Aku masih disudut ranjang dengan tangan yang melingkar berusaha mendekap kaki yang meringkuk. sudah seminggu setelah kejadian dinner malam itu,ya iyalah malam kalau pagi namanya breakfast.aku lose contact dengan dr.kenzie.
Tanganku meraih kemoceng bulu yang terpaut dipaku dinding kamar apartemen ines,bukan untuk bersih-bersih tepatnya untuk mencari kesibukan.aku mencabuti satu per satu bulu itu dengan bibir yang sedang sibuk mengira.
"Nggak___"aku menghela nafas panjang saat bulu itu kian menipis,
hanya sisa tidak lebih dari lima bulu.
persetan dengan omongan orang,aku sudah kehilangan akal."Terusin___"saliva itu tertelan begitu saja saat kata terakhir itu terlontar mulus dari balik deretan gigiku.
" terusin apa?"aku melihat siluet yang mendekati posisiku yang mulai gusar.
Wanita itu duduk bersila di kasur dan berbalik menatapku penuh tanya."Kepo!"aku membuang muka ke arah lain,rasa gondok dengan ines masih meradang di ulu hatiku.menjodohkan aku dengan dr.kenzie atau tepatnya menjebakku.
" oh,lo masih marah sama gue?
tapi kan gue cuma merencanakan dinner kalian?"ines menautkan alianya,dengan wajah polos-polos bangsatnya yang kebangetan."tapi lo secara nggak langsung maksa gue,nes?paham nggak sih?"
Cairan bening itu tumpah ruah di pipi merah milikku,tak bisakah aku mendapat satu kebahagiaan khaqiqi yang tidak akan pergi."Maaf!" ines mendekapku erat,Aku bisa merasakan hangat dibahuku yang tertetesi air mata.aku hanya tidak sampai hati menolak dr kenzie yang begitu tulusnya denganku,dan berpacaran tanpa cinta itu hal bodoh dalam hidupku.
🍁 🍁 🍁 🍁Sudah lebih dari tiga kali sejak ines meminta maaf padaku,dia bolak-balik menenteng sebuah kantong kresek yang konon berbau semerbak.
bahkan hidungku terlalu tumpul untuk sekedar mencium harum itu.
Kresek itu dibuka tepat didepan retina mataku,hingga pupil mataku bisa melihat kertas minyak itu diberi aksen tali karet dua sebagai isyarat rasa pedas kesukaanku.dari posisiku bisa terlihat sepotong martabak dengan daging yang bertekstur lembut memenuhi kulit coklatnya,seperti melambai ke arah posisiku yang bungkam."Lo apaan sih?" ines menggigit bibir bawahnya mendumal,raut wajahmya tampak menahan gondok yang tertimbun puluhan menit yang lalu.
Sepiring martabak itu masih tertata utuh dimeja panjang disamping ranjang kasur apartemen."Tauk!" aku meraih ponsel dari saku celana jeans ku,berusaha menyibukkan diri dengan mengecek timeline ponsel milikku yang pada dasarnya tidak ada notifikasi apapun.
"Mau martabak?"ines menggigit kecil ujung martabak,membuatku terlampau gemas dengan raut wajah ines yang menyebalkan hingga pada akhirnya aku memilih bungkam.
"Udah putus.gitu aja kok repot?" dan jitakan itu aku layangkan di ujung ubun-ubun tanpa ba-bi-bu,pada detik berikutnya ines mengerucutkan bibir.
Aku menahan kekehan yang terkunci dibalik deretan gigi putihku."Mulut lo syahdu banget?cinta itu nggak semudah jadian lalu putus.
ngerti?" ines mulai gusar dengan posisinya,dia tampak menautkan alis tebalnya yang meliuk indah.matanya mendung dengan cairan bening yang menghujam pipi."Gue cuma berusaha buat lo bahagia,
Karena gue pikir lo suka sama dr.kenzie.salah?" aku memilih bungkam dengan kaki yang berayun ke arah pintu tanpa tujuan.mungkin sedikit ice coffee dapat meminimalisir amukan spontan dariku.🍁 🍁 🍁 🍁
Sapaan dari pelayan cafe yang terpaku disamping pintu yang berlapis kaca tebal dengan tulisan open itu hanya Aku acuhkan layaknya angin malam yang menemaniku.
KAMU SEDANG MEMBACA
FREAK [Completed]
Fiksi Remaja"Gue nggak sangka ternyata orang yang gue anggap adik,nggak lebih dari seorang pengkhianat?" ~inestasya regina~ "Gue dulu emang suka sama reyhan,tapi gue sadar kalau gue tidak lebih baik dari lo.gue nggak mau sakitin hati lo,ines?" ...