21. Not the Ending

5K 426 81
                                    

Sebab, jika memang milikmu sejauh dan kemana pun kamu pergi, jarak dan rindu nggak akan pernah mampu menjadikan satu menjadi dua.

--

"Saya terima nikah dan kawinnya Tatjana Elea Wirawan binti Pramudio Wirawan dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai"

Dengan satu tarikan nafas, Devan kembali dengan yakin mengucapkan kalimat itu dengan lantang. Meski hanya disaksikan keluarga kedua 'pengantin baru' itu, namun tidak mengurangi rasa haru di ruangan itu. Apalagi untuk Elea yang sedari tadi sudah menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Siap tumpah kalau saja Devan tidak tau tau menangkup pipinya dan mencium bibir Elea di hadapan keluarga mereka.

"Eh eh... main sosor anak Papa aja kamu, tanda tangan dulu itu baru bawa Eleanya ke kamar" tegur Papa Dio membuat satu ruangan tertawa dan baik Devan juga Elea bersemu malu.

Ini bukan akhir dari kisah Elea dan Devan, ini justru adalah awal mula kehidupan baru mereka yang bisa dikatakan kembali bahagia. Namun, nggak ada satupun manusia di muka bumi ini yang bisa memastikan kalau hidup mereka akan bahagia selamanya. Karna kalau bahagia terus bukan hidup namanya. Tapi, kedepannya apapun rintangan yang akan mereka hadapi, keduanya sudah belajar untuk menghadapinya bersama - sama. Hujan yang kemarin mengguyur menjadikan mereka pribadi yang akan selalu sedia payung.

Satu persatu masalah selesai dengan caranya masing - masing. Mulai dari Keyra yang resmi bercerai dengan suami bule-nya seminggu setelah anak pertamanya keluar dari rumah sakit. Dan keduanya menetap di rumah orang tua Keyra yang beruntungnya masih mau menerima anak semata wayangnya itu.

Adit juga kini terlihat lebih baik di Jepang. Rutin, lelaki itu mengirimkan kabar sekaligus memamerkan fotonya bersama wanita - wanita rekan kerjanya di Jepang di grup chat yang ia buat bersama Elea, Devan dan Dinda.

"Jadi gini ya Le rasanya diikutin mulu sama orang yang suka lo tapi lo gak suka. Btw, sukses ijab kabulnya hari ini bro, sis"

Pagi - pagi sebelum ijab kabul Devan dan Elea dimulai, ternyata Adit mengirim sebuah pesan sekaligus doa di grup mereka sekaligus fotonya dengan wanita Jepang yang katanya selalu mengikuti Adit seperti ia mengikuti Elea dahulu.

Elea hanya tersenyum membacanya, belum sempat membalas, seseorang sudah lebih dulu memeluknya dari belakang. Melingkarkan tangan di perutnya.

"Kamu kok belum ganti baju? Nggak gerah emang?" hembusan suara Devan sangat terasa di leher Elea.

Keduanya memang sudah masuk kamar, oraang tua mereka meminta Elea segera istirahat karena Elea tadi mengeluh lelah.

"Kamu lama banget di kamar mandi gimana aku mau ganti baju"

"Kan bisa bareng - bareng di kamar mandinya" goda Devan sambil mencium lekukan leher Elea membuat wanita itu bergidik dan langsung melepaskan diri dari Devan.

"Ngomong tuh sana sama guling aja" Elea mendengus kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

"Kan nanti malem kamu jadi gulingnya aku"

Sayup - sayup Elea masih mendengar suara Devan dari dalam kamar mandi. Ia memandang pipinya yang sudah semerah tomat dari pantulan cermin. Cepat - cepat Elea membasuh wajahnya. Berharap semburat merah jambu di pipinya segera menghilang beserta degup jantungnya yang terlalu cepat itu.

Sudah lama tidak berada di kamar yang sama dengan Devan membuat Elea merasa.... aneh? Apalagi saat melihat lelaki itu sudah memenuhi kasur mereka dengan tubuhnya yang terbaring di tengah - tengah kasur.

Haruskah Elea membangunkan Devan dan meminta suaminya itu bergeser? Tapi kalau Devan bangun bisa - bisa Elea kembali menjadi korban godaan Devan.

"Aish, kenapa kayak pengantin baru aja sih" gerutu Ela saat merasakan jantungnya kembali berdegup cepat.

Elea akhirnya duduk di pinggir ranjang dengan tubuh membelakangi Devan yang masih tertidur pulas. Mengambil ponselnya dan berusaha menyibukkan diri sambil menunggu Devan menggeser tubuhnya. Belum ada lima menit, Elea memang merasakan tubuh Devan bergeser karena kasur yang tiba tiba bergerak. Tapi bukan bergeser untuk memberi ruang untuk Elea tidur, Devan justru kembali memeluk Elea dari belakang.

"Gulingnya aku udah selesai ganti baju ya" ucap Devan seraya mengelus perut Elea dari belakang. Tangan nakal Devan perlahan masuk ke dalam baju tidur yang Elea kenakan dan mengelus permukaan perutnya dengan lembut. Hal itu tentu membuat jantung Elea kembali berdegub semakin kencang.

"Devan aku mau bobo" ucap Elea pelan berharap Devan segera menghentikan aksinya.

"Yaudah ayo bobo, siapa yang ngelarang" ucapnya sambil tertawa pelan.

Elea mendengus dan mendorong tubuh Devan dan segera berbaring membelakangi Devan.

"Tidurnya jangan ngebelakangin aku gitu dong, Ya. Kan mau mandang wajah kamu semalaman" ucap Devan sambil mencolek - colek punggung Elea.

Menghela nafas panjang, Elea mengubah posisinya menjadi telentang menghadap langit langit kamar.

"Aku mau-nya kayak gini. Kamu masih bisa liat samping muka aku. Jangan protes" ucap Elea sok galak sambil memejamkan matanya.

Beberapa detik hening, Elea pikir Devan sudah tertidur. Tapi tau tau Elea merasakan seseorang mengangkat sedikit kakinya dan meletakannya di atas sesuatu yang empuk. Elea menebak itu adalah bantal. Setelahnya, Elea merasa ada pijitan lembut di sebelah kakinya.

Elea membuka matanya dan mendapati Devan sedang memijat kakinya.

"Devan, kamu ngapain?" tanya Elea pelan membuat Devan menoleh padanya.

"Lho kok kamu bangun? Pijatannya gak enak ya?" Devan balik bertanya.

"Bukan, pijitan kamu enak. Tapi kamu harusnya istirahat juga"

Devan masih memijat kaki Elea, "Tapi aku denger kamu ngeluh capek tadi" jawab Devan seadanya membuat Elea tertawa kemudian menarik lelaki itu agar ikut berbaring bersamanya.

Elea membenamkan kepalanya di dada Devan dan memeluk lelaki itu erat meski sedikit terhalang perutnya yang sudah sedikit membesar.

"Capeknya aku udah ilang kalo udah sama kamu" ucap Elea di sela sela pelukannya.

Devan tidak bisa tidak tersenyum mendengarnya, "Kebanyakan gaul sama Adit nih jadi gombal" candanya.

Elea melepaskan pelukannya pada Devan memandang lelaki itu kesal.

"Kok bawa - bawa Adit sih?"

Devan tertawa, "Kok sensi sih? Kangen ya sama penggemar kamu itu?"

"Ish, Devan apaan sih. Nggak lucu tau" ucap Elea sambil mencubit lengan Devan dengan keras.

Devan menangkup pipi Elea dan mengecup bibir wanita itu berkali kali, "Jangan cemberut gitu dong. Kamu makin gemesin kalo cemberut gitu. Nanti saya jadi nggak tahan buat nyerang kamu"

"Nyerang - nyerang emang lagi perang"

"Perang di kasur, sayang" goda Devan sambil menggerlingkan matanya.

"Tau ah. Aku mau bobo" kesal Elea sambil kembali menutup matanya.

Melihat itu Devan kembali tertawa. Devan merindukan saat - saat seperti ini. Saat ia bisa menggoda Elea sebelum tidur hingga wanitanya itu merajuk seperti sekarang. Ah, Devan berharap bisa selamanya melalukan ini pada wanitanya.

Dengan lembut, Devan mengelus pipi Elea yang terlihat semakin chubby semenjak hamil.

"Eya, makasih udah mau kembali ya?" ucap Devan lembut.

Elea mengangguk, tanpa membuka matanya, Elea bergumam, "Aku sayang kamu, Devan. Jangan tinggalin aku lagi"

Lama Devan mengecup kening Elea sebelum akhirnya mengecup bibir Elea membuat wanita itu tersenyum. Tangannya terulur mengusap perut Elea, mencurahkan kasih sayangnya pada calon bayi mereka yang sekitar tiga bulan lagi akan terlahir ke dunia.

"Aku juga sayang kamu, Ya. Dan aku janji nggak akan pernah ninggalin kalian apapun yang terjadi. Aku janji, Ya"

.

.

.

.

Selesai.
31/12/17

Komen dong komen.
Terakhir nih! wkwk

I For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang