sedikit nasehat

29.6K 2.4K 16
                                    


Vigo terbangun dan menilhat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 12 malam. Perlahan ia duduk. Dengan ruangan yang sudah gelap ia mencoba meraba celananya untuk mengambil ponselnya yang akan ia gunakan sebagai penerangan. Tapi ia menyadari jika ia terbalut selimut dan bantal dikepala. Apakah Gisella yang memberikannya? Sudah pasti Gisella karna mana mungkin mama yang menyelimutinya atau Vello. karna ketika ia mendapatkan ponsel ia melihat Vello yang tertidur pulas di atas kasurnya.

Perlahan ia mengendap agar tidak membuat suara gaduh dan membuka pintu dengan lembut agar tidak membangunkan Vello.

Ketika sudah di luar kamar Vello, ia berjalan turun dan ingin pulang karna ini sudah malam. Ketika meraih kenop pintu ia sadar jika pintu sudah terkunci. Apa yang harus ia lakukan? Di dalam hatinya ia menyesal karna bangun, kenapa ia harus terbangun kenapa tidak tadi pagi saja? Apa ia harus kembali ke kamar Vello? ketika ingin melangkah ia mendengar perutnya berbunyi, Vigo lapar dan apa yang harus ia lakukan? Membangunkan Gisella?

Vigo berdiri di depan kamar Gisella, ia menimbang-nimbang apakah ia harus membangunkan Gisella?

Tok… Tok… Tok…

Tidak ada tanda-tanda Gisella membukakan pintu, ia mengetuk sekali lagi.

Tok.. Tok… Tok..

Ia masih menunggu dan pintu terbuka. Gisella keluar menggunakan celana pendek dan baju tangtop, ia terlihat sexy malam ini.

“Vigo? kamu kebangun? Sebentar!” Gisella menutup pintu kembali, setelah 5 menit ia keluar menggunakan cardigan menutupi tubuh putihnya. “kenapa?” Tanya Gisella bingung.

“Aku kebangun, niatnya mau pulang tapi pintu di kunci.” Tutur Vigo.

“oh, iya memang aku kunci. Aku kira kamu nginep dan ga ke bangun.”

“aku pulang aja kali ya?” Tanya Vigo. Seharusnya Vigo tidak usah menggunakan nada bertanya karna Gisella pasti tidak memperdulikan, dan pasti mengijinkan ia pulang.

“Ga nginep aja? Udah malem kan?”

Hati Vigo sedikit berdesir mendengar kata-kata Gisella yang menyuruhnya nginep. Entah menyuruh atau bertanya yang pasti Vigo senang.

“Tapi aku laper trus belum mandi.”

“Yauda, aku masakin mi instant ya? Makanan sudah habis semua. Mau?”

Vigo mengangguk antusias. “Yauda kamu mandi, aku masakin mi nya.”

Gisella turun menuju dapur sedangkan Vigo masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Gisella mendengar langkah kaki menuruni tangga ketika ia sudah selesai memasakan mi instant untuk Vigo. Gisella menaruh mi tersebut dan duduk di meja makan.

“Sorry ya ngerepotin.” Ucap Vigo merasa bersalah.

“Ga apa kok. Udah biasa.” Jawab Gisella asal.

Ia melihat Vigo melahap mi itu dengan semangat, selapar itu kah Vigo? bukannya ia sudah makan tadi sore?

“La, tadi sore kamu kenapa? Kok diem gitu abis dari sekolah?” Vigo membuka pembicaraan, karna ia penasaran dengan Gisella yang tiba-tiba menjadi diam.

“Oh! Aku juga mau bahas itu. Maksud kamu apa rangkul-rangkul aku pas di sekolah Vello?”

“Ga ada maksud apa-apa. Cuma sebel aja kamu di Tanya-tanya sama ibu tukang gossip itu.”

“Kamu ga usah ikut campur urusan aku sama ibu-ibu itu. Aku lebih suka mendiami mereka, daripada meladeni mereka. Aku juga gamau di gosipin janda kecentilan yang dekat sama laki-laki. Aku itu single parent go, jadi sedikit salah bisa merembet ke Vello. Aku ga perduli sama ibu-ibu yang bergosip tentang aku, tapi aku gamau Vello kena juga.” Ucap Gisella.

Ya, Gisella tidak ingin membuat bahan pembicaraan di sekolah Vello, karna Gisella tau bagaimana tingkah ibu-ibu itu. Bahkan tembok pun bisa berbicara ketika gossip hangat sedang hangat-hangatnya. Jadi biasanya Gisella selalu diam dan tidak berkomentar. Pernah suatu kali, papa teman Vello yang duda menyukai Gisella. Para tukang gossip itu tau dan memberitakan gossip yang tidak-tidak tentangnya dan papa teman Vello itu. Padahal mereka tidak saling mengenal.

Ia tidak ingin Vello yang menjadi sasarannya, karna mulut usil tukang gossip itu. Gisella sadar, dengan statusnya hidupnya suka menjadi bahan omongan orang lain, sehingga ia selalu menghindari segala interaksi dengan tukang gossip itu.

‘Maaf, aku hanya kesal melihat tukang gossip itu menyerbumu dengan perkataan itu.”

“Aku terbiasa menghindari daripada meladeni mereka semua go. Jadi aku harap kamu tidak bertingkah seperti itu lagi agar Vello tidak kena imbasnya.”

Lalu Gisella memberikan senyuman agar Vigo tidak merasa tidak enak. Sebenarnya Gisella ingin memaki, tetapi melihat Vigo sudah merasa bersalah ia memaafkan Vigo. Toh, sebenarnya niat Vigo baik.

‘La.” Panggil Vigo.

“Hmm..” jawab Gisella sambil mengambil piring kotor Vigo dan mencucinya.

“Kamu gamau nikah lagi?” Tanya Vigo hati-hati. Ia ingin membahas lamaran Daniel tapi tidak ingin terlihat penasaran jadi mungkin ini jalan baiknya.

“Mau lah. Siapa yang gamau nikah. Kamu sendiri kapan nikah sama Tiara? Cewek males loh disuruh nunggu lama-lama.”

“Aku lagi ada masalah sama Tiara. Dia selingkuhin aku. kamu sendiri udah ketemu calonnya?”

“Trus hubungan kamu sama Tiara gimana sekarang? Belum, kamu ada calon buat aku?”

Vigo kesal dengan pertanyaan terakhir Gisella. Mana mungkin ia mencarikan calon untuk mantan istri nya sendiri. Meskipun pernikahan dulunya ia tidak mencintai Gisella, tetapi tetap saja tidak ada ceritanya mantan suami mencarikan calon untuk mantan istrinya.

“Daniel? Aku belum tau gimana kabar aku sama Tiara. Kami sedang mengintropeksi diri.”

“Daniel? Kan aku udah bilang tidak mungkin sama Daniel. Dia teman baikmu, takut sifatnya sama kaya kamu! Kemarin sih dia melamarku, tapi aku menolaknya lagi. Aku sebenarnya tidak enak, tapi aku tidak punya pilihan kan? Jangan terlalu lama berpikir untuk menikahi Tiara. Toh kamu mencintainya, jika cintamu lebih besar kemungkinan kamu akan memaafkan kesalahannya. Coba kamu pikirkan cintamu bisa tidak untuk memaafkan kesalahan Tiara?

Vigo merenungkan kata-kata Gisella. Benar, jika cintanya lebih besar kenapa ia tidak bisa memaafkan Tiara? Sebenarnya Vigo sangat membenci menghianatan, karna baginya tidak akan orang ketiga dalam hubungan jika tidak Tiaralah yang membiarkan. Karna bagi Vigo, hubungan itu seperti rumah. Jika tuan rumah tidak membuka pintu tamu tidak akan masuk dan jika tuan rumah menjaga rumah itu dengan baik tamu tidak akan pernah memaksa untuk masuk. Tapi, ia juga menyetujui kata-kata Gisella. Jika ia mencintai Tiara kenapa sulit baginya memaafkan Tiara? Toh Tiara sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan seperti itu lagi.

Gisella menepuk pundak Vigo. “Pikirkan baik-baik kata-kataku. Hanya masukan sebagai teman. Kamu bisa tidur di kamar Vello lagi. Maaf jika harus di karpet karna dirumah ini tidak ada kamar lagi. Aku naik dulu aku sudah mengantuk.”

Gisella meninggalkan Vigo yang masih merenungkan kalimat-kalimat tadi. Gisella sadar jika Vigo membutuhkan seseorang untuk di ajak bicara dan membantunya keluar dari masalahnya. Bukan maksud Gisella ingin ikut campur ia hanya ingin masalah Vigo cepat selesai sehingga ia dan Vigo tidak harus bertemu sesering ini. Gisella yakin, Vigo suka bersama Vello karna kehampaan dan kesedihan yang ditinggalkan oleh Tiara itu masih membekas. Vigo membutuhkan hiburan dan ia mendapatkan dari Vello.

Jika ia sudah sadar dari kegalauannya, ia yakin mereka tidak akan sering bertemu dan Gisella pun bisa melanjutkan hidupnya tanpa Vigo.

Eternal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang