Kadang Namjoon sering berpikir tentang bagaimana rakusnya waktu memakan moment dalam hidupnya. Karena kalau dipikir ulang, Im Nayoung, gadis yang kini tengah khusyuk dengan sepiring spaghetti itu sudah lumayan dalam menancapkan diri pada hidupnya. Ya, Nayoung nyatanya mampu menemukan lahan untuk tertanam dengan tepat.
"Kim? Kau tidak makan?" spaghetti yang di gulung pada ujung garpu Nayoung sodorkan pada Namjoon, berniat menyuapi.
Namun, targetnya menolak halus dengan merebut garpu dan balik menyuapi pelaku.
"Aku sudah makan bekal dari Jenny tadi," ujarnya sembari meraih tisu dan menempelkannya pada bibir Nayoung, kebiasaan makan yang buruk.
"Jenny? Ya ampun, Kim itu pasti untuk Yoongi! Kenapa kau yang makan?!" kurang lebih empat pukulan menghujam lengan kirinya sebagai aksi tak terima Nayoung.
"Aw! Hei! Aduh, Yoongi yang bagi, kok."
"Bilang pada manusia es itu, kalau memang tidak mau jangan memberi harapan palsu!" kepalan serupa tinju Nayoung layangkan ke hadapan Namjoon, berlagak mengancam.
"Sampaikan langsung saja kalau berani," sahut suara lain dari balik punggung Namjoon. Ouh, suasana cafetaria yang lumayan ramai ternyata cukup sukses menjadikannya sebagai tameng persembunyian si pendek Yoongi.
"Memang begitu, kan? Kau terlalu konyol untuk mempermainkan perempuan sebaik Jenny." Acuh Nayoung kembali melanjutkan makan siangnya.
Yoongi mendengus kesal, perempuan satu ini selalu saja punya kalimat balasan yang lebih kejam. "Hei, Joon! Sooyeon mencarimu, tadi aku bertemu dengannya di basement. Sepertinya menunggumu," meski begitu Yoongi masih menyempatkan diri merebut garpu yang sudah menggulung spaghetti dari tangan Nayoung, "ponselmu mati," lanjutnya kemudian suapan besar itu memenuhi mulut tajamnya.
Sontak saja Namjoon berdiri, menarik ranselnya asal dan terburu menuju pintu keluar cafetaria tanpa ucapan terimakasih atau pun sampai jumpa pada dua kawannya.
Tatapan heran Nayoung berikan seiring langkah besar yang membawa Namjoon hilang di balik keramaian cafetaria kemudian daun pintu. Sementara itu, Yoongi kembali mencuri satu suapan kecil dan berlagak biasa, seolah tanggapan Namjoon tadi adalah sebuah keabsahan yang memang seharusnya terjadi.
"Sooyeon, itu... siapa?" setengah ragu ia bertanya, menatap Yoongi sebentar kemudian menyuap spaghettinya yang nyaris kandas.
Yoongi memicing, berusaha menangkap sinyal lain dari pertanyaan Nayoung barusan. "Park Sooyeon, kau... tidak tau?" gelengan menjadi jawaban atas pertanyaannya.
"Kalau aku tau aku tidak akan tanya." Sinisnya menatap Yoongi tak suka.
"Bersikaplah yang baik, atau tidak kujawab dengan baik."
Nayoung jengah. Memilih Yoongi sebagai partner debat adalah pilihan terburuk yang pernah ada.
"Kalau tidak mau cerita ya sudah."
"Aku menjawab, bukan cerita."
"Terserah lupakan saja."
"Kau cemburu, ya?" hardik Yoongi kemudian sempurna membekukan Nayoung. Bukan, bukan karena sesuatu yang mengganjal hatinya, hanya saja ia tak suka dicurigai.
"Siapa bilang? Jangan terlalu mudah memberikan spekulasi," ketus Nayoung mengundang tawa membahana Yoongi. Mata sipit lelaki Daegu itu semakin menggaris, hilang dibalik tumpukan lemak pinggir matanya, lucu tapi menyebalkan.
"Hei, aku hanya bercanda. Baik, akan kujawab."
Tawa Yoongi mereda, ia berdehem lantas memajukan tubuhnya mendekati Nayoung di seberangnya.
"Mereka sahabat, jauh sebelum kami bersama mereka sudah bersama sejak keduanya tinggal di Illsan. Eh, Namjoon benar tidak pernah membahas tentang Sooyeon padamu?" Yoongi menatap penuh penasaran.
"Tidak. Hm, atau mungkin... belum."
Dagu yang tak gatal itu digaruk singkat oleh telunjuk kurusnya, sementara itu Yoongi mengangguk sok paham.
"Namjoon tipikal orang yang tidak bicara tanpa diminta, aku yakin kau tau maksudku." Yoongi menggidikan bahunya, mengisyaratkan satu dari banyak karakteristik milik Kim Namjoon.
Nayoung tersenyum, busuran yang sulit diartikan. "Persahabatan antara perempuan dan laki-laki tak ada yang abadi, bullshit sekali kalau sampai akhir tak ada satu pun di antara mereka yang jatuh."
"Teori basi dari pertemanan berkedok pendekatan. Ya, bisa ku terima, karena toh benar adanya, kan?" Yoongi menatap Nayoung yang mulai mempertontonkan kegelisahan sempurna karena bidikan si putih pucat.
Dalam hatinya, Yoongi tertawa puas. Apa dia bisa menyebut ini sebagai kartu as milik si cerewet?
_________________
Chapter 4
xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Love Song (ON HOLD)
FanfictionInginku adalah agar semuanya tak berubah. Akan dan selalu sama. Karena sungguh, perubahan membuatku canggung bahkan untuk sekedar bernapas saja. -knj-