If we

4K 919 107
                                    

Taeyong's view

Kalian tidak akan tahu apa yang namanya cinta kalau kalian tidak pernah merasakan apa yang gue rasakan pada perempuan bernama Jennie.

Semua kejadian membingungkan tentang 'J' sebenarnya guelah kartu ASnya.

Anggaplah gue pemuja Jennie Kim, gue selalu mengabadikan senyum cantiknya tanpa ada orang yang tahu di balik lensa kamera gue, semua tentang Jennie gue mengetahuinya.

Bahkan gue tahu dia sangat mencintai seseorang yang bernamanya Johnny. Pacarnya.

Gue cemburu? Tentu saja. Tapi gue lebih menderita melihat Jennie menangis karena Johnny dari pada gue memaksakan kehendak untuk memiliki dia.

Tentang Johnny dan Jingga, si pacar dan si teman baik Jennie yang punya hubungan gelap di belakang Jennie tanpa Jennie tahu.

Johnny dipaksa untuk tetap bertahan karena Jingga tidak ingin dimusuhi j
Jennie, atau di cap perebut.

Dan bodohnya Johnny hanya meng'iya'kan. Tanpa sadar Jennie akan sakit hati pada ujungnya.

Setahu gue mereka main aman, tidak ada seorangpun yang tahu hubungan antara Jingga dan Johnny, kecuali gue (mungkin). Baik Keluarga dan sahabat mereka sendiri.

Hubungan Jingga dan Johnny yang penuh rahasia, bahkan keduanya tidak menyimpan contact masing-masing di handphone mereka, tidak ada foto (but actually I have this one), dan tidak ada jejak sama sekali mereka pernah menjalin perselingkuhan.

Tapi ketika kecelakaann naas itu terjadi, sumpah demi apapun itu bukan gue pelakunya.

Hari itu gue memang membuntuti mereka, dan saat kejadian itu gue ada di sana. Karena keadaan Jingga lebih parah dari Johnny, dia di bawah ke rumah sakit yang lebih baik fasilitasnya.

Gue juga berusaha bilang sama keluarga Jingga maupun Johnny kalau ini kecelakaan tunggal, dan mereka percaya.

Johnny dan jingga terpisah mulai hari itu.

Mereka saling melupakan, dan ini keuntungan.

Jennie bisa bahagia sama Johnny, dan untuk Jingga biarlah jadi urusan gue.

Setidaknya sampai mereka saling mengingat, gue ingin Jennie gue bahagia.

👟👟👟

Jingga's view

Hari ini gue menemani Ten ke kampus sebelah untuk lomba dance yang rutin mereka adakan. Sebagai sahabat yang baik, gue buru-buru datang bersama Winwin sembari membawa spanduk dukungan.

Tapi jatohnya kita malah kayak anak ayam nyasar.

"Aaaa telpon gih si Ten malah nyasar gini!" Omel gue yang sudah mengipasi leher dengan tangan saking gerahnya.

Soalnya ini jam dua siang dan cuacanya panasssssssssssssss banget, matahari lagi imut-imutnya.

"Iya bentar," Winwin meraih ponselnya dan mulai menelpon Ten.

"Gak diangkat Jing." Ucap Winwin dengan ekspresi polosnya.

YA TUHAN. MAU MARAH TAPI GAK TEGAAAA...!

Gue melihat sekeliling dan kebetulan ada kursi taman yang tidak jauh dari tempat gue dan Winwin berdiri.

"Duduk dulu yuk?" Tawar gue.

Gue dan Winwinpun duduk di kursi taman itu sambil melihat mahasiswa kampus itu lalu lalang tanpa berani bertanya pada salah satunya.

"Jadi gimana ini Win?" Tanya gue yang sudah putus asa duluan.

"Ya mau gimana? Tungguin Ten aja lah sampai dia nelpon balik."

Guepun akhirnya pasrah dan menyender sambil menggoyangkan kaki gue.

"Jingga, gue toilet dulu," Pamit Winwin.

"Cepet balik, jangan nyasar!"

"Iya."

Gue ditinggal sendiri oleh Winwin, dan yang bisa gue lakukan hanya menelpon Ten berulang-ulang.

NIH MAKHLUK HIDUP NYURUH GUE DATENG TAPI GAK NGASIH DETAIL TEMPAT ACARANYA GIMANA SIH? HHHHHH

"Boleh gue duduk di sini?"

"Duduk aja mas," Jawab gue tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari ponsel gue.

Hening, mas-mas di samping gue hanya nikmati kopinya.

"Halo Jen. Iya ini udah selesai.... Mau dijemput sekarang?"

"Ya udah, wait me Jennie."

Mendengar nama Jennie guepun berbalik ke arah pemilik suara, dan ternyata dia cowok yang menjemput Jennie di kampus tempo hari.

Sadar gue tatap, dia juga berbalik menatap gue.

"Kenapa mbak?"

"Heh? Enggak. Mas pacarnya Jennie?"

"Iya. Siapa yah?"

"Ah, saya temen sekampusnya,"

"Oh, hai. Johnny." Dia mengulurkan tangannya ke gue.

"Jingga." Guepun dengan santai menyambut jabatan tangannya.

Saat tangan kami saling tertaut. Gue merasa seperti ada aliran listrik yang menjalar ke seluruh permukaan jari-jari gue.

"Wow beautiful name,"

"Thanks." Gue tersenyum canggung hingga jabatan tangan kami terlepas.

"Jingga?"

"Hm?"

"Apa kita pernah ketemu sebelumnya?"




If we born again, if we love again.
Let's no do this again.[if we love again- chanyeol/chen]

-To be continued -

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

OH MY 'J'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang