BAB 13

4.9K 432 10
                                    


Aku belum bisa menguasai diriku saat puteraku George terbangun dari tidurnya, sambil mengusap matanya dia berjalan mendekatiku.

"Are you OK momy?" ya Tuhan aku tidak ingin dia melihatku dalam kondisi seperti ini. segera kuhapus air mataku. "Hai superhero." Aku tersenyum palsu padanya. "I heard you scream." Dia mendengarku berteriak tadi, saat aku masih menelepon Mr. Jung. "Why did you cry momy?" Aku mengengongnya duduk di meja makan "You hungry?" aku mengalihkan perhatiannya.

"You don't wanna tell me why d you cry?" oh dia seperti orang dewasa,perhatiannya tak mudah di alihkan. "I miss your Grand ma." Aku berbohong. "Oh,... don't cry, we can go to Jakarta this weekend." Dia mengusap wajahku. Oh puteraku, aku harus bertahan untukmu.

***
Aku tidak bisa lepas dari ponselku, tapi saat ini belum ada yang bisa memberiku informasi apapun, Evelyn belum berada di rumahku, Fernando dia bahkan tidak tahu rencana ini, Erick, aku juga belum pernah memperkenalkannya pada Anne.

Aku hampir mati penasaran di sini.

Bagaimana kondisi isteriku? Bagaimana kondisi puteraku?

Oh rasanya aku terjebak dalam permainan yang kuciptakan sendiri.
***
Aku butuh bantuan Evelyn, aku harus mengantar George untuk menginap di rumahnya. George tidak boleh tahu soal ayahnya, setidaknya sampai semuanya jelas. Aku juga tidak boleh terpuruk, aku harus bisa megkonfirmasi berita ini secepatnya.

"Ready?" Aku membawa puteraku masuk ke dalam mobil. Aku harus segera sampai di rumah Evelyn, lalu bergegas ke Changi Airport, aku akan mencari suamiku sampai ke Portlad, entah dimana itu, tapi aku harus kesana. Meski aku belum pernah ke tempat itu, bahkan ke benua itu, tapi aku harus bisa menemukan suamiku, dia pasti butuh pertolongan segera.

***

Kami hampir sampai di rumah Evelyn saat tiba-tiba sebuah truk pengangkut barang memotong jalan kami, aku membating setirku ke kanan. Entah mengapa aku masih sempat berpikir bahwa puteraku berada di sisi kiri, jika aku membanting stirku ke arahnya, kemungkinan mobil kami akan membentur pembatas jalan.

Tapi keputusanku membanting ke sisi kanan juga bukan keputusan yang baik, karena mobil kami ditabrak dari belakang dan terdorong beberapa meter kedepan. Kupelaskan stirku, aku hannya berusaha memeluk puteraku agar dia tidak membentur dashboard.

Aku mendengar bunyi klakson begitu nyaring, bukan hanya satu, tapi banyak, banyak sekali suara klakson.

"Momy.." Aku masih bisa mendengar suara puteraku dalam dekapanku. Aku sempat melihat wajahnya, dia tak terluka, syukurlah. Beberapa orang keluar dari mobil mereka dan berusaha mengeluarkan kami dari dalam mobil. Kulihat puteraku menangis dipelukan seorang wanita saat tubuhku di angkut masuk kedalam ambulance yang datang tak lama setelah kejadian.
Aku merasakan sekujur tubuhku sakit, bahkan ketika orang-orang itu mengangkatku masuk kedalam ambulance.

Aku merasakan nafasku mulai sesak, meski aku sudah di bantu dengan oksigen.

Saat ini yang ada di dalam kepalaku hanya puteraku, dan suamiku. Oh mengapa aku begitu ceroboh, Abi pasti akan sangat marah jika dia tahu bahwa aku membahayakan kondisi puteranya.

"I can't breathe." Aku mengatakan pada petugas medis dalam perjalanan menuju rumahsakit.

"Don't be panic, take a deep breathe. You will be ok." Dia menggengam tanganku, meremasnya. Oh aku seperti mendapat kekuatan, aku merindukan seseorang melakukannya untukku.

 
***

Aku selesai mandi, mengirim email pada Mr. Jung untuk beberapa urusan pekerjaan. Dia juga sudah memberitahuku bahwa kabar tentang hilangnya hellikopter yang membawaku sudah sampai di telinga isteriku. Mr. Jung juga menceritakan tentang reaksi Anne, dan aku juga di buat hampir menangis mendengar ceritanya. Sayang, aku tahu kau wanita yang kuat. Kau pasti bisa melewati, ini hanya untuk sementara.

Abraham Salim (Book 3) #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang