Kesakitan seperti apa yang lebih pedih daripada kehilangan?
Kesakitan seperti apa yang terasa menikam dari pada sebuah kenangan?
Kesakitan mana yang tak tertahan jika anganmu akan masa depan sirna dalam seperkian detik?
Hidup ini penuh kefanaan, hidup ini penuh godaan, hidup ini mengembara mencari kesejatian iman.
Saat cobaan itu datang, berdoalah, tiada kekuatan yang lebih besar dari pada sepenggal kalimat dalam doa'mu.
Because The Power Of Doa
**
Wajah Ali memucat, kakinya gemetar diiringi desahan tak teratur dari mulutnya. Ia merintih, ia kesakitan dalam luka tak kasat mata. Ia ingin menangis saat ini juga, ia juga manusia biasa yang punya perasaan, yang akan menangis jika keadaannya sakit tak tertahankan.
Prilly-nya tengah terbaring lemah dalam ruangan itu dengan selang oksigen yang menempel di hidung. Dengan jarum infus yang tertancap di tangannya. Ali gelisah setengah mati, seolah nyawanya di tarik paksa oleh malaikat maut. Prilly-nya tengah berjuang menahan kesakitan di dalam sana, mempertaruhkan nyawa demi segumpal darah yang meringkuk nyaman di dalam rahimnya.
Leon menendang tong sampah hingga mengejutkan mereka yang berada di depan ruang operasi itu. Ia menjerit seolah tidak berada dikeramaian. Rano memeluknya erat agar lelaki itu tidak lepas kendali. Leon menangis, ia terisak dalam pelukan Rano, menumpahkan kesahnya yang menyiksa batin. Perasaannya tercabik-cabik. Bagaimana ia bisa menahan emosi dan perihnya, kalau dalam rumah sakit yang sama ada dua wanita yang paling berharga di dalam hidupnya sama-sama tengah meregang nyawa. Berjuang untuk menapak dunia lebih lama atau malah pergi ke tempat abadi. Untuk itu Leon mengeluarkan segala gumpalan dalam dadanya yang terasa menghimpit ruang pernafasan. Ia menangis layaknya bocah kehilangan permainan berharganya. Jika Ali terlihat frustasi, Leon terlihat mengamuk, maka Rano hanya diam.
Ia juga sama seperti yang lain, merasakan separuh nyawanya ditarik paksa dari tubuhnya. Tapi ia hanya diam, tak ingin memperkeruh keadaan yang nyatanya sudah makin tak terkendali. Melihat Papanya yang sedari tadi terus menyalahkan diri sendiri, membuat Rano mencoba tegar, mencoba meredam segala emosinya yang hampir meledak. Bagai musafir di tengah gurun, mereka menapaki tanah menyengat panas, mencari mata air di tengah gersangnya gurun, dan itu adalah sebuah ketidakpastian.Mereka bergegas saat wanita berpakain serba hijau keluar dari dalam ruangan Prilly, melepas maskernya demi menyiapkan jawaban atas setumpuk tanya pada para lelaki di hadapannya itu.
"Gimana keadaan mereka?" Ali bertanya tak sabaran, jantunya berdetak tak mau teratur sebelum mendapat sebuah jawaban yang menenangkan. Pandangan Dokter wanita itu menyapu para lelaki di hadapannya dengan helaan nafas berat. "Nona Prilly terpaksa--"
"Terpaksa apa?!" Leon berteriak tak sabaran hingga Rano harus kembali menahannya dengan kuat.
"Katakan Dok." Ali berucap lemah, matanya berkaca-kaca siap menumpahkan segala perwakilan luka itu.
"Nyonya Prilly mengalami pendarahan hebat, janinnya tidak bisa di selamatkan. Kami terpaksa harus menguret kandungannya demi keselamatan beliau." Ali menahan nafasnya sejak sang Dokter pertama kali berbicara. Ia kaku, terdiam di tempat tak mampu berbicara, lidahnya kelu tak bisa di gerakkan lagi. Ia tenggelam dalam dunianya sendiri, menghiraukan kebisingan di sekitarnya yang dibuat oleh Leon.
Pandangan Ali buram, ia nyaris terjerembab kalau saja Papa tidak menahannya.**
Prilly Menyapu pandangannya ke penjuru taman, matanya tak berkedip saat menemukan sosok mungil itu sedang asik mengejar kupu-kupu yang menghinggapi bunga yang baru saja mekar. Senyumnya merekah menyaksikan si mungil dengan lincahnya berkejaran ke sana ke mari, mengejar kupu-kupu dan kelinci.

KAMU SEDANG MEMBACA
Karena cinta (TAMAT)
RomancePrilly hannyalah gadis biasa yang terjebak dalam masa lalu kelam keluarganya, dia bertekad tidak akan pernah jatuh cinta dan menganggap para pria hanya permainan. Namun apa yang terjadi jika hanya karena materi ia rela menyerahkan diri terikat dalam...