Mentari menyapa dari ufuk timur, sinarnya masuk kedalam kamar Adilla melalui celah-celah tirai. Tubuhnya masih dibalut oleh selimut bergambar kupu-kupu. Sampai akhirnya alarmnya berbunyi, menunjukkan pukul setengah enam pagi. Hari ini hari libur. Adilla memang sudah menyetel alarmnya.
Nampaklah seorang gadis dengan muka bantalnya. Tangannya mulai bergerak menekan tombol off. Pandangannya blur, tak jelas. Kepalanya terasa berat. Rasanya ingin terus melekat dengan ranjangnya. Satu dua kali kerjapan pandangannya mulai sedikit jelas. Tapi tetap saja masih blur.
Beberapa menit berkat bantuan jarinya, Adilla dapat melihat dengan jelas. Masih diposisi duduknya ia mengambil benda persegi disamping jam duduknya. Tidak ada notification sama sekali.
Dirinya mulai berdiri membuka jendela kamarnya. Terlihat sang mentari memancarkan senyumnya. Adilla mencetak senyum. Dibalik senyumnya tersimpan rasa sakit yang begitu mendalam.
Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu kamar Adilla, "Bangun Dilla, udah ditunggu Zafran di bawah!"
"Iya ma, bentar lagi Dilla turun" kata Dilla mengiyakan.
Dilla bergegas mencuci mukanya dan meluncur kelantai bawah.
"Lama amat lu, dah laper nih gue" gerutu Zafran.
"Sabar kali kak" jawab Dilla santai.
"Eh- Kak- biasanya lo-gue sekarang Kak" Zafran terkekeh.
"Ya gak papa dong Fran, berarti Dilla makin nganggep kamu sebagai kakak bukan cuma temen," sambung Mamanya.
"Tuhh kata Mama, harusnya bersyukur" Dilla ikut terkekeh.
"Udah-udah sarapan dulu sekarang!" saran mamanya.
Dilla dan Zafran bertatapan kemudian tertawa, entah apa yang ada dipikiran keduanya. Mungkin mamanya? Diruang makan kembali terisi tiga insan. Semua makan dengan lahap dan selalu diiringi canda tawa. Hingga ditengah tengah perjalanan makannya. Adilla tersedak.
Uhukhuk ( btw ini ceritanya suara batuk :D)
"Minum nih" ucap Zafran sambil menyodorkan minum kedepan wajah Adilla.
Tiba-tiba Zafran mengetahui sesuatu, "Idung lo berdarah, lo mimisan lagi"
"Ya ampun Dilla, nih tisu lapin dulu darahnya," ucap Mamanya.
Warna kulitnya berubah menjai pucat pasi. Badannya menjadi dingin. Adilla seakan-akan mulai hilang pandangan. Zafran pun membantu Adilla untuk kekamarnya, tapi karena kamar Dilla diatas, jadinya dibawa kekamar Mamanya. Sesegera mungkin Mamanya menghubungi dokter. Sekarang Dilla benar-benar hilang pandangan. Alam sadarnya hilang. Sekarang Dilla berada tepat dipelukan Zafran. Darahnya tetap mengalir menghiasi swater putih milik Adilla.
Mamanya membukakan pintu kamarnya. Dilla tak sadarkan diri. Seperti tertidur lelap. Nafasnya sangat lembut berhembus. Tak lama kemudian suara ambulance terdengar ternyata sang dokter datang.
Sang dokter mulai memeriksa keadaan Adilla. Zafran dan Mamanya tetap cemas memikirkan Adilla.
"Gimana dok, keadaan adek saya?" tanya Zafran panik.
"Bisa kita bicara diluar?" kata dokter.
"Oh- boleh dok silahkan" ujar Mamanya.
Mereka berjalan beriringan menuju ruang tamu.
"Jadi gimana dok?" tanya Mama yang berusaha tenang.
"Anak ibu pernah menderita penyakit kanker?" tanya sang Dokter.
"Dulu pernah dok, pas waktu SMP sekitar umur 14 tahun" jelas wanita paruh baya itu.
"Mungkin penyakit anak ibu kambuh lagi, mungkin untuk beberapa hari kedepan anak ibu harus rawat inap di rumah sakit" kata dokter.
Mamanya memeluk Zafran dengan isak tangisnya.
"Jadi bisa tanda tangan disini untuk menyetujui bahwa anak ibu akan dirawat di rumah sakit" kata dokter.
Zafran yang menandatangani surat itu. Lalu Mamanya segera mengemas sedikit baju-baju milik Adilla serta perlengkapan lain untuk dibawa ke rumah sakit.
Setelah semuannya selesai. Mamanya menemani Adilla yang belum sadarkan diri diambulance. Sedangkan Zafran pergi dengan mengikuti dengan mobil.
*****
Sirine ambulance tiba di rumah sakit. Sesegera mungkin Adilla ditangani dan dibawa ke ruang UGD. Ia masih tak sadarkan diri. Apalah daya Zafran dan Mamanya hanya seorang manusia yang diberi nasib seperti ini.
Mamanya terisak tanpa suara. Entahlah, mungkin pikirannya tak tertata sama sekali. Zafran pun demikian, namun dia berusaha kuat didepan Mamanya, walaupun sebenarnya hatinya menangis menggebu-nggebu.
Sang Dokter keluar dari ruang UGD.
"Gimana Dok keadaan adek saya?"
"Ehm- Adilla perlu dirawat beberapa hari kedepan, sampai sekarang dia belum sadar, Jadi tolong bersabar, ini ujian" jelas Dokter.
"Boleh kami masuk?" tanya Mama masih dengan isak tangisnya.
"Silahkan. Tapi jangan diganggu dulu,"
"Baik Dok"
Zafran dan Mama mulai memasuki ruangan UGD. Terlihat gadisnya sangat pucat dan lemah. Keduanya mulai menghampiri dan duduk disebelah samping ranjang.
Kedua mata Mama menatap Zafran, begitu juga sebaliknya. Hanya selang beberapa detik lalu kembali memutar kepalanya menuju arah Adilla yang sedang tertidur pulas.
*****
Aloha aku update lagi... Walaupun hanya sedikit tapi ini berharga, hehe
Makasih masih ngikutin sampai sini, semoga yang baca tambah banyak.
Jangan lupa vomment ya, makasihh
![](https://img.wattpad.com/cover/97522132-288-k723284.jpg)