Day 5 : Hero

85 8 6
                                    

Author pov

*kriing*kriiing*

Setelah mendengar bel pulang, kamu cepat-cepat memasukkan bukumu ke dalam tas. Saking cepatnya, Jaemin yang ada di sampingmu kebingungan.

“Kau kenapa?” tanya Jaemin.

“Aku buru-buru. Aku harus cepat” jawabmu tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.

Setelah selesai kamu langsung berlari ke luar lewat pintu belakang. Entah kemana yang akan kamu tuju, Jaemin tak peduli.

Tiba-tiba Jeno berjalan ke bangku Jaemin dengan tas yang sudah ada di punggungnya.

“Jin dimana?” tanyanya pada Jaemin.

Nugu? Jin? Siapa Jin?” Jaemin bertanya balik.

“Maksudku Yoojin” jelas Jeno.

“Dia baru saja keluar, kenapa kau...”

Belum selesai bicara Jeno sudah lenyap dari hadapan Jaemin. Jaemin hanya bergumam tak jelas.

***

Yoojin pov

Aku berdiri di stasiun sendirian. Juga menunggu kereta sendirian. Hanya ditemani para pegawai yang baru menyelesaikan pekerjaannya.

Sesekali ku melihat ke belakang, mengecek apakah seseorang yang ku tunggu sudah datang.

Dari jauh Jeno berlari ke arahku. Ia berlari sekencang mungkin, agar yeoja yang sedang menunggunya ini tidak kesepian.

“Apa sudah lama menunggu?” tanya Jeno yang baru saja datang.

Ani, aku baru saja tiba” jawabku.

Jeno lalu berdiri di sampingku. Terdapat jarak sekitar 40cm antara kami.

Canggung, hening. Itulah suasana saat itu. Hingga sebuah kereta tiba.

Saat itu keretanya sangat ramai karena bersamaan dengan para pegawai yang pulang. Mau tidak mau kami harus berdiri.

Kereta mulai menancapkan gasnya. Pepohonan berlalu lalang. Hanya itu yang bisa ku lihat ke luar jendela. Tidak ada Jeno, tidak ada yang bisa ku ajak bicara.

Aku melihat sorang pria dengan masker hitam dan jaket tebal abu-abu berdiri di dekat pintu seberang.

Ia berdiri di belakang seorang wanita yang memakai celana jeans. Wanita itu juga membawa tas yang ia kalungkan di pundak kanannya
Si pria mendekatkan tubuhnya ke tubuh wanita itu.

Setelah cukup dekat, tangannya mulai meraba bokong wanita itu. Bukan hanya meraba, dia bahkan meremas-remas bokong wanita itu.

Belum puas meremas bokongnya, si pria cabul itu kini memegang paha si wanita.

Si wanita merasa tidak nyaman. Ia hanya menundukkan kepalanya. Ia seperti ingin memberontak, tapi ia tidak bisa. Dia hanya bisa diam menerima perlakuan dari seorang cabul.

Astaga apa yang baru saja aku lihat itu sebuah pelecehan? Ingin rasanya ku berteriak. Maafkan aku eonni, aku juga takut.

Si pria itu melihat ke arahku. Ia sepertinya sadar kalau sedari tadi aku memerhatikannya. Tapi sepertinya wajahnya tidak asing bagiku.

Aah aku ingat, si cabul itu adalah orang yang sama dengan orang mabuk yang aku temui saat baru tiba di Jeonju.

Aku pun memalingkan perhatianku ke pintu kereta. Tapi, pria itu terus melihat kearahku. Ia melepaskan tangannya dari bokong wanita tadi.

On The 16 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang