12-Jarak

1.8K 144 2
                                    

   Ali terdiam di balkon kamar. Mengingat lagi setiap ucapan lelaki yang ia temui di taman. Entah mengapa, memikirkan sosok istimewa lelaki tadi, membuat pikiran Ali malah membayangkan sosok Prilly yang tersenyum cerah tanpa beban. Tanpa sadar Ali juga akan mengulas senyum untuk hal itu, tapi mengapa akhir-akhir ini dia malah menjadi egois dan memudarkan senyuman itu?
Untuk semua yang telah ia pikirkan dengan pikiran terbuka, Ali bertekad akan menemukan Prilly secepatnya. Meminta pada wanita itu agar memaafkannya yang berubah egois. Bagaimanapun Prilly tetaplah seorang wanita biasa, yang mana ucapan di bibirnya tidak selaras dengan hatinya.
Bagaimana kalau keinginan ia menjauh, semata-mata untuk menghindari sakit hati saja. Dan Ali baru menyadari semua itu sekarang. Setelah Prilly tidak ditemukan keberadaannya.

Ali mendesah kasar. Benarkah dia masih mencintai Arumi? Ataukah itu hanya sekedar obsesi atas cintanya yang tak tercapai saat lalu? Benarkah dirinya saat ini merindukan Prilly? Secepat itukah perasaannya berubah.

                                **

   "Kalau kamu merasakan sakit, maka tinggalkan. Sesungguhnya kebahagiaan itu tidak akan menyakiti"

   "Tapi bagaimana kalau dengan kesakitan itulah aku menemukan bahagiaku? Dalam rasa sakitlah aku mampu menguatkan diri? Bahwa dalam kesakitanku itulah yang aku inginkan untuk tetap mencapai bahagia?"

Leon terdiam. Pandangannya lurus ke depan, menatapi pohon cabai yang meliuk-liuk ditiup angin.

   "Cinta bisa membuat orang jadi gila, heh." Leon kembali menoleh pada Prilly yang asik menabur umpan pada ikan di dalam kolam.

   "Kamu bahkan lebih tahu jawabannya. Kamu bahkan tahu juga dengan yang terjadi karena cinta. Huhhhh. Aku hanya, mencoba mempertahankannya, Leon." Prilly terlihat berat menghembuskan nafasnya. Ia meletakkan mangkok yang berisi umpan yang tinggal separo, kepalanya ia sandarkan pada bahu tegap Leon.

   "Aku nanti bakalan bawa Ulan ke sini. Nanti juga minta tolong dia buat belanja." Leon menyelipkan anak rambut Prilly yang nakal bernari. Menghirup aroma shampo dari rambut pirang itu.

   "Jangan merepotkan orang lain, Aku masih bisa belanja, Leon. Nggak enak hati kalau merepotkan orang yang aslinya sudah repot begitu."

   Gemericik air yang berasal dari ikan yang sedang berebut umpan di dalam kolam, kembali menarik perhatian Prilly. Ia raih lagi segenggam umpan dan menghamburkannya ke dalam kolam.
Mulut ikan saling berebut makanan semakin membuat Prilly gemas. Bagaimanapun dia harus berterimakasih pada Leon yang sudah mewujudkan sebagian kecil impiannya. Memelihara ikan dan berkebun di samping rumah.

Dulu, Leon pernah menertawakannya karena impian konyol ini, menurut Leon, sebagian wanita akan meminta taman bunga untuk dirawat. Sedangkan Prilly menginginkan kebun kecil di pekarang rumah dengan aneka sayur. Menurutnya itu lebih bermanfaat daripada merawat bunga.

   "Bagaimana kabarnya hari ini? Apakah dia baik-baik saja?"

   "Tentu. Dia sehat, Uncle." Prilly tertawa sesaat karena geli mendengar ucapannya sendiri untuk Leon. Tangan kasar Leon terangkat, menyapu lembut permukaan perut Prilly yang datar.

Keduanya memejamkan mata demi merasakan getaran aneh dalam dada mereka. Bukan sebuah perasaan tanpa alasan, tapi rasa yang sama mereka pupuk selama ini. Rasa seperti seorang saudara kandung.

   "Katakan padaku jika kamu siap, Prill. Mereka juga perlu tahu keberadaan kalian" Leon berkata pelan nyaris berbisik. Pikirannya menerawang jauh ke masa lalu, melihat semua dengan jelas. Bolehkah ia berharap semuanya baik-baik saja setelah apa yang mereka lewati selama ini?

   "Aku belum siap. Sampai kapanpun aku tidak akan siap, Leon!" Suara Prilly serak diiringi air mata yang jatuh berderai tanpa terasa. Hidupnya berbeda, dia tidak mungkin mengharap lebih setelah kesulitan yang ia lalui. Ia merasa kalau hidupnya di takdirkan untuk sebuah penderitaan tak berujung. Untuk saat ini, Prilly berharap bisa merasakan ketenangan. Dia hanya membutuhkan Leon sekarang, tidak Ali tidak juga siapa pun.

Karena cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang