part 14 (end)

45 10 5
                                    

Bintang tidak tega melihat Iva menangis seperti itu. Ia tidak bisa melihat orang yang ia sayang menangis. Tetapi yang bisa ia lakukan hanya menyimak cerita yang keluar dari mulut Iva dan terdiam.

"Ayah dateng ke rumah kalo lagi butuh uang doang. Kadang, dia malem-malem dateng ke rumah dalam keadaan mabuk. Dan memukuli ibu. Lalu, mengambil uang ibu gue. And he's gone."

Iva sudah menangis total. Air matanya yang sedari tadi ia tahan sekarang tumpah semua. Sangat deras. Sampai-sampai membasahi bagian kanan lengan baju Jihan.

"Sampai ketika sekolah kita ikut tanding futsal. Ibu gue ke nyuruh gue buat ke rumah cepet-cepet. Dan ternyata apa? Ayah menceraikan ibu gue. Dengan segala perbuatan dia selama ini dan dengan seenak hatinya menceraikannya,"

Skala memotong ucapan Iva.

"Apa ini ga terlalu private Va? Mungkin lu boleh punya rahasia yang ga orang lain tau. Termasuk kita."

"Iya Va. Kita gak maksa buat lu cerita. Segini aja cukup kok,"bela Garuda.

Iva menggeleng tanda tidak setuju dengan Skala dan Garuda," No, it's okay."

Iva melanjutkan kembali ceritanya,"Gue ngerasa kecewa. Amat sangat kecewa. Bahkan kekecewaan gue ga bisa gue deskripsiin. That's it. Lebay sih. Tapi, itu pengalaman terberat gue. Semoga kalian juga bisa ngerasain apa yang gue rasakan,"ucap Iva, final dengan ceritanya.

"Sesakit itu Va?"tanya Bintang.

"Sesakit itu Bin,"jelas Iva.

"Ada lagi?"tanya Jihan disebelahnya.

"Lu kenapa ga kasih tau kita dari dulu? Mungkin kali lu ngasih tau kita, kita bisa bantuin nyokap lu dan membela beliau,"Garuda angkat suara.

Skala hanya terdiam saja mengingat bahwa ia baru saja berteman dengan mereka beberapa minggu.

"Mau tau alesannya?"

Garuda mengangguk.

"Pertama, gue ga sebahagia kalian. Gue terlahir di keluarga yang biasa aja tanpa bakat apa-apa yang melekat di diri gue. Ga kaya lu Gar. Lu punya Cafe sendiri, bokap yang kaya, dan nyokap yang slalu ada di sebelah bokap lu. Lu pernah kan cerita ke gue, pas bonyok lu berantem dan bokap lu melakukan hal seromantis itu supaya di maafin sama nyokap lu. Bokap gue mana pernah ngelakuin hal itu Gar. Simpel tapi amat sangat bermakna bagi gue yang broken home. Dulu bonyok gue juga seakrab bonyok lu. Tapi apa ujungnya? Kandas,"Iva menarik napas sebentar dan mulai menatap Laskar.

"Gue ga kaya lu Kar. Suara lu bagus, fans dimana-mana. Hidup lu enak. Yang lebih penting, lu hidup di keluarga yang menurut penglihatan gue baik-baik aja. Sering liburan bareng sama keluarga. Gue? Bahkan gue lupa kapan terakhir kali gue liburan sama keluarga yang lengkap."

Sekarang Iva memegang kedua pundak Jihan dan mulai berkata,"Apalagi lu Han. Lu begitu amat sangat bahagia kan bisa jadi pacarnya Bintang. Cowo yang selama ini lu kejar akhirnya membuka pintu hatinya buat lu. Kebahagiaan lu juga kebahagiaan gue. Apapun itu alesannya,"dengan segera Jihan memeluk Iva erat-erat menenggelamkan kepalanya di pundak Iva.

Iva melepaskan pelukannya perlahan dan mengelap air matanya. Dan tidak akan nangis lagi.

"Gue baru kenal Skala dan gua masih belum tau apa-apa tentang lu. Gue cuma bisa doa semoga keluarga lu baik-baik aja ya,"ucap Iva ke Skala di akhiri senyum merekah.

Pukul 10 malam sudah terlewati. Membuat mereka mengantuk dan lelah. Sampai satu persatu izin untuk tidur duluan. Tersisa Iva, Jihan dan Bintang masih di tempat yang sama.

"Gue tidur duluan ya,"izin Jihan.

Ketika Jihan sudah masuk ke kamar, Iva tidak tau harus berbuat apa dan ia tidak mengantuk untuk saat ini. Tetapi apa boleh buat daripada berdua saja sama Bintang di ruang tamu mending Iva nyusul Jihan ke kamar.

NUTS[1]- BintangWhere stories live. Discover now