The End

106 8 8
                                    

Pada akhirnya yang namanya pertemuan pasti ada perpisahan. Dan itu udah jadi hak paten buat setiap manusia. Nggak kenal dia anak siapa, jabatannya apa, aku juga yakin, suatu saat kita akan dipertemukan lagi, dengan keadaan yang baru dan berbeda, yang pastinya dengan suasana yang berbeda.

Astri berjalan dengan tas yang bisa dibilang cukup besar dan berat melekat di punggungnya. Berjalan menuju sebuah bangunan yang menjadi saksi bisu dia dibesarkan, dan dimana ia mulai mengenal cinta-cintaan.

Duduk di kelas 9 bukanlah hal yang menyenangkan menurutnya. Hari-harinya hanya diisi oleh belajar, belajar, dan belajar. Mungkin menjadi yang paling berkuasa di sekolah memang menyenangkan, tetapi menjadi yang paling tekun untuk belajar jauh dari kata menyenangkan.

Bisakah aku phobia terhadap huruf? terlebih angka! pikir Astri.  Dia berdiri, memandang rumah tempat tinggalnya. Sudah berapa tahun semenjak saat itu?

Ia berlari memasuki rumah, kemudian membuka paksa kamarnya. Dia meletakkan tasnya, kemudian mengecek arlojinya,

Ck, jam 4 rupanya, batinnya sembari memutar matanya. Bersekolah di sekolah terfaforit di kota kecil ini memang tergolong berat. Tapi, bayangkan saja, siapa yang tidak ingin bersekolah di sekolah terfaforit sih?

Dia mengobrak-abrik seisi kamarnya. Mencari sebuah buku dimana ia bisa mengingat masa lalu yang pernah ia tulis dengan indahnya. Masa-masa sekolah dasar yang ia rindukan.

Ketemu!! ucapnya dalam hati ketika dia menemukan buku mungil berwarna biru tua bergambar hati. Sungguh sampul yang manis.

Ia membuka halaman pertamanya. 

Jangan dibuka! Punya Astri!

---

Ata membalikkan halaman berikutnya, dia tertawa melihat apa yang pernah ia tulis.

Dear Diary...

Hari ini aku sebeel banget sama temen-temen, masak aku dikerjain. Kan tadi mau les, nah malah pada ngumpetin barang barange aku huhu..

Kan terus pada mau jajan baksonya pak septi, nah sepatunya akutu tak kira di umpetin, akhirnya aku nyeker dan ikut beli baksonya pak septi.

Pas aku jalan ke pak septi, aku ketemu adek kelas. Dia bilang gini, "Mbak, kok nggak pake alas kaki? Kata ustadzah nanti di hukum lho," aku malu banget huhu.

Apalagi, ada kakak kelas SMP, aku kan jadi malu.

Pas mbalek ke kelas, ternyata sepatuku ada di rak sepatu, aku malu sama semuanya. Padahal sebelumnya udah pada bilang kalo sepatuku nggak diumpetin.

Ata tertawa sangat keras, sampai membuat satu-satunya adik yang ia punya melongo, baru saja kakaknya pulang dari pondok, dan sekarang dia gila?

---

Dinta menghentikan tawanya ketika kakak laki-lakinya bertanya padanya. Dinta menjawab, bahwa ia tidak apa-apa, dan dia membalikkan halaman berikutnya,

Hari ini, temen-temen sek cowok pada bilang kalo bayu (pacarku) itu keli di kalen. Aku sedih banget sampek nangis. Tapi pas aku nanya ke bayu langsung, ternyata bayu nggak keli. Kata temen-temen, bayu keli sampe masuk koran, dan aku percaya aja.

Terus sekarang aku udah enggak mau percaya sama temen-temen lagi ah.

Dinta tertawa sampai ia merasakan sakit pada perutnya. Tulisan itu membalikkan lagi memorinya tentang kejadian beberapa tahun yang lalu. Sebelum dia dan Bayu putus.

---

Setelah tawanya berhenti, Fahra membalikkan kembali halaman buku diarynya itu, dibacanya tulisan demi tulisan, kalimat demi kalimat, dan kata demi kata yang bertuliskan menggunakan bahasa alien.

Klz 6A-A.5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang