Langkah kaki Sena yang semakin mendekat dari belakang disadari oleh Diyu Qunti. Ketika dia berbalik, tusukan pedang telah meluncur cepat ke arahnya. Diyu itu berhasil berkelit dengan melompat ke samping.
Sena kembali mengayunkan pedang kerisnya, tapi lawannya kembali lolos. Berulang kali serangan Sena hanya mengenai udara hampa. Sena makin tak sabar. Ayunan pedangnya makin cepat, tapi juga makin tak terarah. Diyu pucat itu tentu saja makin mudah mengatasi setiap serangannya.
"Jangan terburu-buru. Perhatikan gerakan lawanmu." Druka menenangkan Astradhari-nya.
Saran Druka itu langsung Sena turuti. Dia mulai mengambil jarak untuk mengamati gerakan lawannya sebelum maju menyerang. Diyu Qunti tampak berusaha memaksakan diri untuk bisa berdiri. Serangan Rani dan Angkasa sepertinya sudah cukup melemahkannya.
Awalnya Sena menyangka seperti itu. Namun lipatan kulit di dada Diyu Qunti perlahan terbuka kembali, mengeluarkan suara terkikik yang membuat bulu kuduk Sena berdiri. Serangan gelombang suara sebelumnya tak bisa dia atasi sendiri. Bagaimana kali ini?
Tapi belum sempat lubang terbuka seluruhnya, darah hitam mengalir dari sela-sela dan menguap ke udara. Seketika mulut penuh gigi itu mengatup kembali. Sepertinya Gagak Besi Rani melukainya sangat parah hingga makhluk itu takkan pernah bisa lagi menggunakan serangan gelombang suaranya.
"Makasih ya Ran..." gumam pemuda itu.
Sena melompat sambil mengayunkan pedang kerisnya. Bunyi nyaring terdengar ketika lawannya menahan pedang Sena menggunakan sepasang cakarnya. Pedang Sena terpental. Momentum itu dia gunakan untuk balik berputar dan menyabetkan pedangnya kembali. Kali ini sabetan pedang Sena berhasil merobek pinggang lawannya. Lawannya mendesis kesakitan. Tangannya yang tak memiliki jari berusaha menutupi lukanya yang menganga lebar dan mengalirkan darah hitam.
Selagi lawannya lengah, Sena tak menghentikan serangan. Ayunan pedangnya kini diarahkan ke lengan lawannya yang menutup luka. Dengan sekali tebasan, pedang hitam itu memotong lengan kurus panjang lawannya. Potongan tangan makhluk itu jatuh ke atas tanah. Daging dan kulitnya meluruh menjadi cairan hitam kental yang menguap terkena udara. Tulang dan cakar besarnya yang tersisa hancur menjadi serpihan.
Kali ini bilah pedang keris Sena menyasar leher lawannya. Diyu Qunti berusaha menahan dengan sebelah tangannya yang tersisa, tapi ayunan keras pedang Sena tak mampu dibendungnya. Lengan panjangnya terdorong dan menghantam kepalanya sendiri.
Makhluk pucat itu limbung dan jatuh ke tanah.
Sebelum Diyu itu dapat bereaksi, Sena mengangkat pedangnya tinggi. Dengan sekali gerakan, bilah pedang hitam yang meliuk-liuk itu meluncur deras ke bawah. Makhluk berkulit pucat itu terbelah di bagian perut. Dua bagian tubuhnya menggelepar sendiri-sendiri. Sena tak mau ambil resiko. Ujung pedangnya dia hujamkan ke dada Diyu Qunti. Menembus punggungnya dan menancap ke dalam aspal. Tubuh pucat makhluk itu dia injak kuat-kuat.
Akhirnya makhluk itu berhenti bergerak. Kulit pucat dan ototnya lumer menjadi cairan hitam menjijikkan yang menguap ke udara. Meninggalkan tulang belulang rapuh yang rontok menjadi debu.
Pemuda bertopeng itu langsung rebah di atas jalan beraspal. "Capeknya...!"
Druka yang telah kembali ke wujud tongkat menimpali, "Cuma membasmi satu Diyu saja sudah kecapekan. Padahal Rani dan Angkasa sudah melemahkan Diyu itu untukmu."
Sena menyentil kepala harimau di tongkatnya dengan keras. "Berisik... Aku dari pagi udah keliling-keliling cari Diyu kan? Sekarang udah jam berapa? Kamu sendiri juga nggak usah sok. Hari ini kamu juga gagal mendeteksi bau Diyu kan?"
"...Iya, baru kali ini aku gagal mencari bau Diyu." ucap senjata Astra itu heran.
"Kamu lagi pilek mungkin." jawab Sena sekenanya.
"Senjata Astra tidak sama dengan manusia. Kami tidak bisa kena penyakit."
"Mungkin aja ada virus yang berevolusi jadi bisa menulari senjata Astra sepertimu. Di film-film kan banyak cerita seperti itu."
"Jangan kebanyakan menghayal. Lebih baik kita cepat jemput Angkasa dan Rani. Mereka berdua pasti sudah menunggu kabar darimu."
"Ini juga udah mau balik. Siapa juga mau lama-lama tidur di jalan kaya gini..."
Pemuda bertopeng harimau putih itu bangkit dan melangkah pergi, menyusuri jalanan yang dia lewati sebelumnya untuk kembali pada kedua rekannya yang sudah menanti.
***

YOU ARE READING
DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGA
Fantastik"...Keburukan akan terus berusaha kembali ke muka bumi melalui cerminan diri. Menebus ribuan tahun yang telah hilang saat mereka sedang terbuang..." ...