Kami selesai mengerjakan PR, sudah mulai dingin, tapi kami tidak bergerak dari posisi kami, spooning. "Terimakasih sudah bertahan sejauh ini" dia berbisik di telingaku. "ehem." Aku mengelus lengannya yang melilit pinggangku. "Terimakasih juga untuk semua yang sudah kau berikan untukku dan George" Dia mencium pundakku " Itu tanggung jawabku sayang.""Aku ingin kita menikmati kedamaian seperti ini, jauh dari masalah."pikiranku terbawa pada berbagai masalah yang datang dan pergi dalam kehidupan kami.
"Aku juga ingin seperti itu, tapi kadang masalah datang tanpa perlu kita beri undangan atau alamat rumah kita."Dia berbisik di telingaku.
"Kurasa kita tidak memerlukan bodiguard lagi sayang, tidak ada masalah sejauh ini. George mungkin perlu, tapi aku? Aku bisa menjaga diriku sediri." Aku berusaha meyakinkannya. Aku merasa dia menarik nafas panjang, dia pasti tidak suka dengan ideku. "Anne, aku tidak ingin berdebat soal ini. Situasi bisa berubah kapan saja. Mengertilah." "Ehm." Akhirnya aku mengalah.
Tidak mudah meyakinkannya, terutam untuk banyak hal yang menyangkut keselamatan kami."Aku ingat beberapa tahun lalu, aku berdiri di dek kapal pesiar mewah di raja ampat, saat itu aku tak membayangkan bahwa kita bisa hidup bersama, bahkan George hadir sebagai hadiah terindah untuk pernikahan kita." Kenangku.
"Apa kau pernah membayangkan bahwa aku akan menjadi isterimu Mr. Salim?" aku menoleh padanya.
"Sejak awal aku sudah merasa bahwa kau akan jadi ibu dari anak-anakku." Dia berbisik.
"Anak-anak?"
"Ehem... George sudah besar, apa kau tidak ingin memberinya teman, Nathania, Michael, atau siapa namanya?" Nathania untuk anak perempuan dan Michael untuk anak laki-laki. Nama yang bagus.
"Apa kau menginginkannya?" Abi mengencangkan pelukannya."Tidak jika kau tidak menginginkannya sayang." Aku menelan ludah. Meski aku sangat ingin, tapi mengingat perjuanganku mendapatkan George itu tidak mudah.
"Besok aku akan menemui Dokter Natalie Ong untuk berkonsultasi soal kontrasepsi, mungkin sudah waktunya kita menghadirkan Nathania."
"Kau suka dengan Nathania?"
"Ya, dia pasti akan jadi gadis kecil yang menggemaskan."
"Sepertimu." Dia mencium pundakku lagi.
"Apa bagimu aku menggemaskan?"Aku menautkan alisku, apakah aku menggemaskan baginya
"Selalu." Jawabnya singkat.***
Pagi ini aku sudah mengantri di depan ruangan Dokter Natalie Ong. Oh rasanya aku harus mewujudkan mimpi suamiku memiliki Nathania Salim.
"Selamat pagi Mrs. Salim. Silahkan duduk." Dia mempersilahkan aku duduk ketika aku masuk ke ruangannya.
"Selamat pagi Dok."
"Anda melewatkan kunjungan anda bulan lalu sepertinya."Dia menyipitkan matanya padaku.
"Iya dok, saya mengalami kecelakaan mobil bulan lalu,"jelasku."Oh, maaf, saya turut prihatinn."raut wajahnya berubah khawatir
"Terimakasih."Aku sudah pulih Dok."Apa hari ini anda mau mendapat suntikan?" Aku memang sudah memutuskan untuk mengganti implan dengan suntikan sejak tahun lalu.
"Tidak dok."
"Tidak?" Dokter Natalie tampak terkejut dengan jawabanku.
"Saya ingin hamil, is it ok?" apakah aku bisa hamil dok? Oh semoga aku bisa mewujudkan keinginan suamiku untuk Nathania Salim, atau siapa nanti namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abraham Salim (Book 3) #Googleplaybook #JE Bosco Publisher
RomantikAku sedang berada di kursi tunggu bandara ketika aku mendapat pesan singkat. kubuka layar ponselku dan air mataku hampir saja tumpah meilat backgroun di ponselku, foto suamiku dan pangeran kecil kami George. Pesan dari Agnes kakakku "Take care dear...