9-Tak tentu arah

1.9K 138 1
                                    

Andai waktu dapat diulang kembali
Biarlah hidup seorang diri
Daripada berdua namun tak sehati_Prilly

Prilly berjalan gontai memasuki sebuah swalayan yang terletak tak jauh dari tempat tinggal ia dan Ali. Berniat untuk menghilangkan kegalauannya, Prilly memilih cara menciptakan berbagai makanan.
Setidaknya dia bisa mengundang Veraya untuk makan siang bersamanya. Masa bodo dengan lelaki itu, toh dia juga tidak peduli apa pun yang akan diperbuat Prilly.

"Prilly, kan?"
Prilly menghentikan aksi memilah sayuran ketika sebuah suara yang sangat familiyar menyapanya. Prilly membalikkan badan dan mengerjap beberapa saat dengan mulut terbuka.
Kesialan apalagi ini..
Desahnya dalam hati.. Mencoba mengubah ekspresi terkejutnya menjadi senyuman ramah nan menawan, Prilly mencoba mendekat pada lelaki bertubuh tinggi dihadapannya.
"hayy.. Apa kabar? Lama nggak ketemu, ya.. " Prilly menyunggingkan senyum manisnya, berbasa-basi untuk mengatasi rasa keterkejutannya tadi.
"Alhamdulillah baik.. Kamu gimana? Mama nanyain kamu terus, aku cari ke tempat tinggal kamu yang dulu, eh katanya kamu udah gak disitu lagi.. " lelaki itu mengajak mengungkap rasa ingin tahunya karena selama ini Prilly jarang ia lihat.

"Aku udah pindah, gak jauh dari sini apartemen aku tinggal.. Eh Rel, maaf ya, aku buru-buru mau belanja lagi.. Ditinggal dulu, ya.. Titip salam aja buat tante Nita, kalau ada waktu nanti aku main ke rumah.. Duluan ya, Rel.. " Prilly mempercepat langkahnya sambil mendorong trolly, takut kalau-kalau Verrel menanyainya lebih panjang lebar lagi.
Bukan rahasia lagi bagi lelaki itu yang sudah tahu sifat matre Prilly, bahkan dia pernah jadi korban Prilly. Namun Verrel tetap menerima Prilly dan berharap gadis itu mau melanjutkan hubungan dengannya, karena pada dasarnya Mamanya sudah sangat menyayangi Prilly.
Namun Prilly menolak hal itu dan pergi menjauh.. Alasannya simple, Prilly takut jatuh dalam pelukan lelaki baik seperti Verrel. Baginya cinta itu hanya membutakan hati dan pikiran seseorang.

**

Aroma masakan Prilly mulai menguar memenuhi ruangan dapur. Oke, dia memang tidak jago dalam urusan di dapur, tapi setidaknya dia tidak bodoh untuk tidak mengutak-atik mesin maha tahu dari gadgetnya. Dan terciptalah beberapa makanan sederhana dari tangan mungil Prilly.
Prilly menatap hidangan diatas meja ketika suara bell berbunyi. Ia melangkah cepat kearah luar, tadi ia sudah menghubungi Veraya untuk mengajak sahabatnya itu makan siang.

Doble sialnya lagi, yang datang ternyata bukan Veraya, namun Ali.

Keduanya bertatap muka didepan pintu, setelah kejadian kemarin, Prilly enggan menyapa pria itu dan menemuinya dikantor. Ia tidak peduli akan apa yang Ali lakukan dengan Arumi maupun bedebah mana pun.

"Bisa minggir, Aku mau masuk.. " suara maskulin Ali memecah ketegangan diantara mereka. Prilly menggeser sedikit badannya memberi akses agar Ali dapat lewat.
Kebetulan wajah sumringah Veraya langsung muncul di hadapan Prilly sambil menenteng beberapa paperbag.
Keduanya beriringan menuju dapur, setelah Prilly menyimpan barang bawaan Veraya ke kamarnya.

"Wahh.. Ini semua kamu yang masak, Prill?? " wajah Veraya berbinar menatap aneka hidangan dihadapannya. Ia tak percaya sahabatnya bisa memasak sebanyak ini hanya untuk mereka berdua saja. Veraya tahu bagaimana keadaan rumah tangga Prilly dan Ali, jadi dia tak perlu lagi bertanya lebih jauh soal siapa yang akan menghabiskan makanan sebanyak itu.
"Saatnya makan.. Dilarang bicara.. " Prilly dan Veraya larut dalam acara makan siang mereka, tak menyadari dengan kehadiran seseorang yang berdiri di pintu dapur.
Ali hanya menghela nafas berat dan segera beranjak dari situ. Sebenarnya ingin sekali ia ikut bergabung makan, namun mengingat hubungannya yang kurang baik dengan Prilly, Ali malas dan lebih mementingkan egonya.

**

Ku titip rindu pada angin malam yang berhembus
Ku titip doa untuk mereka yang ku rindukan....

Karena cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang