#3 OSIS

287 113 33
                                    

Morning 07.25 am

Persiapan untuk pemilihan ketua OSIS pagi ini sangat menyibukkan para anggota OSIS, termasuk Avrilla yang sedang mempersiapkan snack untuk para calon ketua dan wakil ketua OSIS.

"Kayaknya pemilihan ketua OSIS kali ini meriah banget yaa" cakap Vrilla.

"Iyaaa bener lo Vrill, apalagi ada Dilla sama Billa yang mau jadi ketua OSIS nya, ya ngga? Pasti bakalan menang deh" ucap Syifa.

"Jangan seneng dulu lo, jangan sok kepedean" ucap Sakha salah seorang kakak kelas yang mendukung Sam pacarnya.

Vrilla dan Syifa hanya terdiam dan menunduk tak berani melihat tatapan tajam Kak Shaka.

"Kenapa nunduk? Takut?" tanya Kak Shaka dengan mata serasa ingin keluar dan membuat badannya condong kedepan.

"Apa lo? Kalau iri gak usah kayak gitu, sportif dong jangan main dibelakang" ucap Billa yang menyambar dari arah belakang punggung Shaka.

"Lo berani sama gue!? Gue kakak kelas lo! Sadar diri dong" ucap Sakha berani.

"Udah-udahhh... kalian apaan sih!? Kayak anak kecil" Dilla datang melerai.

"Nihh satu lagi si biang keroknya, ngapain kesini jangan sok jadi jagoan lo" ucap Sheila anak buah Sakha.

"Apa sihh Kak? Salah saya apa sama Kakak?" ucap Dilla kesal.

"Salah lo? Salah lo banyak sama gue, lo udah rebut Zafran dari gue and now lo mau gebet Gilang juga!?" jawab Sakha kasar tak terkontrol.

Adilla bungkam, menunduk, mata yang berkaca-kaca tak dapat lagi untuk membendung air matanya.

"Masih berani lawan gue?!" ucap Sakha sambil mengangkat dagu Adilla dengan telunjuknya agar dapat menatapnya.

Semua orang yang sedang melihat kejadian tersebut hanya diam, tak dapat berkata-kata. Butiran demi butiran yang tertarik oleh gaya gravitasi semakin menjadi-jadi.

Adilla masih berdiri dalam diam, dan terus menerus mendapat serangan dari Adilla.

Zafran akhirnya datang juga, mau apa lagi kalau bukan nolongi Adilla. Dilla memang salah satu tanggung jawabnya.

"Woyyy udahhh..., lo apain Adilla sampai nangis kayak gini?" bentak Zafran pada Sakha yang langsung membisu.

Zafran pun langsung memeluk erat-erat tubuh Adilla. Air matanya yang tak kunjung berhenti membuat Zafran semakin khawatir. Adilla terlarut dalam kehangatan pelukan Zafran.

"Kamu gak papa, ada yang sakit nggak? Perlu ke UKS?" tanya Zafran panik sambil memegang kedua rahang pipi bawah Adilla.

"Lo bener-bener ya Fran! Gue udah berusaha semampu gue buat narik perhatian lo! Tapi apa lo gak respon sama sekali" ucap Sakha

"Gue tau, lo suka sama gue. Tapi hati gue berkata lain. Hati gue gak bisa lo paksain gitu aja. Nantinya kalau gue terpaksa pasti lo juga yang bakalan sakit hati "jelas Zafran lembut.

"Apa lo sanggup, liat orang yang lo sayangi, lo cintai, lo bangga-banggain sama temen temen lo, gak tulus cintanya sama lo alias terpaksa?" sambung Zafran sedikit tak terkendali.

Sakha diam membisu.

Adilla masih terbungkam dan meneteskan air matanya. Zafran mulai bergegas melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Sakha dan menghampiri tangan Adilla dan mulai pergi meninggalkan Sakha dan teman-teman lainnya. Adilla terasa tertarik oleh magnet yang membawanya ke sebuah tempat yang memiliki pemandangan indah. Keduanya mulai duduk di kursi taman tersebut.

The Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang