Lantai parket itu terasa lebih dingin dibanding lautan salju yang kini menumpuk di lapangan luar gedung. Kilapnya seakan menyentak si ringkih yang meringkuk di sudut ruangan, pandang merendahkan dan penuh ejekan, meremehkan.
Isak kecil menggema, temani sunyi yang sesekali diisi samar desir angin dari luar. Si ringkih tersedu. Menangisi keterpurukan, menjerit dalam ketidak adilan nasib.
Gulungan rambutnya ditarik paksa, mengakibatkan surai gelap sepinggang miliknya tergerai acak, berantakan.
Lantas jemarinya bergerak kaku setengah ragu meraih tas jinjing disisinya. Merogoh amatir dengan ketidakpastian yang kentara. Lalu ia menarik tangannya keluar, bersama cermin rias dalam genggaman.
"Aaarrghh!!!" terpekik ia kemudian, bersamaan dengan itu cermin di hempas sampai pecah berkeping-keping. Serpihan cermin itu berserakan acak, kecil-kecil, bingkai cermin bahkan terpental jauh sampai ke speaker di sudut lain ruangan.
Dari serpihan itu, satu serpihan menjadi fokusnya. Runcing dan lebih besar dari serpihan yang lain. Diraihnya perlahan, ragu itu masih mendominasi. Namun, dilihat dari gurat wajahnya frustasi jauh lebih erat mendekap sosoknya. Manik yang nanar penuh amarah, kecewa, dan keterpurukan. Bibir yang bergetar serta wajah pucat pasi.
Brak.
"PARK SOOYEON!!!"
Derap langkah cepat terdengar arogan setelah dua suara lantang sebelumnya. Hentakan itu kemudian berhenti tak berselang lama, tepat dihadapan ringkuk si ringkih.
"Are you insane?!" keras, sarat akan amarah bercampur kekhawatiran yang dalam.
Telapak tangan besar si pembentak mencengkeram pundak si ringkih kuat. Emosinya memuncak hebat sampai kepalanya pun terasa pening. Gurat kekhawatiran akhirnya ia perlihatkan kala pandang keduanya bertemu. Dan dengan bodohnya, Sooyeon, bahkan baru menyadari deru nafas tersengal itu menerpanya.
"Joon," setengah terisak, serpihan cermin yang tadinya ia genggam terjatuh. Terburu dan gemetar, Sooyoen meraih wajah pucat di hadapannya. Dingin, penuh keringat dan gemetar. Dari sentuhan yang ia berikan, Sooyeon meyakini bahwa amarah yang begitu besar tengah ditahan oleh si pembentak, karena rahangnya mengeras.
"Ku mohon, jangan seperti ini."
Namjoon, pembentak mengerikan itu luluh. Intonasinya memelan, ia yang awalnya berjongkok kini ikut jatuh terduduk. Katup bibirnya bergetar, linangnya mulai menggenang.
"Jika kau memang ingin, ayo lakukan bersama ag___"
"Tidak. Aku tidak, tidak Joon tidak."
Sooyoen menggeleng cepat, menolak ucapan Namjoon yang bahkan belum diselesaikannya. Air mata gadis itu kembali menganak sungai, begitu deras sampai ia pun tak mampu dapati bayang Namjoon di hadapannya.
"Karenanya, jangan seperti ini. Ku mohon," lirih Namjoon bersamaan dengan lengannya yang menarik sang dara pada rengkuhnya. Memeluk gadis Park itu posesif. Berusaha melindunginya dari segala rasa sakit.
"Jangan khawatir, aku disini."
______________
Chapter 1
xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Love Song (ON HOLD)
أدب الهواةInginku adalah agar semuanya tak berubah. Akan dan selalu sama. Karena sungguh, perubahan membuatku canggung bahkan untuk sekedar bernapas saja. -knj-