19. Kenyataan

2.3K 336 60
                                    

Pulanglah..
Jadikan aku sebagai satu - satunya rumahmu. Bukan salah satunya.

......

Devan

Hanya butuh satu pertanyaan dari Eya yang membuat gue pada akhirnya menceritakan semuanya pada istri gue itu. Eya hanya menatap gue dalam diam, mungkin berusaha mencerna setiap kalimat yang terlontar dari mulut gue. Yang gue perhatiin beberapa kali Eya mengerjapkan matanya, berusaha menghalau air mata yang menggenang di kedua sudut matanya. Terlihat jelas juga Eya yang mati - matian berusaha mengontrol wajahnya agar terlihat sesantai mungkin, tapi jangan lupa fakta bahwa gue sangat mengenal Eya lebih dari siapapun juga di dunia ini. Kecuali kedua orang tuanya, mungkin.

Gue bercerita pada Eya gue yang sebenarnya udah memutuskan untuk berhenti jadi pilot bahkan sebelum Eya meminta cerai sekitar 4 bulan yang lalu. Gue menceritakan bahwa keputusan itu gue ambil demi Eya. Demi bisa bersama dengan Eya lebih lama tanpa harus pusing memikirkan jadwal penerbangan yang harus memisahkan gue dan Eya berbulan bulan.

"Kalau kamu tanya gimana perasaan aku ke kamu, jawaban masih sama, Ya. Rasa sayang aku, rasa cinta aku ke kamu gak pernah berubah sedikitpun. Bahkan setelah semua yang terjadi pada kita. Aku masih sayang sama kamu. Aku masih cinta sama kamu"

Gue menarik napas panjang. Capek juga cerita panjang lebar begini ternyata. Mana gue juga belum makan siang. Laper.

"Tapi perempuan itu?" tanya Eya pelan hampir gak terdengar. Gue paham nih, Eya pasti salah paham tentang gue dan Keira.

"Dia Keira, temen aku waktu SMA dulu. Aku sama dia gak ada hubungan apa - apa, Ya. Dia cuma numpang di rumah sampai suaminya datang jemput dia dan anaknya."

"Dia tinggal di rumah kita?" Eya sempat terdiam beberapa detik sebelum akhirnya meralat ucapannya. "Maksud aku, dia tinggal di rumah kamu?"

Bilang gue norak, tapi beginilah keadaannya. Kalo kata remaja yang baru kenal cinta, gue merasa ada ratusan bahkan ribuan kupu kupu berterbangan di perut gue saat Eya mengatakan kata 'kita'.

"Dia tinggal di rumah kita. Tapi aku sama sekali gak pernah mengizinkan dia masuk ke kamar kita. Karna satu satunya perempuan yang aku izinin untuk masuk ke sana cuma kamu, Ya."

Baik gue dan Eya kembali terdiam. Sampai akhirnya gue teringat satu hal yang selalu ingin gue tanyakan pada Eya.

"Ya, anak ini— anak kita kan?" tanya gue sembari melirik perut Eya.

Eya sempat terdiam dan berpikir sejenak, membuat gue beneran deg - degan nungguin jawaban Eya yang sebenernya gue yakin jawabannya adalah iya.

Lalu, tau - tau Eya mengambil telapak tangan gue dan meletakannya di atas perutnya yang dilapisi baju. Dan kalian harus tau gimana rasanya hati gue saat itu. Rasanya hati gue mau meledak saking senengnya, ditambah mendengar jawaban yang keluar dari mulut Eya.

"Iya, ini anak kita. Emangnya kamu pikir anak siapa lagi" jawabnya halus sambil menatap kedua mata gue.

Ya Tuhan... Gue lagi mimpi gak sih nih?

......

Adit

Ini kalo bukan karna keinginan Elea, gue ogah banget nih nunggu lama di restoran ini. Lagian Elea aneh - aneh aja ngidamnya. Kenapa harus sesuatu yang berhubungan sama Devan? Anaknya kangen kali ya sama bokapnya. Gak, gak boleh. Anak itu bakalan jadi anak gue dan Elea bukan anak Elea dan Devan. I'll make it as soon as possible.

Lagian ngapain si Devan itu pake muncul lagi? Bukannya harusnya dia sibuk keliling dunia bareng pesawatnya tuh? Kenapa sekarang jadi buka restoran di sini. Mana deket kantor lagi. Gimana kalo bikin Elea jadi gagal move on. Tapi gak mungkin sih kayaknya. Masa Elea mau baca buku yang sama dua kali. Mending baca buku baru bareng gue kan.

Sebentar deh, ini hampir sejam kenapa pesanan gue belum juga dateng ya? Karna nggak sabar, gue panggil salah satu pelayan yang saat itu lagi nganter makanan di meja sebelah gue.

"Sorry, pesanan gue belum jadi juga? Udah hampir sejam, keburu pacar gue kelaperan"

Bukannya menjawab, pelanan itu justru menatap gue dari ujung kaki sampai ujung kepala tanpa berkedip. Ini pelayan naksir sama gue apa gimana? Ya gue tau gue ganteng sih, tapi ngeliatinnya kan nggak harus segitunya juga. Coba Elea yang natap gue begitu. Indah banget kali ya hidup gue.

"Aku Ciara. Kamu yang namanya Adit ya?"

Pertanyaan tiba - tiba pelayan itu membuat khayalan gue bubar. Lah, ini cewek kok kenal gue?

......

Elea

Aku bingung. Iya tau, aku bingung terus dari dulu emang. Tapi gimana nggak bingung, tiba - tiba Devan datang dan kasih tau aku semuanya. Semua fakta yang bahkan selama ini aku nggak tau.

Mulai dari Devan yang ternyata sudah berhenti jadi pilot demi aku. Sampai perempuan yang aku kira istri baru Devan.

Semua fakta itu aku baru aku ketahui sekarang. Dan entah, fakta ini adalah kabar baik atau kabar buruk untukku. Mungkin akan menjadi kabar sangat baik kalau Devan memberitahuku sebelum semuanya terjadi

Tapi, kenapa Devan baru bilang padaku sekarang? Kenapa nggak dulu sebelum perceraian kami benar - benar terjadi? Kenapa saat semuanya sudah terlanjur seperti ini, Devan baru mengatakannya?

Devan, kenapa kamu harus merelakan pekerjaan kamu yang juga cita - cita kamu dari kecil. Kenapa kamu harus ngelakuin itu semua demi aku? Padahal aku udah egois. Aku udah jahat sama kamu. Aku sama sekali nggak mikirin perasaan kamu waktu itu.

Devan, aku mengelus rambut Devan yang saat ini sedang tertidur dengan posisi duduk dan memeluk sebelah tanganku.

Devan, kenapa kamu harus hadir dan memperumit perasaan aku lagi. Dan kenapa hati aku masih berdebar saat kamu bilang kamu masih sayang aku?

"Devan.. aku harus apa?" bisikku pada Devan, meski tau Devan tidak akan mendengarnya.

......

Adit kembali ke rumah sakit satu jam setelahnya dengan raut wajah yang sulit di artikan. Kedua rahang pria itu mengeras dan langkahnya terlihat terburu - buru. Baru membuka pintu ruang rawat Elea, langkahnya terhenti saat mendapati seseorang menggantikan posisinya di samping Elea yang sedang tertidur.

Meski tidak melihat wajah lelaki itu, tapi Adit sangat mengenali sosok itu. Devan. Saingan terbesarnya. Lelaki itu tengah tertidur dengan posisi memeluk tangan Elea.

Tidak ada yang menyadari kehadiran Adit bahkan saat Adit berjalan masuk dan meletakan bungkusan berisi makanan permintaan Elea di meja, tidur keduanya sama sekali tidak terusik.

Adit melangkah mendekati Elea dan mengecup kening Elea dengan lembut. Sepersekian detik, Adit menatap wajah Elea dan menyadari wajah Elea tidak sepucat sebelum ia tinggal tadi.

"Aku sayang kamu, Le" bisik Adit sambil mengelus rambut Elea, lalu berjalan keluar.


.

.

to be continued...

kecepetan nggak sih aku update lagi hari ini? wkwkwkwk

p.s : next chapter aku private lagi ya? hehehehehe terus please banget jangan minta aku untuk menulis lebih panjang karna aku nggak bisa T.T ayo ayo aku tunggu komen dari kalian

I For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang