Part II

512 71 10
                                    

Lelaki jangkung itu masih menatap lekat foto Kris.

"Kita benar - benar mirip ya ge," gumamnya.

Ya, namanya Kevin, adik kembar Kris. Mereka kembar identik, bahkan postur tubuh mereka hampir sama.

"Apa yang harus kukatakan pada mama ge? Bagaimana caranya aku mengatakan kalau kau sudah meninggal?"

Flashback

6 bulan lalu...

"Mama?" panggil Kevin pada ibunya yang tengah duduk menatap layar televisi.

"Ya Kev?" perempuan paruh baya itu menoleh, sepenuhnya mengalihkan fokus pada putra laki - lakinya.

"Aku memimpikan dia lagi," ujar Kevin sambil mendudukkan dirinya di sofa, kemudian membaringkan tubuhnya di atas pangkuan ibunya.

Nyonya Wu terdiam, sebisa mungkin dia mengendalikan diri agar tidak memperlihatkan reaksi yang mencolok. Dia mengusap rambut Kevin lembut.

"Itu hanya..."

"Kurasa itu bukan mimpi biasa ma," Kevin memotong ucapan ibunya.

"Lalu?"

Kevin tidak menyahut, dia sendiri bingung darimana dia memiliki keyakinan semacam itu. Tapi sungguh, dia sangat yakin bahwa itu bukan mimpi biasa. Dan sosok itu...

"Anggap saja sisi dirimu yang lain sedang berusaha memberitahumu agar kau bertahan bersama mama disini."

"Itu bukan aku ma."

Lagi.

Ini keyakinan baru yang Kevin dapatkan. Beberapa hari lalu ketika pertama kali dia mengalami mimpi itu, dia yakin bahwa sosok mirip dirinya yang hadir dalam mimpinya adalah dirinya sendiri. Tapi kini, ketika dia kembali memimpikan sosok itu, dia baru sadar bahwa sosok itu bukan dirinya. Penampilan mereka berbeda. Dan ada satu rasa dalam diri Kevin yang membuatnya sangat penasaran pada sosok itu.

Nyonya Wu sendiri memilih untuk tidak menyahut, dia mengalihkan pandangannya dari Kevin. Dalam hati sebenarnya dia tahu dengan pasti bahwa sosok yang diceritakan Kevin hadir dalam mimpinya memang bukan Kevin. Dan dia tahu sosok itu nyata, ada bahkan pernah hadir dalam hidupnya, pernah berada dalam sentuhannya. Ingatannya melayang begitu saja kedalam kenangan bertahun - tahun lalu. Dua bayi laki - laki kecil. Mereka yang sangat tampan dan mungil. Kaki dan tangan keduanya yang jika bergerak akan membuatnya tanpa sadar tersenyum bahagia. Beralih kemasa dimana keduanya tumbuh, belajar berjalan dan berbicara. Ah itu sudah lama sekali, tapi tetap saja ada rasa sesak jika dia harus mengingat hal itu. Parahnya, kali ini dia mengingatnya di hadapan Kevin. Nyonya Wu menghela nafas panjang.

Kevin mendongak, menatap lamat - lamat ekspresi di wajah ibunya yang tengah menatap kosong kelayar televisi.

"Mama?"

"Hmm?" kali ini Nyonya Wu kembali menatap Kevin.

"Dia bukan aku ma," ujar Kevin, menatap dalam mata ibunya.

"Benarkah?"

"Kami berbeda ma, dia mirip denganku. Tapi kami berbeda. Siapa dia ma?"

Nyonya Wu sedikit terkejut, tetapi berusaha menyembunyikan keterkejutannya.

"Tentu mama tidak tahu sayang."

"Begitu? Ya sudah."

Kevin memejamkan matanya, melanjutkan tidurnya yang sebelumnya sempat terputus karena mimpi itu. Mungkin dia memang terlalu berlebihan, sampai - sampai memikirkan mimpi yang tidak jelas itu. Meskipun dalam hati Kevin masih penasaran, dia memimpikan sosok itu hingga dua kali.

Pertama, ketika dia sakit beberapa minggu lalu. Sosok itu datang, memintanya untuk bertahan demi ibunya. Kedua, baru beberapa menit lalu. Lagi - lagi sosok itu datang, mengajaknya berjalan di sebuah hutan yang terdapat sungai, rerumputan dan bunga - bunga liar. Kali ini sosok itu hanya mengucapkan terima kasih padanya.

"Dulu, beberapa tahun lalu. Ada dua anak lelaki kembar yang tampan," Nyonya Wu mulai bercerita, dia rasa tidak ada gunanya menyembunyikan hal ini dari Kevin. Karena sejak awal dia tahu, pasti akan ada saat dimana dia harus mengatakan semua kenyataannya kepada Kevin. Bisa jadi sekaranglah saat yang tepat, lewat pertanda yang seolah diberikan sosok itu lewat mimpi.

Kevin masih memejamkan matanya, menduga bahwa ibunya sedang menceritakan sebuah dongeng kepadanya. Karena kalimat - kalimat yang ibunya ucapkan seperti kata - kata yang masuk ke telinganya setiap malam sebelum tidur ketika dia masih di taman kanak - kanak.

"Mereka menggemaskan, sangat lucu. Bagi kedua orang tuanya, kedua anak itu seolah hadiah terbaik yang diberikan Tuhan. Tapi tetap ada satu cela disana. Kedua orang tuanya memang bahagia memiliki putra seperti mereka, sayangnya keduanya sudah tidak merasa nyaman dengan satu sama lain," nyonya Wu memberi jeda dalam kalimatnya, tangannya terus mengusap puncak kepala Kevin. "Akhirnya sebuah keputusan diambil. Mereka berpisah. Berbagi dalam mengurus anak. Si sulung, dia bersama sang ayah. Dan si bungsu, tetap bersama sang ibu."

Kevin membuka matanya, merasa ada sesuatu yang janggal. Dia langsung bertatapan dengan mata ibunya. Dan beberapa detik selama mata mereka bertatapan, mata Nyonya Wu mulai berair. Dia kembali membuka mulutnya, berniat melanjutkan kalimatnya. Sementara Kevin, seiring dengan waktu, jantungnya berdetak semakin kencang.

"Kau, adalah anak bungsu itu Kev."

Kevin tidak menampakkan reaksi apa - apa. Dia tidak mengerti tentang apa yang dia rasakan sekarang. Kaget dan tidak percaya, kemudian perasaan itu membuat hatinya terasa kosong.

Nyonya Wu menunduk, mencium kening Kevin, "Lelaki dalam mimpimu, namanya Kris, dia kakak kembarmu sayang."

Flashback off...

Jujur, Kevin memerlukan waktu untuk menerima fakta itu. Tapi fakta bahwa dia bukan satu - satunya putra sang ibu tidak membuatnya marah. Justru ada rasa rindu dan penasaran yang membuncah dalam dirinya hari demi hari. Sampai dia memutuskan untuk mencari keberadaan Kris. Kevin masih ingat bagaimana ekspresi ibunya ketika mendengar bahwa Kevin akan mencari Kris. Tangisan haru ibunya, senyum lega dan bahagia yang ibunya berikan, serta do'a yang terucap dari ibunya. Do'a agar Kevin segera menemukan keberadaan Kris. Mengingat dia memang kehilangan kabar dari sang mantan suami sejak dua tahun setelah perceraiaan mereka.

Do'a nyonya Wu terkabul. Kevin memang menemukan Kris dalam waktu yang cukup singkat berkat bantuan dari beberapa orang suruhan Kevin. Sayangnya, Kris tidak ditemukan dalam kondisi hidup.

"Ge, apa saat kau pertama kali datang dalam mimpiku, kau berusaha memberitahuku keberadaanmu? Bahwa aku pernah memiliki kakak sepertimu. Dan kau memintaku tetap bersama mama," Kevin menghela nafas. "Terserah apa maksudnya itu, tapi aku berterima kasih padamu ge. Kalau kau tidak hadir dalam mimpiku, kita tidak akan pernah bertemu," Kevin menghela nafasnya. "Tapi kenapa kita harus bertemu dalam keadaan seperti ini? Kau tahu ge, sebenarnya aku sangat penasaran padamu. Aku ingin mengenalmu. Tahu bagaimana sifatmu. Merasakan kembali memiliki seorang kakak. Karena kita nyaris tidak memiliki kenangan satu sama lain kan ge? Kita masih kecil ketika kita berpisah."

"Ah iya, bagaimana kabar ayah ge? Aku juga tidak punya kenangan tentangnya. Apa dia sering mengunjungimu ge? Ge, apa kau bersedia mempertemukan aku dengan ayah juga? Aku merindukannya ge."

Kevin mendongak, dia memang menjadi lelaki yang sangat cengeng ketika harus mengingat tentang keluarganya yang jauh dari kata 'keluarga bahagia'. Selama dia anak - anak bahkan remaja, dia beberapa kali menangis ketika dia merasa sangat merindukan kehadiran seorang ayah. Sepanjang hidupnya, Kevin hanya tahu bahwa ibunya berpisah dengan ayahnya tanpa banyak bertanya tentang alasan dan segala hal tentang ayahnya karena dia pikir itu akan membuat ibunya terluka. Itu sebabnya selama ini dia tidak pernah tahu bahwa sebenarnya dia memiliki seorang kakak kembar laki - laki. Setelah ini, bisa jadi Kevin akan mengangis juga jika harus mengingat sang kakak.

"Ge, kurasa..."

"Maaf, apa anda masih lama?"

Sebuah suara menginterupsi aktifitas Kevin, membuat lelaki itu sedikit terkejut juga kesal. Dia menoleh dan seketika mendapati sosok tampan dengan rahang tegas yang tengah menatapnya dengan pandangan terkejut.

"Kau...siapa?"

Tbc

Another Man (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang