Sena mengenakan topeng harimau putihnya dan menghilang dari pandangan Sarah. Meninggalkan perempuan itu dalam kebingungan dan kekalutan sendirian.
"Kamu ngapain ngelakuin hal nggak penting gitu? Pakai buka topeng segala..." tanya Rani yang telah mengenakan topeng burung hitamnya dan berjaga dengan Gagak Besinya.
Pemuda itu tak menjawab.
Di samping mereka berdua berdiri sosok pemuda bertopeng ular naga bersisik hijau mengilap. Taring-taring putih gading berderet di moncongnya. Sisik keemasan membentuk mahkota yang menghiasi sisi-sisi topengnya. Dan dari tubuhnya yang kurus dan kecil, bisa dikenali kalau pemuda itu adalah Angkasa.
Fokus mereka bertiga kini tertuju ke belakang Sarah yang menangis tersedu-sedu sambil menggendong tubuh anaknya.
Di dalam ruangan berdiri sosok makhluk berkulit pucat. Bulu panjang hitam kasar tumbuh di kepala dan punggungnya, menutupi sebagian dari wajahnya. Meskipun dibilang wajah, hampir tak ada apa-apa di kepalanya selain sepasang mata bulat kuning menyala. Seluruh tubuhnya gundul tanpa bulu. Lipatan kulit memanjang dari pangkal leher hingga ke perutnya. Kedua tangannya yang kurus memanjang hingga lantai, Pada ujungnya terdapat sepasang kuku hitam besar yang sangat tajam. Kulit membran tipis menyambungkan lengan dan kaki makhluk itu, membungkus tubuhnya seperti jubah putih.
"Itu Qunti kan?" tanya pemuda pendiam di sebelah Rani.
"Sepertinya iya. Kamu juga baca Babad Purwaloka?" Rani balik bertanya.
Angkasa mengangukkan kepala. "Iya. Kata ayah, Astradhari yang hebat harus menghafal seluruh klasifikasi Diyu di buku itu..."
"Hmmm... Andai semua Astradhari punya pikiran seperti kamu dan ayahmu..." ucap gadis itu sambil melirik pada pemuda satunya.
Sena mendengar sindiran Rani, tapi dia tampak biasa saja, atau lebih tepatnya dia sama sekali tak merasa kalau sindiran itu ditujukan padanya. Pemuda itu justru khawatir pada kondisi tempat mereka akan bertarung dengan Diyu
"Ran, kalau kita serang Diyu itu di sini, wanita itu nanti juga bakal kena..."
"Iya, aku juga tahu. Aku akan giring dia keluar dan kalian berdua cepat panggil Astra kalian. Kita harus segera bereskan Diyu itu."
Belum sempat Rani mengerahkan Gagak Besinya, garis lipatan kulit di dada makhluk pucat itu terbuka, menampakkan geligi hitam tajam bagai jarum yang berderet rapi di kedua sisi. Ketiga agen Dunyapala itu langsung bersiaga, tapi apa yang keluar dari dalam mulut Diyu itu sama sekali tak terduga oleh mereka. Dari dalam lubang di dada Diyu itu, keluar gelombang suara tawa terkikik yang memekakkan telinga.
Sarah yang tak memiliki proteksi apa-apa langsung tak sadarkan diri. Sedangkan Sena, Rani, dan Angkasa yang sudah terlatih dan juga dilindungi berbagai jimat dan jampi yang terpasang pada topeng dan seragam mereka masih bisa mempertahankan kesadarannya di tengah terpaan suara memekakkan dengan menutup telinga. Tapi semua itu tak berlangsung lama. Perlahan tawa terkikik itu mulai mempengaruhi ketiga agen Dunyapala itu.
Kedua tangan Angkasa yang erat menutup telinga tak mampu membendung suara tawa yang menyusup masuk dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat di dalam kepalanya. Pemuda itu hilang keseimbangan dan jatuh ke atas lantai. Meringkuk menahan sakit.
Sena yang sekuat tenaga berusaha tetap berdiri akhirnya harus jatuh berlutut. Pandangannya terus berputar-putar tak karuan. Tangannya menekan telinganya dari kedua sisi kepalanya. Seperti menahan agar kepalanya tak pecah akibat suara tawa yang terus bergaung dan menggema di dalam tempurung tengkoraknya.
Kondisi Rani tak jauh berbeda. Gelombang suara Diyu yang tiada henti menggetarkan setiap sendi. Menusuk-nusuk gendang telinganya. Hanya daya konsentrasinya yang telah terasah bertahun-tahun mengendalikan belasan Gagak Besi yang membuat gadis bertopeng hitam itu bisa mengendalikan diri lebih baik dari kedua rekannya.

YOU ARE READING
DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGA
Fantasy"...Keburukan akan terus berusaha kembali ke muka bumi melalui cerminan diri. Menebus ribuan tahun yang telah hilang saat mereka sedang terbuang..." ...