11-Bagian masa lalu

1.8K 143 0
                                        


    Derap sepatu milik lelaki tampan itu menggema dalam ruang tamu. Wajahnya celingukan mencari keberadaan Prilly. Di tangannya tertenteng sebuah kresek berlogo sebuah restoran mahal.

   "Mencariku?"

Sontak lelaki tampan itu menoleh ke arah sumber suara. Prilly berdiri di ambang pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan taman.
Lelaki tampan berkulit eksotis itu melangkah lebar-lebar menghampiri Prilly. Wajahnya terlihat cemas menatap Sosok mungil Prilly yang menyender pada kusen pintu.

   "Kenapa kamu disini? Seharusnya kamu istirahat saja di kamar." lelaki itu mencoba meredam emosinya yang hampir menguasai. Rahangnya mengetat dan tatapannya tajam.

Dengan angkuhnya Prilly membalas tatapan menantang itu, bibirny mengukir seringai sinis. Bukan Prilly namanya kalau tidak bisa balas mengintimidasi, hanya saja akhir-akhir ini ia berubah menjadi wanita melankolis dan dekat dengan kesedihan.

Tatapan Prilly beralih pada kresek yang masih dalam genggaman erat milik lelaki yang kini menatapnya dengan tatapan tajam hampir meredup itu.

   "Aku lapar" Seolah mengerti maksud Prilly, lelaki itu segera menghela Prilly menuju gazebo yang berdiri kokoh di taman samping.

Walau sudah duduk saling berhadapan dengan tangan masing-masing membuka kresek, keduanya tetap enggan bersuara sekedar memecah kesenyapan di antara mereka. Prilly lebih memilih menikmati makanannya daripada menatap lelaki di hadapannya yang mulai terusik akan keterdiaman Prilly.

   "Cara makannya nggak pernah berubah ternyata." suara bariton itu sontak membuat Prilly mendongak.

   "Ada masalah? jangan membuat selera makanku hilang. Ingat satu hal, kalau aku disini tidak akan merubah apapun dan kebencianku pada KALIAN!!" Prilly menekan akhir kalimatnya dengan mata tajam.

Dendam yang bercokol di hatinya tidak mengubah apapun walau ia menerima tawaran baik dari lelaki di hadapannya ini. Baginya kata maaf itu takkan ia berikan, dan tidak akan bisa mengubah semua yang sudah berlalu. Walau sebenarnya Prilly hanyalah membodohi hatinya agar ikut benci pada lelaki ini.

Lelaki itu menghela nafas berat. Memejamkan mata sejenak demi menghindari tatapan benci penuh luka dari Prilly. Namun ia yakin satu hal, Prilly tidaklah membencinya secara mendalam. Karena apa yang Prilly rasakan, ia juga terlibat rasa sakit untuk suatu kejadian yang sama. Cukup saja dia diam, tidak peduli akan seperti apa Prilly menatapnya saat ini dan nanti.
Baginya, Prilly sudah menerima ajakan tinggal di rumah ini saja sudah lebih dari cukup.

Suara ringisan kecil Prilly membuat lelaki itu tersadar dari masa lamunannya akan masa lalu. Ia seketika panik melihat Prilly yang mengerang sembari menyenderkan pundaknya pada tiang gazebo.

   "Prill kamu kenapa? apa yang sakit?" niatnya ingin menyentuh Prilly namun wanita itu mengangkat tangan ke udara sebagai peringatan. Kernyitan di wajahnya serta merta ringisan kesakitan, tak membuat Prilly menurunkan egonya.

   "Ping-pinggangku, saa-sss-sakit." mungkin karena tidak tega akan keadaan Prilly, lelaki itu dengan sigap menggendong Prilly. Tidak ada penolakan sama sekali, Prilly merasakan punggungnya benar-benar terasa nyeri dan ngilu. Kepalanya juga ikut berdenyut.
Dalam dekapan hangat dan posessif itu, Prilly seolah merasakan dejavu. Semuanya berputar dalam ingatannya.

                                 **

   Dua remaja berseragam biru putih itu tampak gembira saling berkejaran di padang tumbuhan ilalang. Gelak tawa keduanya tak surut seiring langkah kaki mereka yang terus berlari. Berputar pada pohon akasia tua, terus berlari, balik lagi berputar pada pohon hingga keduanya tumbang ke atas rerumputan masih dalam keadaan tertawa cekikikan.

Karena cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang