Sasuke menjemput kekasih hatinya dan calon mertua sexy nya di bandara. Sakura memakai kaos longgar dan hotpant. Juga memakai sepatu converse belelnya.
"Jadi, kita akan tinggal di Jepang." Tsunade tiba tiba bergumam dengan wajah lesunya.
"Ayolah, mama. Aku hanya ingin disini bersama kalian. Lihat aku, apa mama tak bisa melihat kerutan kebahagiaan di sudut bibir dan mataku??" Sakura menyunggingkan senyum lebarnya sampai kedua matanya tertutup.
"Astagaaaaa, anak ini. Siapa yang mengajarimu pandai merayuku seperti itu." Tsunade memanyunkan bibirnya.
"Tentu saja, karena aku anak ayah." Sakura mengedipkan satu matanya centil. Kemudian mencium pipinya. Sasuke tampak senang melihat interaksi kedua orang di depannya.
"Baiklah, ayo kita akan ke mension uchiha." Sasuke menggandeng tangan sakura.
"Apa maksudmu Sasuke???" Tsunade menatap sasuke bingung.
"Tentu saja pulang."
"Kau pikir aku tak punya rumah?? Kita akan ke mension Senju." Tsunade berjalan mendahului tak lagi menghiraukan Sakura dan Sasuke.
"Apa??? Aku punya rumah???" Sakura berteriak tak percaya. Sasuke memandanginya dengan tatapan aneh. Tsunade hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh kebelakang.
"Aku, anak orang kaya." Sakura tersenyum menatap kekasihnya disampingnya. Sasuke hanya menatap Sakura bosan. Tentu saja Sakura kaya, karena memiliki orang tua kaya.
"Baka!" Gumam Sasuke, tangannya menyeret Sakura.
Cherry duduk di teras belakang mension Senju. Beberapa hari tinggal di kediaman Uchiha membuatnya segan. Di keluarga Uchiha, tampak kaku, sangat kaku. Kecuali saat ada Itachi yang menemaninya. Rumah ini. Maksudnya mension ini. Selama ini hanya ditinggali oleh Jiraiya seorang. Cherry melihat prabotan bahkan detil sudut ruangan. Masih sama seperti saat terakhir dirinya tinggal. Tak ada yang berubah. Bahkan kamar tidur kecil miliknya masih dalam keadaan yang sama. Dua ranjang tidur berwarna pink. Tapi hanya satu ranjang yang selalu terisi.
Cherry memakan biskuitnya. Membolak balik buku cerita yang selalu di bacakan ibunya, saat dirinya tidur. Entah kenapa, dia sangat merindukan Tsunade.
"Apa yang kau lakukan??" Suara berat Jiraiya menyapa. Jiraiya memakai pakaian casual yang lebih santai dari pada setelan pakaian yang biasa dia kenakan.
"Mengenang masa lalu tanpamu dan Sakura." Cherry melihat ayahnya.
"Kau tahu, saat kalian pergi dari sini. Dan aku mulai menempati lagi rumah ini. Aku rasa aku telah hidup dijalan yang salah. Melihat foto kalian tanpa ada aku dikamarmu. Selalu membuatku teringat. Teringat kesalahan, bahwa aku menelantarkan kalian, demi egoku sendiri." Jiraiya menerawang jauh ke taman, pandangannya nanar.
"Sudahlah ayah, itu hanya masa lalu." Cherry bangkit dari duduknya dan memeluk ayahnya dari belakang.
"Bahkan kau jauh lebih cantik dari Tsunade." Jiraiya berbalik dan menepuk kepala putrinya sayang.
"Bagaimana ayah bisa berpaling dari mama?? Mama bahkan sangat terlihat lebih muda dan cantik menawan dari simpanan ayah." Cherry mendongak, melihat langsung ke mata ayahnya.
"Kadang, orang dewasa selalu punya masalah lain." Jiraiya memandang bola mata teduh milik Cherry.
"Aku sudah dewasa ayah." Cherry melepaskan pelukannya. Berjalan dan kembali duduk di tempatnya semula.
"Ya ya, tapi ayah masih menganggapmu sebagai putri kecil ayah. Kau tahu, ini pertama kalinya aku merasa hidup Cherry." Jiraiya tersenyum kecil.
"Apa ayah tak pernah mencintai mama???" Cherry menatap serius Jiraiya yang ada di depannya. Pandangan jiraiya mulai melembut. Kemudian tersenyum lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
LITHIUM
Fiksi Penggemar(COMPLETE) Sakura Haruno, calon dokter muda cemerlang. Penerima beasiswa penuh dari Universitas Konoha. Kecerdasannya mampu membuat teman seangkatannya cemburu. Kebencian seseorang, membuatnya mengalami banyak penderitaan. Akankah Sakura Haruno bis...