"Gimana? Apa kamu setuju?" Lagi, Ali bertanya dengan serius pada gadis di hadapannya ini. Sedangkan Prilly masih terdiam, mengumpulkan segala pikirannya yang belum sepenuhnya mengerti dengan pertanyaan Ali tadi."Tapi...?" Prilly tampak ragu, kedua tangannya saling bertautan dan meremas.
"Tenanglah, apapun yang kamu mau pasti akan aku berikan, Asalkan...ya tadi, apa kamu setuju?" Sekali lagi Ali meyakinkan Prilly.
"Oke aku setuju!" Jawab Prilly akhirnya. Ali menarik sudut bibirnya sehingga membuat sebuah lengkungan indah disana.
**
Gadis mungil berparas bak Bidadari itu, keluar dari mobil sport hitam setelah Pria tampan di sampingnya membukakan pintu.
"Selamat datang di rumah keluarga Al-Harun, Tuan Putri.." Ucap Ali sedikit mengejek.
Prilly cuek bebek dan menggandeng tangan Ali untuk memasuki rumah mewah bertingkat dua itu.
Di meja makan keluarga besar Ali sudah berkumpul, hanya saja tetap ada yang kurang selama 2 tahun terakhir ini. Tidak ada lagi sosok tegas dan berwibawa yang memimpin keluarga ini, beliau telah pergi untuk selama-lamanya. Sosok yang sangat di cintai keluarga besarnya, Fahreza Al-Harun.
"Selamat malam semua.." Sapa Prilly dengan ramah, sontak Mama dan adik-adik Ali menoleh ke arah sumber suara. Gadis cantik itu tersenyum manis dengan Ali yang terus menggandeng tangannya.
"Astaga! Abang, lo nemu Bidadari ini di mana sih?" Celetuk Andre menatap Prilly tak berkedip.
"Ini sih bukan Bidadari...tapi__Angel! Wihhh Abang beruntung banget.."
Sahut Fitri sambil menggeleng kecil."Bang, lo dari surga ya? Beuh! Kenapa gak sekalian bawain Bidadarinya satu lagi sih bang buat gue?" Andre terus memuji Prilly sehingga gadis itu makin mengembangkan senyumnya.
"Udah ahh.. Kalian ini apa-apaan sih, sini Prill, duduk dekat Mama.." Maya memberi isyarat agar gadis itu duduk di sampingnya.
"Ma, belum jadi Istri!" Ali sedikit malu karena ucapan Mamanya.
"Kan bentar lagi juga jadi bagian keluarga ini.." Sahut Maya optimis.
Prilly sedikit kikuk, karena sebelum-sebelumnya dia tak pernah di ajak mantan-mantannya bertemu langsung keluarga mereka, kecuali seseorang yang ahh.. Tapi Prilly merasa senang berbaur dengan keluarga ini, ramah dan humoris. Semua enak di ajak bercanda, Prilly merasa seperti berbaur dengan keluarga sendiri.
Selesai makan malam, mereka berkumpul di ruang keluarga untuk membicarakan hari pertunangan Ali dan Prilly.
Ya, mereka akan bertunangan. Sesuai perjanjian, maka Ali akan memenuhi segala kebutuhan sosial Prilly, asalkan gadis itu mau jadi tunangan pura-puranya atau sampai menikah sekalipun. Karena iming-iming yang di tawarkan Ali membuat Prilly begitu bersemangat, tanpa perlu berpikir panjang ke depannya. Tawaran yang menggiurkan, tanpa dia pikirkan lagi risikonya. Pertemuan mereka malam ini untuk membicarakan masalah hari pertunangan. Setelah tanggalnya di tentukan, Ali segera mengantar Prilly pulang ke kost Prilly karena hari sudah larut malam. Sebenarnya Maya mengajak Prilly menginap di rumahnya, namun Prilly beralasan tak enak dengan teman kostnya.**
Veraya membeliak kaget hampir menjerit andai saja Prilly tidak menatapnya seperti predator buas. Seketika nyali Veraya menciut, ia lalu duduk di hadapan Prilly dengan beribu pertanyaan yang siap ia lontarkan pada sahabatnya.
"Lo mau tunangan? Mau nikah juga?! Ini gila!" Gadis itu mendesis-desis tak percaya akan kabar yang ia dengar dari Prilly.Sedangkan Prilly hanya mengangguk acuh sambil menjejalkan ketoprak ke dalam mulutnya, terlihat masa bodoh dengan kekagetan Veraya.
"Apa sih yang ada di otak lo? kalau lo mepet banget sama duit, gue bisa bantu kok Prill, biarpun sedikit. Menikah itu nggak mudah seolah lo cuma pacaran yang ketika lo bosan, lo putusin. Nikah itu.... -"
"Au ah.. Gelap!" Veraya lagi-lagi menggeram mendengar kalimatnya di potong Prilly dengan gaya acuh. Oh tolong sadarkan sahabatnya yang mulai tidak waras ini. Veraya benar-benar ingin menerkam Prilly.
"Bunting baru tau rasa, lo!"
"Gue balik duluan ya, Ve. Mau shopping, biasalah calon orang kaya"
Prilly buru-buru menyesap teh manis sambil menyampirkan cluth bag-nya. Memberikan kiss dari jauh sebagai salam perpisahan. Bukannya tidak ingin mendengarkan ceramahan panjang Veraya, hanya saja Prilly saat ini ingin mengubah dunianya menjadi baru, menjadi yang ia inginkan selama ini. Dan Prilly siap dengan konsekuensi. 'Semuanya baru di mulai' bibir Prilly menampilkan lengkungan bulan sabit sambil menengadah menatap langit putih diatas sana.**
Prilly hanya bisa tersenyum senang di tengah-tengah acara mewah seperti ini. Alunan musik mengalun sangat indah, menjadikan dirinya seakan terbang. Mimpi apa dia semalam sehingga menjadi ratu ditengah acara besar seperti ini. Acara pertunangannya!
Yap! Pertunangan dia dan--Ali.
Prilly juga heran kenapa waktu begitu cepat berlalu, acara yang super mewah meriah di balroom salah satu hotel berbintang. Prilly benar-benar merasa tersanjung dengan acara ini.
"Hey, ini termasuk mimpi kamu kan bisa bertunangan dengan Pria kaya? Tapi, jangan lupa dengan perjanjian kita." Bisik Ali penuh penekanan menyeringai kearah Prilly.
Prilly hanya mengangguk, dia tak peduli dengan perjanjian itu, yang penting sekarang dia bisa jadi Wanita dalam gelimangan harta dan kemewahan. Hidup dalam gelimangan harta! Tak perlu jual tampang cakepnya ke sana-sini lagi.
Ali memperhatikan tingkah Prilly yang menurutnya sangat berlebihan, gadis itu seolah mendapat tumpukan emas batangan hingga membuat matanya berbinar senang. Kebahagiaan Prilly perlahan-lahan juga ikut menulari Ali, terbukti dengan lengkungan bulan sabit yang lelaki itu tampakkan. Candaan para koleganya juga membuat Ali tersenyum malu-malu karena terlalu banyak mendapat godaan untuk dirinya dan Prilly yang akan melangkah ke tahap selanjutnya.
Di tambah lagi wajah bahagia Mamanya, memamerkan calon menantunya itu pada teman sosialitanya, bahkan Maya terlalu berlebihan mengelukan Prilly sebagai menantu ideal.
Acara pertunangan itu berjalan mulus sesuai rencana. Ali terlihat memberikan salam perpisahan pada sahabat dan rekan bisnisnya, sedangkan Prilly sudah lebih dulu ke kamar untuk berganti pakaian.
"Makasih untuk kebahagiaan ini, sayang. Mama sangat-sangat bahagia." Maya memeluk Ali dengan mata buram oleh cairan bening. Dia benar-benar berharap Ali bahagia dengan Prilly, seperti janjinya pada sang suami yang sudah tiada.
Ali merasakan perasaan bersalah, bagaimanapun ini hannyalah sebuah rekayasa yang sudah ia atur bersama Prilly. "Maafkan Ali, ma. Untuk kemarin, saat ini dan nantinya, akan lebih banyak lagi kebohongan". Batin Ali meringis perih.
**
"Aku tidak bermimpikan..?" Prilly mendesis tak percaya dan mengerjapkan matanya beberapa kali, meyakinkan dirinya kalau ini nyata.
"Cepat Pilih Prill, aku ada janji sama klient.." Teguran Ali berhasil menarik Prilly ke alam sadar. Dia menatap Ali dengan mata berbinar.
"Makasih Li!" Girangnya seraya masuk ke dalam Boutiqe desaigner terkenal kenalan keluarga Ali. Prilly heboh sendiri berbelanja sana-sini.
Beberapa baju mahal tak luput dari perhatiannya, sendal, tas dan barang-barang mahal lainnya. Harganya bahkan bisa mencapai puluhan juta, tapi itu tak akan membuat Ali bangkrut.
Pertunangan diatas perjanjian.
Ali merasa dongkol karena sedari tadi harus menemani Prilly berbelanja. Ia melirik rolex di pergelangan kirinya dengan hati gusar.
"Prill, aku duluan ya. Kamu pulang naik taksi aja. Ini..." Ali menyerahkan kartu kredit, ATM setelah itu dia bergegas pergi. Prilly terima semuanya dengan senang hati
Dia tak peduli, toh inilah harapannya. Bisa jadi orang kaya, bersenang-senang dan bersenang-senang. Pikirannya terlalu di penuhi oleh uang, barang mahal dan surga dunianya para wanita. Dia menganggap Ali adalah Bank miliknya. Tapi ya, itulah__dia tidak akan melarang Ali dekat dengan wanita manapun dan apapun yang akan Ali lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena cinta (TAMAT)
RomancePrilly hannyalah gadis biasa yang terjebak dalam masa lalu kelam keluarganya, dia bertekad tidak akan pernah jatuh cinta dan menganggap para pria hanya permainan. Namun apa yang terjadi jika hanya karena materi ia rela menyerahkan diri terikat dalam...