#11

2.1K 116 1
                                    

Aku menikmati setiap guyuran air yang keluar dari ujung shower dan membayangkan diriku adalah seorang aktris yang sedang syuting film drama romantis. Adegan seperti ini selalu dramatis dan dalam bayanganku, semua permasalahan yang mendera hidupku luntur seketika saat air mengguyur kepala dan tubuhku. Nyatanya tidak. Adegan itu hanya mengelabuiku. Tapi setidaknya aku sangat suka mandi dengan shower.

Ujung jariku sudah mengerut dan kuku-kuku tanganku sudah membiru. Menyadarkan jika aku sudah terlalu lama beradegan mandi dan harus segera mengakhirinya jika tidak ingin menggigil atau terserang masuk angin. Aku membalutkan sebuah handuk ke tubuhku dan bergegas keluar dari kamar mandi. Aku melangkah menuju kamarku dan mengambil sebuah handuk lagi di dalam lemari untuk membungkus rambutku yang basah. Aku merasa segar sekaligus kedinginan.

Aku mengambil ponselku dari atas meja rias dan menemukan ada 9 missed calls di layar ponselku. Semua dari private number bodoh itu!

Siapa?! Siapa?!

Aku nyaris kehilangan akal saat ini. Jika benar si private number itu adalah Viko, kenapa ia melakukan ini padaku? Sengaja ingin menerorku?

Private number calling.

Ponsel dalam genggamanku berdering. Aku gamang. Angkat atau tidak?

"Hallo..."

Mati. Panggilan itu tersambung selama satu detik lalu dimatikan oleh si private number. Huh. Aku benci dipermainkan seperti ini. Aku geram dan melemparkan ponsel itu ke atas tempat tidur.

Aku mengeringkan rambutku dengan hair dryer sejurus kemudian. Mengoleskan pelembab dan bedak ke atas kulit wajahku. Tak terlalu tebal karena aku tidak akan keluar rumah hari ini. Aku hanya menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan di luar sana, seperti bertemu Viko misalnya. Tak lupa aku mengoleskan lipbalm transparan ke bibirku. Sebenarnya dengan make up simple seperti inipun aku sudah tampak cantik, batinku sambil tersenyum menatap diriku di cermin. Aku cantik dan angkuh!

Aku bangkit dari kursi rias, melangkah ke lemari, dan memilih sebuah dress diantara sekian banyak koleksiku di sana. Sebuah terusan berwarna cokelat muda, berbahan sifon, berlengan pendek, dan panjangnya selutut. Julian yang membelikan dress itu di sebuah mal saat kami jalan-jalan. Aku yang merengek pada Julian agar dibelikan dress itu. Aku tampak cantik saat memakai dress itu, begitu puji Julian saat aku pertama kali memakainya.

"Non..."

Aku sudah selesai berpakaian saat mbak Murni mengetuk pintu kamarku. Ia mendorong daun pintu setelah mengetuknya dua kali, tentu saja setelah aku mengizinknnya masuk.

"Ada apa Mbak?"aku masih menatap diriku di cermin saat ia mendekat.

"Ada tukang antar paket di luar,"beritahu mbak Murni.

"Untuk siapa?"tanyaku. Julian?

"Untuk Non Mei katanya,"jawab mbak Murni.

Aku? Aku mengerutkan dahiku. Mungkin saat aku melakukannya, aku terlihat sepuluh tahun lebih tua. Aku segera menormalkan kembali dahiku.

"Baiklah,"aku melangkah keluar dari kamar diikuti langkah mbak Murni. Aku menuju pintu depan sementara mbak Murni menuju ke dapur.

"Paket untuk si..."

Pertanyaanku tidak pernah selesai. Seorang pria yang konon adalah pengantar paket untukku, membalikkan tubuhnya begitu aku datang. Pria berjaket biru tua itu menurunkan topi yang menutupi wajahnya.

Viko!!!

Aku melangkah mundur dua langkah begitu mengetahui identitas asli sang pengantar paket. Si brengsek itu...

SANDIWARA CINTA #Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang