George mendapat predikat lulusan terbaik dari kampusnya, dia bahkan berpidato dalam wisudarnya, andai saja Anne bisa melihat semyum ceria putera kesayangannya itu. Dia mengikuti jejak ayahnya, menjadi pembangkang, dan memilih jurusan yang sama denganku, Teknik Perminyakan, di universitas yang sama juga denganku dulu.Dia bahkan begitu mengidolakanku dalam banyak hal, tapi dia mirip ibunya dalam segala hal.
"Congratulation my Son."Aku memeluknya. Aku selalu bangga padanya, dan aku tidak ingin anakku kehilangan kasih sayangnya dariku, satu-satunya orang tua yang tersisa.
Tidak ada Andrew tidak ada juga Nathania. Hanya George. Satu-satunya puteraku dari Anne.
Seorang gadis menghampiri kami, dia memeluk George, "Mr. Salim." Dia menjabat tanganku. Oh puteraku, kau bahkan sudah memiliki tambatan hati. Kau lebih hebat dari ayahmu, yang baru menemukan ibumu setelah usiaku lebih dari setengah abad.
***
"Mr. Salim." Dokter Natalie membangkunkanku dari lamunan.
"Oh...." pikiranku bahkan sudah berlari terlalu jauh, aku merasa bahwa aku akan kehilangan Anne dalam operasi ini. Ternyata aku masih berada di depan ruang operasi.
"Kami turut prihatin untuk kedua bayi kembar anda, mereka tidak bisa kami selamatkan, tapi isteri anda selamat, meski kondisinya belum stabil."
"ya dok." Aku tak tahu harus berbahagia atau bersedih. Aku bahagia karena isteriku masih bisa bertahan, aku tidak perlu melihat wisuda puteraku sendiri seperti dalam lamunanku tadi. Tapi kehilanngan bayi kembarku, itu juga pukulan telak bagiku, aku bahkan baru saja kehilangan ibu mertuaku.
Dokter Natalie menepuk pundakku lalu berjalan meninggalkanku.
Bagaimana aku harus mengatakannya padamu sayang, kau sudah bertahan begitu kuat untuk bisa berhasil pada kehamilan ini, tapi akhirnya kita kehilangan mereka. Aku juga tidak tahu bagaimana bisa menjelaskan tentang kepergian mama padamu.
Meski aku sangat ingin, tapi aku tidak tahu bagaiman menghadapimu saat kau sudah sadar nanti.
***
Aku berada dalam ruangan, menggenggam tangan kurusnya yang untuk kesekian kali harus di tusuk jarum infuse. Dia masih belum sadar, meski sudah dua jam setelah opreasi, tapi dokter Natalie mengatakan kondisinya membaik, dan dia akan segera sadar.
Anne adalah titik kelemahanku, aku tidak bisa melihatnya menderita. Seandainya bisa aku ingin sekali menggantikan posisinnya.
Dia meremas tanganku, saat perlahan matanya terbuka "Sorry.." itu kata yang terucap dari bibirnya saat dia berhasil menemukan kesadarannya kembali. Sayang harusnya aku yang mengatakan semua padamu, "maaf" seribu kalipun kukatakan rasanya tak cukup, maaf membuatmu menngalami semua ini.
"I love you, It's ok." Aku mencium punggung tangannya.
"Antar aku ke makam mama setelah aku pulih,"airmatanya meleleh lagi, dan justru hatiku yang kini menjadi begitu sakit karenanya, karena melihat isteriku. Meski dia wanita luarbiasa, dia begitu kuat, tapi aku tak tega melihatnya mengalami semua ini.
"Pasti." Tak ada kalimat yang bisa aku ucapkan, aku juga berusaha menahan gejolak hebat dalam diriku untuk ikut menangis bersamannya.
"Sorry for the twins." Bibirnya bergetar menahan agar tangisnnya tidak meledak. Aku segera memeluknya. "It's ok...." aku berusaha memeluknya seerat mungkin. Membuatnya menyadari bahwa dia tidak sendiri, ada aku yang selalu mencintainya dalam keadaan apapun. Kurasa saat ini hatinya begitu hancur, tapi dia masih begitu mempedulikan perasaanku.
Anne, aku tak tahu bagaimana duniaku masih bisa berputar jika kau tak ada di sisiku. Kau sumber kekuatan sekaligus kelemahan. Kau matahari sekaligus kegelapan. Kau udara tapi kau juga yang bisa membuatku seketika kehilangan nafasku karena melihatmu seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abraham Salim (Book 3) #Googleplaybook #JE Bosco Publisher
RomanceAku sedang berada di kursi tunggu bandara ketika aku mendapat pesan singkat. kubuka layar ponselku dan air mataku hampir saja tumpah meilat backgroun di ponselku, foto suamiku dan pangeran kecil kami George. Pesan dari Agnes kakakku "Take care dear...