"Mereka ketawa ya?"
"Bisa jadi... Aku juga tidak tahu seperti apa Jerangkong kalau tertawa." jawab kepala harimau di gagang pedang keris hitam.
"...Brengsek."
Masih terbaring, Sena mengelus dadanya yang baru saja terkena cakar Jerangkong yang sanggup mencabik-cabik tubuh manusia. Anehnya, sama sekali tak ada satupun lubang pada pakaiannya. Jampi-jampi dan berbagai jimat yang diberikan pada setelan jaket dan celana hitam serta kemeja putih yang dia kenakan berhasil melindunginya.
Sena menarik nafas dalam. Dadanya sakit. Sena mengintip sedikit ke balik kemejanya. Tampak lebam kebiruan pada kulitnya. Wajar, seragam yang dia kenakan memang meminimalisir efek serangan yang diterima penggunanya, tapi bukan berarti penggunanya tak merasakan sakit saat terkena serangan lawan.
Sena tak mau berlama-lama terbaring tak berdaya. Dengan bertumpu pada pedang keris hitamnya, dia kembali berusaha berdiri kembali. Sena mengatur nafas, kemudian mengambil kuda-kuda. Pedangnya kembali siap membelah tubuh Diyu lawannya. Matanya menatap tajam ke arah para Jerangkong. Masih ada sembilan tengkorak hidup yang harus dia habisi.
"Hah?! Sembilan?!"
Pemuda bertopeng harimau itu terkejut ketika menghitung kembali jumlah Jerangkong hanya berkurang satu. Masih jelas dalam ingatannya, pedangnya sudah memotong tiga dari sepuluh lawannya. Seharusnya hanya tersisa tujuh saja.
Namun kenyataan di depan matanya berbeda. Di hadapannya kini berdiri sembilan tengkorak yang telah bersiap kembali untuk menyerang.
"Lihat Jerangkong paling belakang!" teriak kepala harimau di gagang pedang Sena lantang.
Di belakang gerombolan tengkorak itu tampak dua kepala tengkorak yang melayang-layang. Mengeluarkan rambut putih yang mengumpulkan tulang belulang yang berserakan, menata satu persatu tulang-tulang itu, membentuk tubuh mereka kembali seperti semula.
Sena tampak bengong saja melihat kejadian itu.
"Sepertinya Diyu Jerangkong bisa menyambung kembali bagian tubuh mereka yang terpotong. Jadi percuma saja menyerang mereka dengan membabibuta."
"...oke. Terus aku harus gimana?"
"Ya kita harus cari kelemahan Diyu ini untuk mengalahkannya."
"Ck! Dimana sih si Rani? Nggak dateng-dateng! Pas lagi butuh kaya gini, dia malah ngilang!"
"Sudah, sekarang konsentrasi ke masalah yang ada. Jumlah mereka sekarang ada sembilan, berarti ada satu yang tidak bisa kembali. Kalau tidak salah, Jerangkong yang kita serang pertama, hancur setelah kepalanya terbelah. Mungkin kelemahan mereka ada di kepala..."
"...mungkin?"
"Kita belum pernah melawan Diyu ini, jadi aku juga tidak bisa memastikan."
Percakapan antara Sena dan Diyu terhenti karena langkah kaki para Jerangkong yang kembali mendekat.
Sena diam bertahan di tempat, bersiap menghadapi lawan yang datang. Cakar-cakar tajam mengarah padanya. Dengan bertumpu pada kaki kanannya, dia berputar menghindar. Tangan kanannya yang menggenggam pedang tentu saja tak hanya tinggal diam. Satu tebasan membelah bagian belakang kepala salah satu Diyu. Seketika itu juga tulang belulangnya ambruk dan hancur berkeping-keping.
"Dugaanmu benar, Druka!" Sena tampak bersemangat setelah mengetahui kelemahan lawannya.
Kali ini Sena yang maju menyerbu para Diyu Jerangkong itu. Dia menusukkan pedangnya lurus ke depan. Begitu cepatnya hingga lawan yang melihat arah datangnya pedang tak bisa menghindar. Ujung pedang keris hitam itu menembus tempurung kepalanya. Tanpa mencabut pedangnya dari tengkorak Diyu itu, Sena langsung menyabetkan pedangnya ke samping, membelah kepala dua Diyu lainnya. Tiga Jerangkong rontok, jatuh ke tanah dan pecah berkeping-keping.
Berbeda dengan Sena yang merasa sangat percaya diri setelah berhasil menghancurkan tiga Diyu dalam waktu hampir bersamaan, lima Diyu yang tersisa tampak ragu-ragu untuk maju.
Kelima Jerangkong itu mulai bergerak, tapi bukan ke arah Sena. Mereka berlari kembali ke dalam mall. Sena sama sekali tak menyangka kalau Diyu Jerangkong itu bakal kabur.
Pemuda bertopeng harimau putih itu pun bergegas mengejar.
Di dalam mall yang ramai pengunjung, sulit bagi Sena untuk menyusul kelima targetnya. Diyu Jerangkong itu mampu bergerak menempel di dinding, sehingga gerakan mereka tak terhalang pengunjung. Dengan kelima Diyu itu mudah meloloskan diri, meninggalkan pengejarnya jauh di belakang. Sena tak bisa lagi melihat tengkorak-tengkorak hidup itu. Dia hanya mengandalkan penciuman Druka untuk mengikuti kemana lawannya pergi.
Akhirnya pemuda itu tiba di aula utama. Diskon besar-besaran yang diadakan di tempat itu masih belum berakhir.
"Diyu-Diyu itu bersembunyi di antara pengunjung..."
Tanpa penjelasan Druka pun Sena juga sudah tahu kalau makhluk-makhluk itu menyembunyikan diri mereka di tengah kerumunan. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana cara mencari mereka di tengah ratusan pengunjung yang berdesak-desakan, berebut barang-barang sale yang diadakan di aula utama. Jangankan melawan, melihat batang hidung tengkorak mereka yang berbaur di tengah kerumunan saja tidak bisa.
Sena tak berani masuk di antara para pembeli yang saling sikut demi barang murah incaran mereka. Dia hanya bisa berdiri di pinggir kerumunan sambil berusaha memikirkan apa yang bisa dia lakukan.
Diyu Jerangkong itu pasti kini sedang memulihkan energi mereka dengan menghisap energi para pengunjung. Jika dibiarkan lebih lama, mereka akan menjadi semakin kuat dan Sena bakal kesulitan menghadapi mereka kembali.
Tiba-tiba terdengar suara dengung di udara. Belasan benda melesat cepat dan berputar-putar di atas aula.
"Gagak Besi!" seru Sena ketika melihatnya.
Tak lama, Gagak-Gagak Besi itu diam melayang pada lima titik di udara. Dan dalam waktu bersamaan, lempeng-lempeng hitam itu meluncur turun, membelah kepala para Jerangkong yang bersembunyi di kerumunan dengan sekali serangan. Tengkorak-tengkorak itu ambruk. Tubuh mereka lebur menjadi debu.
Gagak-Gagak Besi kembali melesat ke udara, bergerak ke salah satu sisi aula, dan masuk ke dalam tas pinggang kulit seorang gadis bertubuh langsing semampai dengan wajah tertutup topeng burung hitam yang berdiri di sana.
Sena datang menghampiri gadis bertopeng itu dengan derap langkah keras.
"Kamu ini kemana aja sih?! Lama amat datengnya! Udah hampir kelar, baru keluar!"
"Maaf, tadi WC cewek banyak banget yang antri. Akhirnya aku keliling cari tempat lain yang aman. Dan ini baru nemu ruang ganti pakaian yang kosong."
Sena tak bisa berkomentar apa-apa selain hanya mendengus kesal.
"Jerangkongnya ada berapa? Cuma lima?" Rani masih bersiaga dengan beberapa Gagak Besi yang berputar-putar di atas kepalanya.
"Tadi ada sepuluh, tapi aku udah beresin lima lainnya. Yang tadi itu sisanya."
"Kamu pakai jurus Astra untuk menghancurkan lima Diyu itu?"
"Enggak lah! Ngapain?" jawab Sena dengan membusungkan dada.
"Bagus. Soalnya Diyu Jerangkong itu termasuk Diyu yang lemah. Aku saja bisa menghancurkan mereka menggunakan Gagak Besi hanya dalam sekali serang. Anehnya, kalau kamu nggak kesulitan melawan mereka, kenapa makhluk-makhluk itu bisa sampai lolos lari kemari?"
"......"
Ucapan Rani langsung meruntuhkan kepercayaan diri Sena yang sebelumnya membumbung tinggi.
"Hmmm... Setahuku Jerangkong itu jenis Diyu yang cuma muncul di tempat-tempat tertentu. Jerangkong sendiri identik dengan tanah perkuburan. Kenapa mereka tiba-tiba bisa ada di dalam Mall?"
"Mana aku tahu. Kamu kan yang lebih paham tentang masalah ini?" celetuk Sena yang sepertinya masih kesal pada rekannya.
Setelah berpikir selama beberapa saat, Rani mengambil telepon genggamnya.
"Kita harus cepat laporkan kejadian ini ke Mas Bharata."
***

YOU ARE READING
DUNYAPALA : GAGAK, HARIMAU, DAN NAGA
Fantasy"...Keburukan akan terus berusaha kembali ke muka bumi melalui cerminan diri. Menebus ribuan tahun yang telah hilang saat mereka sedang terbuang..." ...