#13

1.7K 108 0
                                    

Aku membuka kedua mataku setelah waktu yang tidak ku ketahui. Pertama kali aku menemukan sebuah langit-langit, tapi bukan di kamarku. Aku berusaha bangkit lalu menatap ke segenap penjuru yang baru saja kuketahui sebagai sebuah kamar rumah sakit. Aku agak bingung dan mencoba merangkai kejadian demi kejadian sebelum aku berada di sini.

Ya, aku ingat sekarang. Aku menelan semua obat sakit kepala yang tersisa dari kemasannya setelah merasa sebutir tak cukup meredakan sakit di kepalaku. Aku bodoh dan tidak bisa berpikir jernih saat itu. Tapi nyatanya aku baik-baik saja sekarang, aku bisa membuka mata, bangun dari tempat tidur, dan lihatlah... Bahkan aku bisa menjejakkan kedua kaki telanjangku di atas lantai keramik berwarna putih. Tubuhku terasa ringan dan aku tidak merasakan sakit sama sekali. Sakit kepalaku lenyap entah kemana, dadaku juga baik-baik saja tak ada rasa nyeri yang mendera di sana, dan aku bisa memastikan aku sehat. Pilihanku tepat. Obat itu sangat ampuh!

Aku melangkah pelan menuju pintu dan berhenti seketika saat melihat bayangan Julian tampak dari baliknya. Sebuah kaca bening terpasang pada pintu kamar itu, hanya beberapa centi saja lebarnya namun cukup membantu menampilkan sosok Julian yang sedang berdiri tak jauh dari pintu di hadapanku. Ia tampak berbicara serius dengan seorang pria yang sebagian rambutnya memutih, pakaiannya juga berwarna putih bersih. Sebuah kacamata tebal bertengger di atas hidungnya. Dan satu lagi, stetoskop menggantung di lehernya. Dokter. Aku benci orang itu!

Paranoid? Gangguan kejiwaan?

Samar-samar aku mendengar sang dokter menyebutkan kedua kata itu. Lalu apa lagi? Aku mendekatkan telingaku ke pintu agar bisa mendengar percakapan mereka lebih banyak lagi,tapi sepertinya mereka sengaja merendahkan suara. Seolah tahu aku sedang berdiri di balik pintu untuk menguping pembicaraan mereka.

Tunggu. Mereka tidak sedang membicarakanku bukan?aku sedang berpikir keras mencerna percakapan mereka. Pria itu Julian dan siapa lagi yang ia bicarakan jika bukan diriku? Aku adalah topik terpenting yang harus ia konsultasikan dengan sang dokter mengingat aku adalah penghuni salah satu kamar di rumah sakit ini. Apa aku tidak salah dengar tadi? Paranoid? Gangguan kejiwaan?

Aku lemas. Tubuhku merosot ke bawah seketika. Seolah tulang belulangku meleleh, tapi anehnya aku tidak merasakan apa-apa. Bahkan rasa sakit sekalipun. Kemana semua rasa sakit itu?tanyaku pada lantai keramik berwarna putih di bawahku. Apa lantai itu yang telah berbaik hati menyerap semua rasa sakitku? Atau angin yang menghembuskan ia pergi dari tubuhku?

Hening. Tak ada jawaban yang bisa menjelaskan pertanyaanku. Rasa sakit itu pergi begitu saja, tanpa meninggalkan petunjuk atau sekedar jejak. Ia hilang seperti tak pernah ada.

Siapa yang menderita paranoid? Siapa yang mengalami gangguan jiwa? Aku-kah? Aku gila? Yang benar saja? Dokter itu pembohong Julian! Jangan pernah mempercayai ucapan orang itu! Kamu hanya boleh percaya padaku Julian! Batinku berteriak nyalang.

Aku mencoba berdiri dan berteriak pada Julian sekeras yang ku bisa. Aku memukul daun pintu itu berkali-kali, tapi Julian masih berdiri di tempatnya bersama dokter itu. Seperti tak pernah mendengar suaraku. Padahal aku sudah berteriak sekeras ini.

"Mei!"

Aku tertegun. Sebuah suara berat milik laki-laki meneriakkan namaku dengan lantang dan kasar. Siapa? Aku menoleh ke kananku, tapi tak ada apapun. Lalu ke kiriku, juga tak kutemukan siapapun. Sama-sama kosong. Aku memutar tubuhku dan terbelalak melihat kenyataan yang terpampang jelas di hadapanku.

Sebuah lorong panjang telah terbentang di hadapanku, tanpa kuketahui asal muasalnya. Lorong itu tampak sempit dan berujung pada sebuah pintu yang terbuka lebar serta menyilaukan mataku. Aku tidak tahu apa yang menungguku di belakang pintu itu.

Apa ini?aku tergagap dan menyadari aku tak lagi berada di kamar rumah sakit. Harusnya di depan sana adalah ranjang yang sempat kutempati tadi. Tapi kini berganti menjadi sebuah lorong panjang. Aku menatap sekeliling dengan ketakutan yang memuncak. Oh!

Tak ada apapun disekitarku. Pintu, lantai keramik putih, juga bayangan Julian dan dokter itu, semua menghilang!

Dimana aku?suaraku tak bisa keluar meski aku mencoba berteriak sekuat-kuatnya. Apa...aku sudah mati?

Tidak!!!

"Sudah waktunya kamu kembali, Mei,"suara berat pria itu kembali terdengar. Tapi aku tak melihat siapapun di sekitarku. Tapi aku benar-benar mendengar suara pria itu dengan sangat jelas. Pria itu punya suara tapi tanpa wujud. Malaikat mautkah???

"Kamu harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu selama hidup..."

Tidak! Aku hanya bisa berteriak dalam hati. Aku tidak mau. Aku belum ingin mati. Aku ingin kembali dan memperbaiki hidupku sekali lagi. Kumohon...

Julian, Julian. Selamatkan aku!

SANDIWARA CINTA #Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang