Ulan Mae nyaris gila kehilangan lagi harapan menjadi seorang ibu. Janin yang dikandungnya tak kuasa menahan beban pikiran si calon ibu yang berhari-hari meratapi kepergian suaminya. Pihak yang berwajib pun menyerah menangani kasus hilangnya Respati. Ulan Mae kelelahan memikirkannya. Saat lelaki bertubuh tegap itu datang menemuinya, ia hampir saja menjadi gila total. Lelaki yang dulu membawa suaminya ke antah-berantah.
Tak ada sambutan baik dari Ulan Mae. Dicercanya lelaki itu dengan pertanyaan dan amukan. Tentu saja amukan perempuan yang nyaris gila. Si Lelaki ingin menjelaskan apa yang terjadi pada Respati tetapi Ulan Mae tidak memberi kesempatan. Ia berlari ke dalam menelepon polisi. Mengadu bahwa orang yang ia cari-cari selama ini tengah hadir di rumahnya. Sejurus dengan itu Si Lelaki pun menghilang. Lenyap bersama hari yang menyongsong gelap. Ulan Mae memaki dan menyumpahinya tidak berhenti.
Ulan Mae mengerutkan dahi ketika sepucuk surat datang di hari berikutnya tanpa membubuhkan nama pengirim. Ditemani lukisan suaminya, ia membaca dengan lantang seperti mendongengi anaknya yang tak kunjung muncul ke dunia. Isi surat itu panjangnya hampir satu halaman. Dengan sisa kewarasannya, Ulan Mae mencoba memahami isi surat itu. Bahkan, diulangnya dua kali barisan huruf-huruf itu. Matanya berkaca-kaca, ingin memuntahkan kesedihan. Surat tersebut telah mengaduk-aduk emosi dan membangkitkan sakit hati yang begitu pelik. Panjang surat tidak digubrisnya, hanya ada satu kalimat yang benar-benar telak menusuk jantung hatinya. Satu-dua penggalan kalimat itu begitu susah pergi dari kepalanya. Lantas dengan sisa kewarasannya, ia tanyakan kebenaran kepada 'suaminya' yang selalu tersenyum di lukisan. "Benarkah kau melakukan seperti yang dituduhkan dalam surat ini, Mas?"
**
Seorang pemuda duduk di kursi tunggu indekos. Tegap postur tubuhnya terlihat saat ia berdiri menyahut salam perempuan yang masuk dari gerbang indekos. Sekar menyapanya ramah. Pemuda itu membalas tak kalah ramah disertai senyum. Pertemuan tidak sengaja itu telah terjadi berulang kali.
Sepertinya minggu-minggu ini adalah minggu yang cukup sibuk bagi para mahasiswa kampus. Beberapa hari berselang nampak ada aktivitas diskusi tugas kuliah di kamar depan yang berdekatan dengan gerbang. Pemuda berpostur tegap itu adalah bagian dari mereka, tetapi entah mengapa ia selalu memilih duduk di kursi tunggu yang kebetulan berada di teras kamar yang dipakai diskusi. Itu membuat Sekar mau tak mau bersitatap dengannya.
Namanya Jati. Sekar mengenalnya setelah pemuda itu membantu mengganti lampu kamarnya yang tak mau menyala. Mudah saja bagi Jati yang memiliki tinggi badan hampir dua meter. Tangan-tangannya nampak kokoh saat kemeja lengan panjang itu dilipat sebatas siku. Kaki-kakinya kuat menopang badan tegapnya. Hanya saja, Si Pemuda sedikit pemalu saat berkenalan dengan Sekar. Namun Sekar tetaplah Sekar yang polos dalam bertingkah laku maupun berbicara, perempuan yang juga bisa dikatakan masa bodoh dengan lingkungan karena kepolosannya. Barangkali itulah yang mencuatkan perasaan suka dari dalam hati Jati.
Lampu kamar berhasil menyala setelah Jati menggantinya dengan yang baru. Selepas itu hanya ada sipu malu dan senyum yang mewakili jawaban terima kasih dari mulut Sekar. Jati undur diri. Sebenarnya ia ingin sekali duduk di teras depan kamar Sekar walau sejenak. Namun Si Pemuda kelewat pemalu. Ia hanya menunduk setiap ditanyai Sekar. Itu membuat Sekar bersimpati padanya. Sosok pemuda sopan yang membuat Sekar terkadang memikirkannya. Bagaimana jika pacarnya kelak seperti pemuda di hadapannya ini? Apakah ia yang pemalu bisa berani dalam urusan olahasmara? Apakah ia tak sadar bahwa tubuhnya yang kekar menjadi idaman setiap gadis yang beranjak dewasa? Sekar bahkan sempat gemas melihat otot bisep yang dipamerkan Jati ketika mengganti lampu kamarnya. 'Betapa nyamannya bersandar di bahu itu. Betapa amannya hidupnya nanti. Setiap begal-begal bengis akan mental dengan satu pukulan kuat milik pemuda itu,' pikir Sekar dengan polosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ULAN MAE
General FictionDia hanyalah seorang perempuan. Sama seperti kalian. Mendamba hidup yang normal. Bahagia. Hidup yang tidak melulu tentang sial. Dia hanyalah seorang perempuan yang dihadapkan dengan kematian dua suaminya. Malang dan nyaris gila. Oleh sebab rentetan...