Sepertinya anganku untuk jauh dengan Vigo sudah pupus. Selama aku berada di Jakarta dan menemani mama therpahy disitu pula Vigo berada. Entah menemani Vello, membantunya mengerjakan tugas, melihat theraphy mama dan entah alasan apa lagi yang ia gunakan.Sebenarnya aku ingin sekali untuk menjaga jarak di antara kita. Tapi, aku tidak ingin ia salah sangka dan menganggap aku belum bisa melupakannya, meskipun kenyataan nya benar begitu.
Keberadaannya yang di sekitarku membuatku tersiksa. Harus berpura-pura mengangapnya seperti orang biasa sedangkan aku menganggapnya special.
Selama aku tinggal dirumah mama Prita pun, ia juga tinggal dirumah mama Prita. Tidakkah dia tau dengan sikap nya seperti ini seperti membunuhku secara perlahan tapi pasti. Membuatku ingin meneriaki mukanya agar ia sadar.
“Ella.”
“Hmm.” Aku hanya bergumam menjawab pertanyaannya. Sekarang ak, Vigo dan papa sedang berada di ruang tamu. Sedangkan mama sedang berada di kamar Vello mengabiskan waktu bersama karna lusa aku akan kembali karna theraphy mama sudah selesai.
“Beli nasi goreng yuk. Di ujung komplek.”
“Males ah go. Udah jam 10 malem nih.”
“Iya go. Memang kamu tidak kenyang abis makan malem tadi?” Tanya papa.
“Pengen makan lagi pa. lagian masa makan salah sih. Ayu La temenin.”
“Sendiri aja sih?”
“Takut di culik tante sebelah.”
“Yee, yauda ayuk. Cepet sebelum aku berubah pikiran.” Papa hanya terkekeh melihat tingkah kami.
“Tuh pa, Ella sekarang mah udah bisa marah-marahin aku, ngejawab aku trus banyak deh. Dulu mah mana berani dia pa.” kata Vigo sambil nunjuk kea rah aku.
“Yee, tukang ngadu! Dulu kan aku istri kamu. Sekarang kan udah ga. Jadi sah aja dong. Dasar manja. Udah tua masih aja tukang ngadu.”
“Hahahaha,” suara tertawa papa sangat kencang dan aku jarang sekali melihat papa bisa tertawa lepas seperti ini. setidaknya dengan ucapanku ini, aku bisa membuat papa tertawa lepas melupakan sedikit urusan dan beban yang papa tanggung.
“Biarin aja aku tukang ngadu. Yauda ayuk.”
Lalu aku berjalan duluan keluar rumah dan melihat langit sedikit mendung. “ayuk.” Ajaknya melewatiku.
“Jalan kaki?”
“Yaiya, mau di gendong emang?”
“Ya bukan gitu maksudnya. Tumben aja.”
“Deket kok tuh di depan komplek, males keluarin mobil lagi. Jalan aja ya?”
Aku berjalan mensejajarkan langkahku dengan Vigo. sebenarnya aku sedikit senang pergi keluar bersama Vigo. meskipun aku merasakan sedikit canggung.
Ketika sampai di tempat yang di maksud, lalu Vigo duduk di salah satu meja. “Makan di pinggiran go?” tanyaku sambil duduk di sebrang Vigo.
“Iya, mau ga?”
“Apa ya? Bihun goreng deh.”
Aku melihat Vigo memesankan bihun gorengku dan ia memesan nasi goreng untuk dirinya. “Makan sini aja ya. Biar sekalian.”
Aku mengangguk. “Tumben makan pinggiran?” tanyaku
“Ya boleh dong, enak tau disini. Apa lagi di depan taman gini. Tapi kalo makan sendirian males.”
Aku mengangguk, sisi yang aku tidak pernah tau jika Vigo suka makan di pinggiran. Aku merasa seperti terhantam batu. Ketika menjadi istrinya selama 2 tahun ternyata aku tidak pernah tau siapa Vigo sebenarnya, apa kesukaannya, apa hobbynya. Kenapa baru sekarang aku baru mengenal Vigo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love
Chick-LitMenjadi janda selama 6 tahun bukanlah hal yang mudah untuk Gisella Isabel. Di umur yang baru menginjak 29 tahun ia berjuang sendiri menghidupi ibu yang tidak sempurna dan seorang anak berumur 5 tahun sudah membuatnya bahagia. Kebahagian yang ia ras...