Part VI

370 51 11
                                    

"Hmm?" Kevin menatap Taeyong.

Taeyong masih terdiam, berusaha mengumpulkan keberaniannya.

"Tae?"

Tae?

Panggilan itu membuat Taeyong tertegun. Kris sering memanggilnya dengan panggilan itu. Taeyong meremas tangannya.

"Maaf hyung."

Dahi Kevin mengernyit, tatapan matanya semakin fokus pada Taeyong yang tengah menundukkan kepalanya. Sementara itu, Jongdae yang sedari tadi berada di tempat persembunyiannya di dapur menyadari atmosfer di ruang tamu berubah. Dia memang tidak dapat mendengar dengan jelas, tapi sedari tadi dia mengamati Kevin dan Taeyong, itu sebabnya dia menyadari kecanggungan yang tiba - tiba muncul. Jongdae sedikit beringsut ke arah pintu dapur, mencoba untuk mendengarkan percakapan mereka. Sebut dia lancang karena itu, hanya saja dia benar - benar penasaran apa yang mereka bicarakan.

Kembali ke ruang tamu dimana Kevin dan Taeyong berada. Taeyong sudah memulai ceritanya. Diawali dengan hubungannya dengan Kris, bagaimana interaksi mereka, berlanjut pada masalah utama yang ingin dia ceritakan. Kecelakaan itu, dia yang kehilangan penglihatannya.

Kevin awalnya tidak memberikan reaksi apa - apa, dia masih bersabar mendengarkan cerita Taeyong tanpa menyela sama sekali. Bahkan ketika Taeyong menceritakan masalah kecelakaan itu dia masih biasa saja, Kevin berusaha memaklumi sifat Taeyong yang menyalahkan Kris atas kecelakaan yang terjadi. Dia pikir, itu karena Taeyong terpukul atas musibah yang dideritanya. Cerita Taeyong terus berlanjut. Tubuh Kevin menegang saat Taeyong mengatakan bahwa dia meminta Kris mendonorkan kornea mata padanya. Yang ada dalam pikiran Kevin, sebuah rumah sakit harus mengambil kornea dari orang yang sudah meninggal, tapi saat itu Kris masih hidup. Kevin berusaha mengatur emosinya, bocah di hadapannya ini sudah keterlaluan menurutnya.

Kalimat - kalimat yang Taeyong katakan berikutnya justru membuat Kevin murka. Tentang bagaimana mereka terlambat menyadari bahwa Kris juga sakit karena kecelakaan itu. Dan tentu saja, tambahan kalimat dari Taeyong, pengakuan rasa bersalahnya yang mengatakan bahwa itu semua karena mereka terlalu fokus pada kondisinya dan kebutaan yang dia alami bukannya mendapat simpati dari Kevin tapi justru mendapat kemarahan darinya.

Kevin bangkit dari duduknya, merangsek maju ke arah Taeyong, menarik ujung kaos Taeyong dan meninju lelaki itu hingga tubuhnya terhempas ke sofa.

Nafas Kevin memburu, dihampirinya Taeyong lagi, kali ini tangannya bergerak untuk mencekik leher Taeyong.

Jongdae yang berada dekat pintu dapur segera berlari ke ruang tamu, menahan tubuh Kevin tepat ketika lelaki itu hendak mengangkat sebuah meja. Jujur dia kewalahan, Kevin jauh lebih tinggi darinya.

"Kev, jangan Kev!" larang Jongdae sambil menatap Taeyong yang sudah kewalahan.

Jongdae berhasil sedikit menarik tubuh Kevin, tapi lelaki itu masih berusaha berontak. Bahkan sekarang dia mulai berteriak.

"Apa salah gegeku padamu bodoh!" teriak Kevin.

"Maafkan aku hyung," ujar Taeyong sambil beringsut mendekat.

"Jangan panggil aku hyung! Dasar bangsat!"

"Taeyong-ssi pergilah kumohon," ujar Jongdae.

"Jangan suruh dia pergi!" Kevin kembali mencoba melepaskan diri dari pelukan Jongdae.

Jongdae mengeratkan pelukannya pada Kevin, disaat bersamaan dia memberikan isyarat pada Taeyong untuk segera pergi. Taeyong memandang Kevin sekilas sebelum dia bergegas menuju pintu.

"Brengsek! Mau kemana kau huh?!"

"Kev sudah!" Jongdae sedikit memekik.

Kevin menoleh ke arah Jongdae, memberikan sebuah death glare yang langsung membuat Jongdae menciut. Dia melonggarkan peganggannya pada Kevin.

Another Man (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang