Jam menunjukkan pukul 11.35 waktu setempat. Dengan surya yang kini angkuh bertahta di singgasana, segala bentuk kebisingan seakan tahu diri untuk sekedar diam. Seperti yang menjadi fokus dari tatap kosong Kim Namjoon saat ini. Dari balik pagar pembatas balkon apartemennya, ia mematung dengan kedua tangan di saku celana. Jalanan yang sesak kendaraan, klakson maupun percakapan ribut yang tumpang tindih, pejalan kaki, dan segala kesibukan tengah hari."Joon?" serak suara itu menginterupsi si pemuda Illsan untuk berbalik badan. Oh, dia sudah bangun rupanya.
"Hai," sapanya ramah, lantas bergerak menghampiri pemilik suara yang berdiri di bingkai pintu.
"Sudah baikan?" punggung tangannya mengusap penuh kasih wajah letih di hadapannya. Menangis semalaman rasanya bukanlah perkara mudah.
"Lumayan, kau tidak kelas?" gelengan cepat menjadi jawaban atas pertanyaan retorik itu. Namjoon tau, Sooyeon hanya sedikit bingung memulai obrolan. Toh gadis itu tau betul jadwal kuliah yang dia pertanyakan.
Namjoon dengan hati-hati meraih pundak lemah itu, mendekapnya singkat sebelum menawarkan sarapan yang terlambat.
"Aku sudah buatkan sandwich tadi pagi, tapi karena kau baru bangun sekarang, biar aku buatkan pasta."
Sooyeon mengulum senyum untuk perlakuan Namjoon yang seperti ini. Hei, lelaki jangkung di sisinya ini memang manis, tapi sekarang ia merasa bahwa sahabatnya itu jauh lebih manis lagi. Apa karena kejadian tempo hari dan tadi malam? Atau memang Sooyeon saja yang melewatkan beberapa pekan tanpa karibnya?
"Joon," panggilnya dari balik pantry yang berseberangan dengan lawan bicara.
"Hmm?"
"Tidak ada, hanya ingin memanggilmu saja."
"Cih, tidak usah khawatir pasta nya pasti enak. Seok Jin hyung sudah mengakui masakan ku yang satu ini."
Kali ini Sooyeon terbahak mendengar pengakuan sombong itu. Sejak kapan Kim Namjoon si genius mau menyentuh hal-hal berbau dapur? Seingatnya, sejak umur 12 tahun Namjoon tak pernah mau datang ke dapur lagi untuk menyentuh perabotannya. Kebakaran kecil akibat ulah keduanya dimasa lalu membuat si bungsu Kim itu menghindari dapur.
"Trauma mu sembuh?"
Ganti Namjoon yang tertawa, tidak lama karena ia kemudian mengacungkan spatula pengaduk saus ke arah Sooyeon.
"Jin hyung mengomeliku habis-habisan bulan lalu. Dia marah karena setiap mereka datang ke sini hanya ada makan ringan dan hasil delivery, dia memaksaku membuat pasta dan ramyeon," Namjoon bergerak meraih potongan bombai, "dan ya, begitulah. Dia terus datang setiap hari dan memaksa ku membuat makanan sendiri."
Penuturan Namjoon membuat Sooyeon terpaku. Persahabatan luar biasa antara ketujuh lelaki tampan itu ternyata tidak main-main. Kadang Sooyeon berpikir, mungkin inilah yang acap kali menjadi alasan kekanakannya untuk merasa iri terhadap kedekatan Namjoon dengan selain dirinya.
"Itu bagus, Joon. Setidaknya kau sudah punya menu lain diluar daftar delivery." Sooyeon mengacungkan dua ibu jari, apresiasi tertinggi untuk prestasi mandiri sahabatnya.
"Nah, sudah selesai." Namjoon membawa sajian pastanya ke hadapan Sooyeon penuh kebanggaan. Hasil berlatih paksa yang kini ia syukuri.
Terimakasih untuk Seok Jin hyung, semoga tugas akhir mu diberi kelancaran.
"Joon, aku juga ingin belajar memasak dari Jin oppa." Gulungan besar pasta ke dua kembali memenuhi mulut gadis Park, begitu menggemaskan dimata Namjoon.
"Jangan sampai dia dengar, bahunya akan semakin melebar nanti." Satu usapan lembut Namjoon berikan pada sudut bibir ranum gadis di hadapannya, cara makan yang tidak berubah.
"Habiskan, ya. Setelah ini mandi, aku akan mengantarmu pulang." Namjoon ingin beranjak, berencana membereskan kekacauan kecil yang sempat ia perbuat saat menumpahkan saus tiram pada pantry sebelum pergelangan tangannya ditahan oleh genggaman dingin Sooyeon. Dari sorot matanya, Namjoon menangkap kekhawatiran yang dalam disana.
"Yeon, semuanya baik-baik saja. Chanyeol hyung tadi menelpon ku, mereka khawatir."
Sooyeon menggeleng dalam tunduknya, "Bukan itu, aku yakin mereka tidak keberatan dengan ini. Tapi, aku... aku mengecewakan ibu, Joon."
"Hei, tidak sama sekali. Kau sudah lakukan yang terbaik, semua ini kendali Tuhan, Yeon."
Diraihnya dagu runcing gadis itu, mengamati sebentar betapa sang dara terlihat lebih tirus dari sebelumnya. Lalu mengikuti keinginan hati, ia kembali memberikan hangat pelukan pada si bungsu Park. Salurkan penyemangat paling ampuh.
"Percaya padaku, bahkan ibu mu pasti terluka melihat putrinya serapuh ini."
Dalam pelukannya, Sooyeon mengangguk kecil. Mengamini ucapan Namjoon yang selalu mampu meyakinkan hatinya.
"Sekarang, selesaikan makanmu. Aku akan siapkan yang lain, ok?" Sooyeon menyambut itu dengan anggukan, Namjoon memang selalu bisa diandalkan.
________________
Chapter 2
maksa banget sih sebenernya, Namjoon kan nggk bisa masak ㅋㅋㅋㅋㅋㅋ
xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Love Song (ON HOLD)
FanfictionInginku adalah agar semuanya tak berubah. Akan dan selalu sama. Karena sungguh, perubahan membuatku canggung bahkan untuk sekedar bernapas saja. -knj-