akan bekerja sama dengan perusahaan miliknya. Perusahaan itu sangat maju, jadi seseorang yang tak lain adalah King Ali Moza itu, tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas yang satu ini.

Saat tubuhnya telah terhempas pada salah satu kursi di pesawat itu, Ali menghela nafas perlahan. Memori nya memutar pada kejadian lima tahun yang lalu. Kejadian yang belum pernah ia prediksi sebelumnya.

Mata tajam itu mengerjap. Matanya tampak silau saat terbuka, meski hanya sedikit. Dirinya terus mengerjapkan mata, berusaha beradaptasi dengan lingkungan luar yang membuatnya amat sangat silau itu.

Ali terperangah, ini, rumah sakit? Bagaimana mungkin ia ada di ruangan yang sangat tidak membuatnya nyaman ini. Ah, persendiannya juga sangat amat pegal.

Ali tampak memandang seseorang yang ada di samping brankar nya itu. Mamanya, papanya, sepupunya Sisi, dan Ali tak mendapati seseorang dengan tubuh mungil diantara mereka.

"Ma, Prilly mana ya?" menurut Tamara itu adalah kalimat yang sangat perih untuknya.

"Prilly-" Tamara menggantungkan ucapannya dan menatap Ali yang masih mengerutkan dahinya dan matanya yang tak henti-hentinya menyapu ruangan itu.

"Prilly masih marah ya sama Ali, sampe Ali sakit gini gak ditengokin?" Ucapnya parau.

Tamara menggeleng. Memorinya memutar pada kejadian sebulan yang lalu, ketika matanya melihat tubuh mungil Prilly memberontak saat ia hendak memeluknya. Ia tetap saja menangis, dan setelahnya tertawa. Kalimat "Ali enggak jadi pergi Prilly," yang Tamara lontarkan padanya saat itu tak berguna apa-apa. Telinga gadis mungil ini seakan tuli.

Derap langkah kaki itu mendekat dan setelah sampai, ia segera mengambil alih Prilly ke pelukannya. Dan setelah melihatnya langsung, Daddynya mengerti, gadisnya mengalami gangguan kejiwaan. Daddy Prilly yang tak lain bernama Farel itu mengangguk ke arah Tamara, ia akan segera membawa Prilly pergi.

"Sebelumnya saya ingin bilang terimakasih, dan semoga Ali, lekas sembuh," Tamara mengangguk dan menghapus air matanya.

"Prilly akan saya bawa ke psikiater. Saya akan mencari yang terhebat dari yang terhebat untuk menyembukan gadis saya. Sekali lagi terimakasih." Lanjutnya membawa tubuh mungil itu meninggalkan tempat Tamara tadi.

Gadis periangnya,untuk sementara ini, pergi.

"Ma?" ucapan itu membuyarkan lamunan Tamara yang sedang berkelana ke masa lalu.

"Tadi, Ali ngejar Prilly. Dia belum jelasin apa-apa sama Ali. Jadi, Prilly belum tau ya Ali masuk rumah sakit?"

"Ali, yu udah tiga bulan koma,"

Deg.

"Setiap hari Prilly kesini. Dan satu bulan yang lalu Prilly pergi."

Ali mengerutkan alisnya bingung. "Pergi?"

"Jiwanya Li, jiwanya pergi."

Ali menggeleng, ia tidak mengerti. Dan sedetik setelahnya, Tamara menceritakan semuanya. Sedetail-detailnya. Dan Ali sangat menyesal, ia sangat menyesal tak terbangun sedetik sebelum alat itu berhenti bekerja untuk sementara.

Ali menggeleng, tak baik terus mengingat masa lalu.

"Tuan, Anda hendak makan apa pagi ini?" Seseorang pramugari menghampiri dirinya. Tetapi Ali menggeleng. Ia tidak lapar.

[My] Perfect King (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang