BAB 11

6.8K 439 19
                                    


Siang ini aku baru saja bertemu kolega untuk makann siang di Marina Bay Sand, saat seoranng pria menegurku "Mr. Salim?" Aku menoleh, dan begitu terkejut karena pria itu adalah rekananku, tapi sudah lama sekali kami tidak bekerjasama "Oh hai, Mr Salihin. What are you doing here?"

Akhirnya kami memutuskan untuk duduk meminum kopi sebentar. Lagipula hari ini jadwalku lonnggar, jadi tidak terlalu masalah jika aku mengobrol dengannya beberapa saat. Rupanya dia sedang berobat, dia di diagnosis Cancer satu tahun lalu, dan sekarang stadium dua, setelah sebelumnya sempat di nyatakan sembuh.

Satu yang aku ingat dari obrolan kami kali ini, adalah kalimatnya tentang tugas isteri " we must prepare our wife for the worst situation." Kalimat itu terngiang-ngiang di telingaku. Bagaimana jika aku mendadak sakit, atau meninggal? Bagaimana dengan George dan Anne? Bagaimana mereka bisa bertahan hidup jika aku meninggalkan mereka tiba-tiba? Bagaimana kalau ternyata aku mengidap suatu penyakit berat tanpa kusadari? Atau terlibat kecelakaan?

Anne, Anne isteriku harus bisa melanjutkan hidupnya, dia harus bisa menjaga George, dia juga harus bisa melanjutkan bisnisku. Anne harus belajar untuk itu semua.

***

"Something wrong Mr. Salim?" Aku bergelayut di pelukannya, sudah cukup larut, tapi suamiku tak juga bisa terlelap.

"Ehem.." Dia menjawab tapi aku tak tahu apa arti jawabannya itu.

"What is going on?" Aku mendongak menatapnya, tapi tatapannya kosong.

"Sayang..." dia membuka suara setelah cukup lama aku menunggu "Aku akan mengalihkan beberapa usahaku atas namamu."

Mataku melotot, aku segera menarik diri darinya " Mr. Salim, kau bisa mengisi rekeningku sampai sesak, tapi mengalihkan usahamu atas namaku, itu berlebihan." Aku menautkan alisku tak percaya.

"Ini demi George."

Tidak masuk akal, apa yang ada di dalam kepala suamiku saat ini? " Mr. Abraham Salim, mengapa kau begitu aneh malam ini?"

"Tidak, aku tidak aneh. Aku hanya berpikir bahwa itu perlu." Dia menarikku kembali ke pelukannya. " Untuk apa?" Aku masih butuh penjelasan yang logis dari suamiku yang kurasa mulai tidak logis.

"Jika suatu hari aku meninggal atau sakit keras, kau harus melanjutkan hidupmu bersama putera kita." Aku kembali menarik diri, melotot padanya, kuraih wajahya, aku menjadi begitu ketakutan mendengar kalimatnya " Apa kau sakit sayang?" dia menggeleng " tidak" Aku masih tidak percaya "Katakan, jujurlah, apa kau sakit?" Aku masih memaksannya bersikap jujur.

"Tidak sayang, aku baik-baik saja." Tiba-tiba air mataku tumpah begitu saja, "Dia menyembunyikan sesuatu dariku. "Kau berbohong, kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku? Katakan jika kau sakit. Katakan " Aku jadi tak terkendali.

Wajahnya mennjadi kebingungan. "Sayang, no.... hei...." Dia memelukku, dan aku menangis dalam pelukannya. Suamiku sakit keras? Mengapa dia menyembunyikan semuanya dariku? Tapi aku tidak pernah melihatya kesakitan, aku juga tidak pernah melihatnya meminum obat, kecuali obat flu.

"Listen to me..." Dia meraih wajahku, menatapku lekat-lekat.

"Aku bertemu kolegaku, sudah lama sekali kami tidak bertemu." Dia menarik nafas, memastikan bahwa aku cukup tenang untuk mendengar penjelasan berikutnya " Dia mengidap Cancer stadium tiga." Aku masih menahan nafas, apa maksudnya? "Dia menasehatiku untuk mempersiapkanmu, isteriku, jika sesuatu terjadi padaku kau harus kuat, kau harus bisa melanjutkan hidupmu dengan George."

Air mataku terus tumpah, meski itu bukan tentang dirinya, itu tentag rekan bisnisnya, tapi aku jadi ketakutan. Bagaimana jika itu terjadi padaku? Bagaimana ku bisa hidup jika akar-akarku tidak menempel pada pokok yang kuat seperti dirinya? Bagaimana aku melanjutkan hidupku? Selama ini aku sudah menikmati kenyamanan menjadi seorang isteri, dia memberikan semuanya untukku, bagaimana aku bisa hidup tanpa suamiku?

Abraham Salim (Book 3) #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang