12. Unsaid Goodbye

2K 353 130
                                    

Devan

Setelah malam itu, semua berlangsung cepat. Sehari sebelum cuti gue berakhir, gue dipanggil ke pengadilan untuk melakukan tahap awal proses perceraian kami. Ternyata Eya benar - benar serius dengan keputusannya dan nggak ada satu pun yang bisa menghentikannya, termasuk keluarganya sendiri.

Waktu itu, waktu pertama kali gue menginjakan kaki di pengadilan yang bahkan nggak pernah sekali pun terlintas di benak gue, gue akan kesana, gue lihat Eya baru turun dari mobilnya bersama Papa Dio, bang Dani, yang entah sejak kapan sudah kembali ke Jakarta dan satu lagi orang yang sama sekali nggak gue harapkan kehadirannya di sana, orang itu, Adit. Dengan santainya berjalan di samping Eya, sambil merangkul pinggang istri gue itu. Sesekali mereka mengobrol yang ditanggapi Eya hanya dengan anggukan.

Gila ya, ngeliat mereka kayak gitu hati gue tuh sakiiiit banget. Nyesek banget. Tapi lebih nyesek lagi karna gue nggak bisa berbuat apapun. Tau nggak sih, rasanya kayak lo lagi gatal tapi nggak bisa garuk. Kesel sendiri jadinya.

Tapi gue masih ingat banget ketika gue dan Eya berpapasan di parkiran selesai persidangan, entah cuma halusinasi gue doang atau emang beneran, sekilas gue melihat Eya tersenyum. Iya, senyum ke gue. Senyumnya masih sama, selalu bisa bikin gue deg - degan.

Gue hanya dapat hadir di tahap pertama karna besoknya gue harus kembali lagi bertugas dan selebihnya semua diurus oleh kuasa hukum gue. Jadi, hari itu, ketika Eya senyum ke gue adalah terakhir kalinya gue melihat Eya. Tepat dua bulan dua minggu yang lalu.

Oh iya, ngomong - ngomong, Bunda gue belum tau masalah ini, bahkan sampai akta cerai gue keluar, beliau masih belum juga tau. Gue sengaja meminta Ayah merahasiakannya, sampai nanti gue yang memberitahunya secara langsung. Gue khawatir Bunda yang memiliki riwayat darah tinggi akan stress kemudian sakit. Mengingat Eya adalah menantu satu - satunya dan yang paling ia sayang, bahkan mungkin Bunda lebih sayang Eya dibanding gue

Maafin Devan, Bun. Gara - gara Devan, Bunda harus kehilangan menantu Bunda.

Eya, dimanapun kamu sekarang. Meskipun keadaan kita nggak akan kembali seperti dulu. Aku harap kamu baik - baik aja, Ya.

Gue masih memperhatikan foto akta cerai yang waktu itu dikirim kuasa hukum gue. Ini beneran kenyataan, man!

Gue masih nggak nyangka, pernikahan gue dengan Eya yang masih begitu muda harus berakhir. Banyak mimpi - mimpi yang bahkan belum sempat gue wujudkan bersama Eya. Malah ada belum sempat gue sampaikan pada Eya. Salah satunya masalah cafe yang sempat gue lupakan itu.

Tadi, ketika gue baru aja landing di Singapura, gue dapat kabar kalau cafe yang waktu masih dalam pengerjaan sudah siap beroperasi sebulan lagi. Berarti dua minggu sebelum kontrak gue berakhir.

Hebat ya, semua kabar datang langsung barengan gini. Mau bunuh gue apa gimana sih. Pertama gue resmi cerai, kedua cafe udah mau jadi dan ketiga peringatan kalau kontrak gue akan segera berakhir. Gila, sebutan pilot sebentar lagi akan lepas dari diri gue. Good!

Oh iya, tau nggak sih lo sekarang gue lagi di mana terus ngapain?

Gue lagi di kamar mandi. Bershower. Udah jangan ditanya kenapa. Orang lagi sedih mah bebas.

Oh iya, gue masih boleh mengkhayal nggak sih?

Bolehin aja ya?

Tega amat lo kalo nggak ngebolehin.

Ingatkan waktu gue bilang kalau gue nggak memperpanjang kontrak dan memutuskan untuk mulai usaha kuliner aja?

Iya, waktu mengambil keputusan itu, udah terbayang di benak gue ketika nanti cafe itu udah jadi dan siap beroperasi gue akan selalu melihat Eya makan siang di sana. Gue udah bilang belum sih kalau cafe itu letaknya dekat sama kantor Eya? Iya, selain biar gue bisa antar jemput Eya setiap harinya, juga supaya setiap makan siang Eya nggak harus jauh - jauh cari makanan. Karna selama ini yang gue tau, Eya tuh males banget makan makanan kantin kantornya yang ngebosenin. Jadi, nanti gue akan selalu bisa masakin makan siang untuk Eya. Sambil kita ngobrol di ruangan gue, gue bisa liat Eya makan makanan gue dan gue bisa liat ketawanya yang cantik itu. Setiap hari.

Sedih banget sih gue ingetnya. Tambah sedih karna harus menyadari kalau itu hanya akan jadi khayalan gue doang.

Ini nanti pas penerbangan terakhir apa gue jatuhin aja ya pesawatnya biar gue mati sekalian. Eh tapi nanti dosanya gede banget nggak sih? Gue belum siap mati juga, masih mau ketemu Eya :( Masih boleh nggak sih?

.....

Elea

Aku resmi cerai dengan Devan, sesuai dengan keinginanku. Tapi kenapa rasanya belum juga lega? Masih ada sesuatu yang mengganjal dalam hati, yang aku sendiri nggak tau apa itu.

"Le, makan siang yuk"

Aku mendongak dan mendapati Adit berdiri di ambang pintu ruanganku. Adit ini, entah hanya perasaanku saja atau memang benar Adit menjadi semakin perhatian semenjak aku bilang kalau aku dan Devan akan bercerai. Adit bahkan rela ambil cuti untuk menemaniku datang ke setiap persidangan. Aku sudah sering kali menolaknya, tapi bukan Adit namanya kalau tidak keras kepala.

"Le, malah bengong. Ayo!"

Aku mengangguk dan segera membereskan kertas - kertas yang masih berserakan di atas meja dan menyusul Adit. Ternyata ada Dinda juga di sana.

"Gue nggak apa - apa kan ikut kalian?" tanya Dinda begitu gue keluar ruangan.

"Yak nggak apa - apa dong, Din. Memangnya kenapa?" jawabku sambil meraih tangan Dinda dan menggandengnya.

Nggak ada yang berubah antara aku dan Dinda meskipun waktu itu sempat ada kejadian kurang mengenakan antara kami. Tapi beruntung, Dinda bukan orang yang suka memperbesar masalah. Jadi, semua yang terjadi hari itu dilupakan saja olehnya.

"Jadi.. kita mau makan apa ibu - ibu?" tanya Adit begitu kami sudah masuk ke dalam mobilnya.

"Ayam geprek gimana?"

"Tumben amat, Le. Biasa juga maunya soto ayam" ucap Adit.

Aku mengedikan bahu, "Nggak tau. Lagi pengin banget dari kemarin"

"Ngidam, Le?" ujar Dinda yang aku tau hanya bercanda.

"Hamil anak godzilla dia, Din. Dari kemaren makannya nggak kira - kira" timpal Adit yang sukses mendapatkan cubitan dariku.

"Ye sialan lo!"

.

.

.

To be continued..

Nggak tau harus ngomong apa. Mau kabur aja. Bye!

Jangan ikutan kabur! Komen dulu! wkwkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan ikutan kabur! Komen dulu! wkwkwk

Aku tau kalian cukup paham dan bisa nebak apa yg selanjutnya terjadi wkwk

Nih @sehelai aku kabulkan permintaan kamu wkwk

Btw, aku senang sama komentar komentar part lalu huhuhu panjang - panjang. Part ini lagi donggg wkwk

I For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang