part 8

41 10 4
                                    

"Apa pendapat ibu tentang ekskul futsal yang ada di sekolah ini? Pendapat ibu tentang prestasi yang telah di raih pemain futsal di sekolah kita?"

Kini Iva dan Bintang sedang berada di ruangan kepala sekolah. Mereka berdua dispen di pertengah jam pelajaran dikarenakan kalau di waktu istirahat atau pulang sekolah Bu Dewi tidak bisa.

Kepala sekolah baru --Bu Dewi itu pun menjawab pertanyaan yang dilontarkan Iva. Dan Bintang yang menulis hasilnya. Terbalik memang tetapi Bintang cinta menulis. Tapi tidak cinta Bu Dewi hehe.

Kembali Iva bertanya,"Pertanyaan terakhir nih bu. Apa harapan ibu untuk sekolah kita di kemudian hari?"

Seperti jawaban pada umumnya tentu sekolah menjadi lebih bagus, dapat mendapatkan prestasi-prestasi yang lain baik dalam bidang akademik atau pun non-akademik.

Iva menengok ke Bintang yang sedang sibuk menulis,"Udah Bin?"

Dengan segera Bintang mengangkat kepalanya,"Sip udah semuanya."

"Makasih bu. Maaf kami ngerepotin sama banyak nanya hehehe,"Iva hanya nyengir saja.

"Saya juga, makasih bu. Aku mah kan ngga banyak nanya ya bu. Aku kan sibuk nulis jadi kalo mau marah, marahin Iva aja soalnya dia banyak nanya."

Bu Dewi hanya tersenyum melihat sikap Bintang.

"Heh!" Ternyata Iva sudah melototi seakan ingin membunuh Bintang sekarang juga.

Dan kembali tersnyum ke Bu Dewi ketika izin untuk kembali ke kelas,"Kami pamit dulu ya bu. Permisi."

Keluarlah Iva dan Bintang dari ruangan Kepala Sekolah. Bintang berjalan mensejajarkan langkahnya dengan Iva.

Iva berhenti--berusaha jauh dari Bintang. Tetapi Bintang ikut berhenti.

Iva jalan.
Bintang jalan.

Iva berhenti untuk yang terakhir kalinya.
Bintang kembali ikut berhenti.

"Apaan sih lo ngikutin gue terus?" tidak tau kenapa Iva sensi sekali sama Bintang hari ini.

"Yaudah gue duluan,"ucapnya enteng sembari berlalu meninggalkan Iva.

"Ga jelas. Haram hwek."

. . .

"Las, anterin balik dong."

Itulah permintaan Iva kepada Laskar. Bukannya manja tetapi tidak tau kenapa Iva mager untuk pulang sendiri. Di tambah Jihan tidak bisa bareng dengannya hari ini.

"Sip," ucapnya singkat.

Kalo bukan temen mah udah gue telen hidup-hidup dah lu, batin Iva.

"Han gue duluan ya sama bang Laskar."

"Oke deh sip,"ucapnya sembari mengancungkan jempolnya.

. . .

Jihan menahan nafas di depannya. Ia sangat grogi. Tidak bisa berkata apa-apa.

"Han,"ucap seseorang di depannya.

"Kenapa?"

"Gue mau minta maaf ke lo. Segala perbuatan gue."

Jihan terbelalak. Tumben sekali. Yup, seseorang itu adalah Bintang.

"Kenapa minta maaf Bin? Lo ga salah apa-apa. Yang ada gue kali yang selama kita berlima sahabatan slalu gangguin lo. Lo pasti udah tau perasaan gue ke lo. Mungkin lo masih belum bisa menerima itu. But. it's okay. Salah gue yang ngga bisa kontrol perasaan gue ke lo."

Jujur ini pertama kali Jihan bisa ngomong sepanjang ini setelah Bintang menjauhinya. Ini kesempatan langka. Dan Jihan tidak akan menyia-nyiakan hal itu.

"Yaaa, tapi ga ada salahnya kan kalo gue juga mau minta maaf?"

Jihan hanya mengulum senyumnya kepada Bintang.

"Oiya, satu lagi."

"Apa Bin?"

Terjadi sejenak. Bintang berusaha berkata namun susah bagi dia untuk melanjutkan perkataannya. Hingga Bintang memberanikan diri untuk berkata...

"Let me love you, Jihan."

Seribu kupu-kupu terbang di dalam perutnya. Tidak tau kenapa ia amat sangat senang. Ya gimana tidak senang orang yang selama ini Jihan kejar-kejar sekarang ia telah berhenti. Bintang telah berhenti untuk menjauhinya. Dan Jihan mendapatkan Bintang yang slalu bersinar di malam hari.

Ini sih kelewat senang bagi Jihan!

NUTS[1]- BintangWhere stories live. Discover now