Babak Kedua : Harta III

43 3 0
                                    

Tulang belulang putih bersih tanpa noda. Tak ada sedikitpun otot yang menempel pada tengkorak-tengkorak itu. Hanya rambut putih yang membelit tulang belulang mereka, menjuntai dan berkibar walaupun tak ada angin bertiup di sana. Lubang tempat mata mereka tampak kosong, gelap tanpa ada cahaya.

Setiap pengunjung yang disentuh jemari kurus mereka perlahan kehilangan tenaga dan jatuh terduduk di atas lantai koridor, lemas tak berdaya.

"Itu Jerangkong kan?!"

"Kamu tau?"

"Dulu pernah denger ceritanya dari Mbak Ayu..."

Sudah setahun lebih Sena dan Druka bersama. Sejak pemuda itu menginjak umur 20 tahun dan diresmikan menjadi salah satu agen Dunyapala. Dan selama itu pula Sena masih saja buta mengenai pengetahuan yang menyangkut Diyu. Rani yang selalu bertugas mengidentifikasi dan mencari kelemahan lawan mereka. Maka dari itu Druka merasa heran mendengar Sena kali ini bisa mengenali wujud lawan yang mereka hadapi.

Sena mengangkat tongkat hitam sepanjang tiga puluh senti itu ke depan.

"...Bangkitlah Astra-ku, Wesi Aji Macan Angin..."

Sinar berwarna putih terang menyelimuti tongkat hitam di tangan Sena. Memanjang hingga lima kali lipat ukuran semula. Perlahan cahaya itu memudar dan tongkat hitam di tangannya kini berganti menjadi sebuah pedang keris dengan bilah segelap arang yang dihiasi pamor (motif) loreng macan perak. Di ujung gagang pedangnya yang berukir, terdapat kepala harimau dengan mata biru safir.

"Mereka ada sepuluh. Jangan ada satupun yang lolos."

"Sepuluh ya..." Dengan sedikit ragu, Sena mengangukkan kepala.

Cahaya yang muncul ketika Sena memanggil Astranya menarik perhatian para Jerangkong. Mereka berhenti menghisap energi para pengunjung dan mengalihkan pandangan kepada pemuda bertopeng harimau putih yang berdiri di ujung koridor. Jemari kurus mereka berubah menjadi cakar besar yang siap untuk mencabik tubuh lawan mereka

Bunyi tulang yang saling beradu terdengar hingga ke telinga Sena ketika Jerangkong-Jerangkong itu datang menghampirinya.

Ketika Diyu-Diyu itu makin mendekat, justru pemuda bertopeng harimau putih itu yang perlahan mengambil langkah mundur. Lawannya terus maju, Sena malah berbalik dan berlari menjauhi mereka. Tak mau membiarkan pemuda itu lolos, para Jerangkong segera bergerak mengejar. Walaupun hanya tulang belulang, ternyata Diyu Jerangkong itu cukup gesit. Setiap gerakan Sena berhasil mereka ikuti. Tak sekalipun mereka pernah kehilangan jejak incarannya.

Beberapa kali Sena yang berada di depan menoleh ke belakang. Jumlah Diyu yang mengejarnya tak juga berkurang. Dia terus melangkahkan kaki menuju tempat parkir. Mobil yang terparkir di sana bisa dihitung dengan jari. Keadaan juga sangat sepi.

Mendadak Sena memutar tubuhnya. Diikuti ayunan pedang keris di tangannya yang dengan cepat menyambar Diyu yang mengikutinya. Jerangkong terdepan tak sempat mengelak. Bilah meliuk pedang keris itu membelah tempurung kepalanya. Gerakan Diyu lainnya terhenti ketika kawan mereka yang terkena sambaran pedang Sena jatuh ke tanah. Tulang belulangnya rontok menjadi abu.

"Nah, kalau tempatnya sepi gini kan enak geraknya..." Sena mainkan pedang hitam di tangannya, memutar-mutarkannya di udara.

Sena berlari keluar Mall bukan ingin menyelamatkan diri, tapi melihat banyaknya orang di dalam, Sena takut akan melukai orang yang tak berdosa. Baik disengaja, maupun tak disengaja. Karena itu dia mencari tempat yang tak ada orang. Sehingga dia bisa dengan bebas menebaskan pedangnya kepada lawan.

Jerangkong-Jerangkong itu kini menjadi lebih berhati-hati. Mereka berpencar, mengepung Sena dari semua sisi. Sena tampak tenang, namun tetap waspada.

"Sena! Awas dari belakang!"

Empat Jerangkong yang berada di balik punggung Sena merangsek maju. Tak mungkin tepat waktu untuk berbalik dan menangkis serangan yang datang dari sudut matinya itu, Sena memilih untuk menghindar dengan melompat ke depan. Dua lawan di hadapannya ternyata telah siap menyambut kedatangan Sena dengan keempat cakar mereka yang kurus. Sena memutar pedangnya, menangkis cakar-cakar yang mengarah ke tubuhnya. Pedang di tangan Sena kembali berputar. Kali ini bilahnya terarah ke leher sepasang Jerangkong yang menyerangnya.

Dua kepala putih terpisah dari tubuhnya, jatuh menggelinding di atas lantai.

Sena memutar tubuhnya. Tujuh Diyu yang tersisa masih melaju ke arahnya, berusaha menerkam dengan cakar-cakar mereka yang tajam. Semua serangan datang bersamaan, tak mungkin Sena bisa menangkisnya. Sena menekuk punggung ke belakang. Kedua tangannya menapak ke bawah. Kakinya terangkat dan menendang lawan yang berada paling depan. Jerangkong itu langsung terpelanting, menabrak Jerangkong lain di belakang.

Kedua kaki Sena baru saja menyentuh lantai ketika salah satu Jerangkong tiba-tiba saja sudah melompat ke arahnya. Kali ini dua cakar tajam langsung menghantam tubuhnya, mendorong pemuda bertopeng harimau putih itu jatuh jauh ke belakang. Terbaring telentang di atas lantai semen yang dingin.

Melihat lawannya tergeletak tak bergerak, mulut para Jerangkong membuka dan mengatup berkali-kali dengan cepat. Suara keras yang keluar dari rahang mereka yang beradu terdengar menggema di tempat parkir yang sepi itu.

***

DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGAWhere stories live. Discover now