Andika

427 42 2
                                    

06 Oktober 2018

Pukul 23.43

Gawat! Waktu sudah hampir merambah tengah malam, tapi aku belum juga menemukan tema yang pas untuk materi investigasi bulan depan. Padahal, besok pagi rapat redaksi akan segera digelar. Paling tidak, aku harus datang dengan membawa sesuatu, berupa ide materi investigasi. Lagipula, aku sudah jengah terus-terusan menerima teguran keras dari Bos Raymond lantaran aku lebih sering bersikap pasif sepanjang keikutsertaanku pada rapat redaksi di bulan-bulan sebelumnya.

Rapat yang akan membahas penentuan tema untuk majalah edisi khusus investigasi itu biasanya digelar sekali dalam sebulan. Rapat akan langsung dibuka dengan pemaparan ide dari masing-masing peserta, yang terdiri dari pimpinan redaktur, para jurnalis dan staf lainnya. Pada saat-saat seperti itu lah biasanya akan terjadi hujan ide dari para peserta rapat, yang kemudian akan diikuti dengan hujan tanggapan. Dan, pada saat itu lah biasanya aku lebih sering terlihat bak orang paling bodoh sedunia.

Selama ini aku terlalu sering memposisikan diri sebagai anggota rapat yang tak banyak berkontribusi positif. Ketika rekan-rekan sesama jurnalis saling berlomba menguji kecakapan ide masing-masing, aku justru lebih banyak berlagak mirip kerbau sawah. Hal ini lah yang kerap dikeluhkan Bos Raymond terhadapku dalam kapasitasnya sebagai pimpinan redaksi harian Metropolis. Lantaran sikap pasifku itu pula, tak jarang beliau mengalamatkan teguran bernada mengintimidasi terhadapku.

Belakangan ini aku memang kerap menerima teguran keras dari pihak redaktur. Malahan, aku sempat mendengar selentingan tak sedap. Kabarnya, namaku termasuk salah satu di antara nama-nama segelintir wartawan Metropolis yang akan mengalami peninjauan ulang masa kontrak. Aku sendiri tak bisa menampik anggapan orang-orang yang menyebutkan bahwa kinerjaku di kantor surat kabar spesialis kriminal itu menurun. Oleh sebab itu, malam ini aku bertekad untuk memperbaiki reputasi. Dan, rapat redaksi yang hendak digelar esok pagi adalah momentum yang tepat untuk menunjukkan tajiku yang sebenarnya.

Untuk persoalan ide tema investigasi, aku telah berulang kali memilah dan mempertimbangkan sejumlah topik hangat seputar dunia kriminal yang sengaja kukumpulkan dari kliping artikel majalah, internet dan surat kabar. Berulang kali pula aku mencoba menuangkan topik-topik tersebut ke dalam kaidah piramida terbalik, namun ujung-ujungnya selalu mentok sebelum masuk terlalu jauh ke dalam pembahasan. Aku kesulitan menemukan topik yang benar-benar segar dan berpotensi menarik perhatian publik.

Dibayangi keputusasaan, aku kembali mengais-ngais topik investigasi di tengah tumpukan demi tumpukan majalah dan koran yang sudah padat memenuhi ruangan kamarku. Tanpa sadar, kamar ini telah berubah wujud menyerupai tempat pembuangan akhir. Lembaran-lembaran kliping dan majalah-majalah dengan aneka tema berserakan di lantai ruangan. Aku sendiri pun mulai kehilangan arah. Dengan semangat yang sudah jauh mengendur, aku kembali menyortir beberapa artikel pada sebuah majalah. Mukaku kecut begitu melirik halaman depan majalah yang kini berada dalam genggamanku itu. Kosmos, Majalah Supranatural dan Metafisika.

Namun, tak disangka, usai membuka beberapa lembar majalah itu, pandangan mataku tiba-tiba terpaku di salah satu halamannya. Sebuah judul artikel rupanya telah berhasil menarik perhatianku. 'Fenomena Sang Monster: Makhluk Gaib Atau Nyata?'. Perlahan nan pasti, kedua sudut bibirku memanjat usai membaca judul artikel itu. Seolah ada secercah harapan yang mulai merekah di dalam dadaku.

Sekilas isi artikel itu memang tak sesuai dengan tagline kriminal yang sudah sangat melekat pada harian Metropolis. Namun, setelah mencermati beberapa paragraf di dalamnya, sepertinya aku telah menemukan sesuatu yang kucari. Secara keseluruhan, tema artikel itu pun sangat menarik untuk dikupas lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan-pendekatan logika kriminologi.

Majalah Kosmos yang memuat artikel itu memang majalah bertema mistis dan metafisik. Aku pun memahami bahwa media cetak dengan jenis berita semacam itu kerap dicap oleh kalangan insan pers dengan predikat 'koran kuning', sebutan untuk media cetak yang lebih banyak menawarkan unsur sensasi daripada keakuratan berita. Bicara perbandingan kelas, reputasi Metropolis sebagai sesama perusahaan media cetak, jelas lebih terjaga dari segi bobot informasi dan kualitas sintaksis. Namun, sejujurnya bukan hal itu yang mendasari ketertarikanku terhadap artikel itu.

Di dalam kepalaku, terlintas sebuah ide yang sangat liar, yakni ide untuk mengemas unsur mistis dengan sejumlah pemaparan realistis yang dapat diterima nalar dan logika. Selanjutnya, aku berniat mengkonversikan kombinasi logis-mistis itu menjadi sebuah ide investigasi yang tak hanya menarik, tetapi juga menggelitik. Sungguh merupakan ide yang sangat fantastis.

Seketika mataku berbinar. Bibirku membentang lebar. Benang kusut, yang sebelumnya melilit otakku, kini perlahan mulai terurai. Aku meyakini rencana eksperimen yang ada di kepalaku akan menuai hasil positif. Bos Raymond yang selama ini selalu memandangku sebelah mata, akhirnya akan mengakui kehebatanku. Dan, pada hari-hari selanjutnya, beliau takkan berani lagi menganggap remeh kapasitasku sebagai seorang wartawan.

Dengan motivasi yang membubung tinggi, aku menyambar secarik kertas. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyusun konsep. Aku harus membuat skema dasar tentang darimana investigasi akan dimulai dan bagaimana mekanismenya. Skema dasar tersebut akan menjadi bahan acuan dalam presentasi yang akan kulakukan pada rapat redaksi besok.

Untuk penyusunan konsep awal ini, aku cenderung menggunakan gaya Carole Rich yang menekankan lima poin penting, meliputi news atau berita yang diangkat, context atau latar belakang peristiwa, scope yang bermakna ruang lingkup, edge atau arah sasaran pemberitaan, serta yang terakhir adalah impact atau perngaruh yang akan ditimbulkan atas pemberitaan tersebut.

Pada bagan news, aku menuliskan nama sebutan yang belakangan ini populer di kalangan masyarakat ibukota, yakni Sang Monster. Baru-baru ini sosok yang konon dipercaya berasal dari alam gaib itu ramai diperbincangkan di kalangan publik lantaran kemunculannya seringkali dihubungkan dengan fenomena pembunuhan berantai yang banyak menimpa kalangan politikus dan konglomerat. Konon makhluk ini muncul dan menyerang para korbannya tepat pada bulan purnama. Sejumlah data yang dihimpun oleh tim investigasi majalah Kosmos bahkan menuliskan detail tanggal dan siklus bulan purnama untuk membuktikannya.

Manusia serigala? Entahlah. Aku tak mau buru-buru menyimpulkannya. Yang menarik dari fenomena pembunuhan berantai itu justru adalah kondisi jasad para korban yang acap kali ditemukan dalam kondisi tak lagi utuh. Tim otopsi banyak menemukan luka sayatan dan gigitan di sekujur tubuh para korban. Seolah-olah mereka meninggal akibat dimangsa binatang buas. Tak kalah mencengangkan, para jenasah itu juga kehilangan organ-organ dalam mereka. Berbekal dari informasi tersebut, publik lantas menjuluki sang pembunuh berantai dengan sebutan Sang Monster.

Berdasarkan artikel majalah Kosmos itu, aku lantas mengembangkan ide investigasi dengan menghimpun lebih banyak informasi via internet. Hasilnya ternyata jauh melebihi ekspektasiku di awal. Sederet informasi tentang figur Sang Monster ini rupanya telah bertebaran luas di laman mesin pencari. Bahkan, serba-serbi tentang makhluk misterius itu telah lama menjadi viral di beberapa situs jejaring sosial.

Figur Sang Monster ini, menurutku, benar-benar memenuhi kriteria tema investigasi yang menarik. Meskipun banyak beredar informasi tentang keberadaannya, namun identitas dan motif pembunuhan yang dilakukannya masih menjadi misteri hingga saat ini. Bahkan, saking menarik minat masyarakat, beberapa media supranatural, baik cetak maupun elektronik, berusaha menyuguhkan rekaan gambaran fisiknya yang konon merupakan buah dari penerawangan para ahli metafisika. Beberapa di antara media-media tersebut menampilkan ilustrasinya dalam wujud yang menyerupai seekor serigala besar dengan cakar yang tajam. Besar kemungkinan para wartawan yang menulis artikel-artikel tersebut terlalu banyak nonton film Hollywood bertema werewolf.

Meskipun terkesan di luar nalar, unsur-unsur mistis semacam ini justru berpotensi besar memikat animo publik. Berdasarkan survei pembaca media cetak yang dirilis Badan Pers tahun ini, mayoritas pembaca di negeri ini sudah terlalu jenuh dengan berita-berita politik dan mulai mengalihkan perhatian pada jenis-jenis informasi yang lebih segar dan menarik. Prediksiku, apabila edisi ini benar-benar terbit nantinya, bulan ini kantor akan berhasil meraih besaran angka oplah yang lebih melimpah. Semoga!

*****

LEGIUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang