XXIII

194 27 5
                                    

Troli yang didorong lambat itu baru berisikan dua bungkus makan ringan rasa keju dan satu pack besar tissue makan. Masih akan terus bertambah, karena kini dua tuannya tengah memarkir troli di hadapan jejeran mie instan farian rasa.

"Ugh, Hoseok bilang Jungkook baru mau pulang." Nayoung mengadu sembari mengantongi kembali ponselnya setelah membalas pesan lelaki Jung yang melaporkan kondisi adik kecil mereka yang sedang tidak enak badan itu.

Namjoon terkikik geli, "Ya, Yoongi bilang kalau tadi Sooyeon sempat menelpon dan memberi penawaran bagus padanya." Dalam ucapannya, lelaki dengan dua cup ramyoen di tangannya itu tersenyum bangga.

"Hoseok juga bilang begitu, katanya Sooyeon adalah yang paling ampuh untuk Jungkook."

Munafik kalau Nayoung tak merasakan sensasi lain dalam hatinya. Entah apa, hanya saja sedikit rasa tak tak suka. Dan Namjoon juga tak begitu bodoh untuk menyadari bahwa ada ungkapan lain dibalik kalimat tadi. Samar, namun begitu jelas ketika gadis di hadapannya menghindari kontak mata mereka.

"Ah, Taehyung dan Jimin titip cola."

Melangkah menjauh, Nayoung menuju barisan lemari pendingin yang berisi jejeran minuman botol sampai kaleng beragam judul. Dingin. Ia butuh dingin untuk panas yang seketika menginvasi dalam dirinya.

Satu. Dua. Tiga. Empat dan entah berapa kaleng cola ia bawa kedalam pelukannya cepat. Mencomot tanpa memikirkan betapa dinginnya kaleng kini telah berpindah pada lengannya yang tak dijangkau oleh lain kaos.

"Aw!"

Menjerit kaget, Nayoung nyaris saja menjatuhkan kaleng-kaleng dalam pelukannya jika saja Namjoon tak datang tepat waktu bersama troli mereka.

"Kau pikir yang tadi itu apa?" kesal Namjoon berkata seraya menarik kedua lengan kurus itu beserta si empunya.

Namjoon menggenggam lengan dalam milik Nayoung pada lipatan siku dan menumpu sikunya pada telapak tangan gadis itu, menyalurkan hangat dari bagian lengan yang sama.

Keduanya bungkam, enggan buka suara. Terlebih Namjoon yang jelas tak mengerti arah dari tindakannya.

"Lain kali, berpikirlah sebelum melakukan sesuatu. Kau bisa dapat masalah karena ceroboh seperti tadi."

Nayoung menyimpan wajahnya dalam, menunduk hingga keseluruhan wajahnya ditutupi gerai rambut yang disengaja.

"Kalau tadi sampai jatuh dan kalengnya pecah, siapa yang akan bayar ganti ruginya?" gurau Namjoon sembari mengayunkan tautan tangan mereka.

Nayoung berdecih kesal, "Tentu saja kau, Mr. Kim." Ujarnya masih dengan kepala tertunduk. Enggan menunjukkan semu merah jambu yang kini menggerayangi kedua pipinya.

----

Sedan Merch hitam itu diparkir rapi bersebelahan dengan sedan putih lain yang Namjoon yakini baru saja menempati areanya sebelum ditinggal pergi tiga jam yang lalu. Dilihat sekilas pun Namjoon tahu pasti milik siapa kerangka bermesin itu.

Usai memastikan semuanya beres, Namjoon praktis menoleh pada kursi penumpang yang sedari tadi sunyi pergerakannya.

Dengan lengan yang dilipat di depan dada, kepala yang miring ke kanan, dan posisi duduk yang agak merosot, Namjoon memergoki Nayoung yang tertidur begitu pulas dengan rambut agak berantakan.

"Pantas saja tadi sepi, kenapa tidak bilang kalau ngantuk?" Namjoon bermonolog sembari melepas seatbelt yang mengungkungnya, dan bergerak mendekati gadis di sebelahnya.

Dengkuran halus disertai tarikan nafas yang teratur menjadi sambutan bagi indra pendengaran Namjoon kala berada tepat di depan wajah terlelap itu. Dengan kondisi wajah tanpa make-up dan sedikit sembab, Namjoon masih mendapati sinar dari setiap lekuk pahatan itu dengan sempurna, begitu cantik.

"Im Nayoung."

"Kim Namjoon."

Kilas balik dari pertemuan pertama mereka berputar ulang secara otomatis. Memperlihatkan senyum sapa yang meninggalkan bekas begitu dalam bagi Namjoon sampai hari ini. Senyum canggung yang tak pernah Namjoon temui lagi.

"Kadang aku merindukan sifat kakimu yang menggemaskan dulu." Bisik Namjoon sebelum melepas sealtbelt Nayoung dan segera undur diri.

----

"Lho?" Jimin panik mendapati Namjoon yang masuk dengan Nayoung dalam gendongannya.

"Ada apa, hyung?! Sesuatu ter____"

"Nayoung tidur, Jim. Jangan berisik." Namjoon melotot membalas hebohnya Jimin sebagai sambutannya.

"Mobilku belum dikunci, ambil belanjaannya sana." Perintah Namjoon yang ditanggapi gumaman kesal Jimin.

Selalu begitu. Namjoon suka sekali memerintahnya, terlebih jika ada hal lain yang membuatnya mampu mengelak dari tugas awal. Contohnya seperti sekarang. Namjoon membawa Nayoung dalam gendongannya.

"Oh, Jin hyung di atas, katanya ada yang ingin dia bicarakan denganmu, hyung." Ucap Jimin sebelum menghilang sepenuhnya di balik daun pintu.

----

Alkatraz punya memang markas besar yang dijadikan tempat perkumpulan tujuh pemuda tampan itu beserta teman-teman mereka yang lainnya. Namun begitu, nyata bangunan dua lantai ini tidak cukup banyak memiliki ruangan sebagai tempat yang bisa dijadikan markas terselubung lagi.

Alkatraz hanya punya dua ruangan di lantai satu dan satu ruangan di lantai dua. Dan, setiap ruangan itu sudah memiliki tuannya dengan segala aturan tak tertulis yang patut disegani. Karenanya, Namjoon dengan berat hati membaringkan Nayoung pada sofa utama ruang tengah yang memang selalu jadi kasur favorit gadis itu jika berada di sana.

Berpakaian dengan ala Nayoung biasanya membuat Namjoon kemudian berinisiatif melepas bomber hitam yang ia kenakan dan menyampirkannya pada Nayoung sebagai selimut sementara.

"Sleep well, Im." Bisiknya sembari menata anak rambut yang menutupi wajah tertidur itu hati-hati, sebelum kemudian meneruskan langkah menuju tangga. Memenuhi panggilan Seok Jin yang pemuda itu titipkan pada Jimin.

----

Nayoung sungguh tak mampu menahan segala gejolak emosi dalam dirinya sejak mendengar langkah itu menjauh dari posisinya dan mulai memijak anak tangga.

Lho? Bukannya ia tidur?

Bohong. Nayoung justru tidak tidur sama sekali. Ia hanya menajamkan matanya sejak deru mesin mobil milik Namjoon berhenti di lahan parkir Alkatraz. Mencoba untuk tidak terjaga agar semua baik-baik saja.

Ya, baik-baik saja.

Nayoung buruk, kondisinya. Perlakuan Namjoon saat di supermarket masih membekas dan membuatnya risih sekaligus gelisah. Jantungnya berdetak tak normal. Begitu kuat dan membuat dadanya kebas. Terlebih dengan beberapa dialog yang Namjoon ucapkan untuknya sebelum pemuda Kim itu menggotong tubuh -pura-pura- tertidurnya ke dalam Alkatraz. Itu sukses membuatnya terbang, sungguh. Nayoung merasa kalau itu membuatnya bahagia. Sangat.

Tapi, bukankah angin hanya berhembus sekali dan tak dapat datang lagi? Begitu juga kebahagian untuk saat-saat tertentu.

Karena Nayoung kini diselimuti oleh hangat yang kemudian ia benci. Hangat, yang ia sadari berbeda arti.

"Sekarang aku tau betapa berartinya Namjoon untukmu. Sekarang aku tau mengapa kau begitu ingin ia selalu berada disisimu.

Dan, sekarang juga aku tau siapa aku, dan siapa kamu."

________________________

Chapter 23

Ok, masih sama Namjoon x Nayoung.

Team Sooyeon, sabar dulu. Nanti Sooyeon nya dateng lagi kok ㅋㅋㅋㅋ

Btw, ada saran untuk work ini? Apa pun. Karena saya yakin ada banyak kekurangan yg perlu saya perbaiki.

Thanks buat yg sudah mampir, dan mudah2an bisa segera update lagi :)

xoxo.

My Secret Love Song (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang