Hari-hari gerimis membasahi di sela-sela sudut mata. Mengaliri pipi di kala sunyi. Dia bagai sebatang pohon--tapi digenggamnya payung--berdiri sendiri di tikungan. Melepas seseorang yang satu-satunya pergi berkeliling muka bumi. Rezeki. Itulah secuil yang dicari. Hingga awan gelap ditempuhnya, hujan deras ditembusnya.
Doa menyertai belahan jiwa di perjalanan, di antara rintik tirta angkasa. Serupa berkah tiada tara dari Yang Mahakaya. Di rumah, sang istri menunggu suami pulang membawa nafkah. Setia seperti pohon di tepi jalan. Menanti matahari muncul dari balik awan dan bersinar lagi. Atau, sebagai naungan teduh ketika gerimis belum jua berhenti.
Basah gerimis
Teduh di bawah pohon
Menunggu redaRumah, 06.02.2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Coretan Jiwa
PoesíaKetika jiwa ingin mencurahkan kata-kata, kucoba goreskan prosa pendek dan puisi. Di antara haibun, haiku, dan khayalan itu, aku tak ingin membiarkan kebahagiaan berlalu. Maka biarlah kuabadikan lewat coretan jiwaku. #573 dalam Poetry (06.12.2017...