"Tetsuya-chan! Tetsuya-chan!"
Suara lantang Mibuchi Reo menggemerincing dari ujung koridor okiya.
"Astaga, kupikir kau akan pulang terlambat!"
Tetsuya menyeret langkah ke dalam kamar, tidak merespon banyak ketika disapa, hanya memberikan kerlingan tawar tanpa arti.
"Bagaimana rasanya mengencani dua orang sekaligus? Apa nikmatnya dobel, Tetsuya-chan?"
"Nikmat apa," Tetsuya melepas obi, tidak memandang Mibuchi, "sama sekali tidak nikmat."
"Lho, kenapa begitu? Kurasa keduanya sama-sama tampan. Satu saja menyenangkan, apalagi dua?"
"Aku tidak menyukai dua-duanya," Tetsuya menyahut, Mibuchi tertegun karena jarang sekali melihat pemuda kecil itu menatap orang lain dengan sorot mata jengkel. "Apalagi yang pemburu itu."
"Kenapa dengan pemburu itu."
Mibuchi dan Tetsuya menoleh bersamaan. Araki Masako muncul dari balik fusuma. Bersidekap dan memandang budak kecil yang hari ini telah berhasil disulap jadi aset berharga.
"Tidakkah dia tampan? Kantung uangnya pun sama tampan dengan wajahnya. Kau bisa menebus kebebasanmu dari okiya ini jika terus disewa olehnya."
Tetsuya menatap sang Nyonya tanpa ragu.
"Bahkan aku tidak tahu kenapa aku harus dikurung di sini," sahutnya kaku, "kebebasan macam apa yang dimaksud itu ... aku juga tidak mengerti. Aku tidak pernah menggugat nasibku sebagai budak, hidup miskin bagiku cukup. Tapi kenapa tiba-tiba kalian banting nasibku tanpa bertanya apakah aku sudi atau tidak dijadikan aset di sini?"
"Sudah terlalu terlambat untuk membantah, nak." Araki menatap Tetsuya tak kalah tajamnya. Mereka, dua-duanya, menyulam ketegangan yang setara. "Jika kau bertanya kenapa kau harus dikurung ... sayang sekali, nak. Seharusnya kau bertanya pada samurai gila yang sudah menitipkanmu di tempat ini. Kau sudah berhutang banyak pada okiya ini, Tetsuya."
"Aku tidak keberatan jadi budak," tangan-tangan kecil mengepal. "Yang kutanyakan adalah ... mengapa aku harus menanggung nasib yang tidak aku mengerti sama sekali? Mengapa punggungku harus dirajah kalau dengan sejumlah uang aku masih bisa membeli kebebasan? Kenapa aku harus menemani orang-orang asing seperti seorang pelacur?"
Kali ini, ia tidak mendapatkan sabetan sinai. Tetsuya hanya diganjar sebuah tamparan.
"Kauterlalu banyak berkicau. Apakah mereka mengajakmu minum sake sampai-sampai kau mabuk berat dan merasa layak mengatakangugatan-gugatan bodohmu padaku?" Araki menjepit rahang Tetsuya dengan jari-jaripanjangnya. "Lama-lama aku ingin mencekikmu, Tetsuya."
***
Musim semi adalah kesempatan mencari hidup di bawah matahari yang tersenyum selunak bayi. Seijuurou sudah hafal kapan waktu terbaik bagi kawanan menjangan gunung untuk memunculkan diri dari sarang dan mencari makanan.
Ibuki yama, seperti musim semi tahun lalu, masih mengundang peluang untuk mendapatkan banyak daging bagi para pemburu yang sengaja datang menjudi keberuntungan.
Pucuk tertinggi dari pegunungan terbesar di Provinsi Omi menjulang, biru nyaris abu-abu, mengiris langit dengan ujung tumpulnya yang jinak tanpa bayangan kaldera, tanpa kabut-kabut yang mengganggu pandangan mata yang sedang ingin berlari sebebas pejantan rusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senbazuru E-VERSION ✅
Historical FictionKuroko Tetsuya tahu, Putra Sang Shogun dan Samurai pengembara itu berlomba untuk membelinya. [Semi Historical Fiction - Completed]