"Ingin melepas tapi hati tak terima,
Ingin bertahan tapi seakan tak dihargai,
Sayang memang harus sesakit ini?"-0-
Setelah menempuh perjalan selama dua jam setengah di karenakan macet yang melanda di wilayah jakarta dan bogor. Akhirnya mereka sampai di villa yang di sebutkan oleh daddynya Della/ om Hafiz.
Abid, Nata dan Bima segera turun dari mobil mereka dan mengeluarkan tas mereka dari dalam bagasi.
"Serius ini villanya bid? Ga nyasar kan?" Nata bertanya pada Abid.
"Kata om Hafizkan emang disini, ya pasti benerlah, ga mungkinkan kita di sasarin sama daddynya Della?"
"Yaudah yuk, kita coba aja dulu." Ucap Bima sambil berjalan duluan di susul oleh Abid dan Nata yang mengikuti dari belakang.
Tok! Tok! Tok!
"Enggak ada yang bukain pintu, tapi kalian denger ga sih? Ada suara orang kaya lagi nangis gitu?" Tanya Nata kepada kedua sahabatnya.
"Tapi-- suaranya kok kaya gue kenal ya?" Tanya Abid yang terlebih pertanyaan untuk dirinya sendiri.
Ceklek! Suara pintu terbuka.
"Ga di kunci" Ucap Bima yang langsung memasuki villa tersebut.
"Gue takut kalo Abid bakalan tau semuanya, gue takut. Gue takut ngecewain dia, gue ga bakalan tau apa yang bakalan terjadi kalo dia bakalan tau semuanya." Terdengar samar-samar dari arah belakang yang menuju ke kolam renang. Dan membuat mereka bertiga mematung terutama Abid yang mendengar namanya disebut. Saat Abid ingin melanjutkan beberapa langkahnya menuju halaman belakang villa tersebut, langkahnya tertahan oleh Nata.
"Kita dengerin aja dulu, biar kita semua tau semuanya." Ucap Nata berbisik kepada Abid, dan langsung di setujui oleh Abid.
"Terus harus gimana lagi Del? Ini udah terlanjurkan? Lo harus ngejalanin sandiwara ini, kita ga bermaksud buat lo dalam keadaan seperti waktu itu lagi. Kita semua juga ga nyangka ternyata lo sama Abid bakalan jadian secepat ini" Ucap seseorang lagi yang Abid yakini itu adalah suara Adia.
"Lo semua ga ngerasain ketakutan gue! Gue nyesel! Gue nyesel dengan gampangnya gue nerima tantangan kalian, yang waktu itu dengan gampangnya gue anggap itu tantangan biasa, tapi sekarang?" Ucap seseorang lagi, ya itu suara Della. Abid sangat mengenali suaranya walaupun di selingi dengan isak tangis.
Seketika tubuh Abid membeku, Abid sangat tidak menyangka ternyata selama ini dia sedang di bohongi oleh Della. Bahkan belum genap seminggu mereka menjalin hubungan. Tapi kenapa Della setega itu?
Apa Della anggap cintanya ini hanyalah sebuah rekayasa biasa? Sebuah kesandiwaraan yang sama seperti yang sedang dia lakukan?
Kenapa dia berbuat seperi itu? Beberapa pertanyaan sangat mengganggu fikiran Abid sekarang.
"Gue ga nyangka kalau Abid bakalan sayang beneran sama gue, gue ga nyangka kalau semuanya terjadi sangat cepat" ucap Della lagi.
"Maafin kita Dell, Maaf, kita ga bermaksud buat--"
"Ga bermaksud buat apa Chav?! Puas lo semua ngeliat sahabat lo begini?! Tantangan kalian sama sekali ga berguna tau ga! Lain kali kalo mau ngasih tantangan tuh di fikir dulu!" Ucap seseorang laki-laki yang pastinya adalah suara Amzar.
"Gue ga tahan kalo buat terus diem disini aja, mending kita temuin mereka" Ucap Abid dengan sekuat tenaga menahan emosi yang sudah membumbung di ubun-ubunya.
Setelah mereka bertiga sudah memasuki area halaman belakang, mereka semua Adia, Chavali, Angel, Amzar, Dena dan tanpa terkecuali Della langsung terjengkit kaget melihat kedatangan Abid, Nata dan Bima.
"Se-jak ka-pan ka-lian di-situ?" Tanya Angel dengan gugup yang sedang menyergapnya.
"Kenapa?! Kaget ngeliat kedatengan kita?!" Tanya Abid dengan meninggikan suaranya, dan senyum miringnya yang menghiasi wajah tampannya.
"Hah? Ya kaget aja tau-tau kalian udah ada disini, soalnyakan ga ada yang ngasih tau kalo kita liburan disini" Ucap Dena yang sudah terlebih dahulu menetralkan rasa gugupnya.
"Liburan?! Apa ngehindar dari masalah?!" Ucap Abid lagi dan masih di iringi dengan senyum miringnya.
"M-maksud lo apa bid? Ngehindarin masalah? Masalah apa emang??" Tanya Amzar dengan mengerutkan sedikit keningnya dan bersikap berpura-pura bingung.
"Udah ga usah ngelak lagi, gue udah denger kok semuanya" Ucap Abid yang sekarang tersenyum akan sirat kepedihan yang sedang di rasanya.
"Bid bukan git--" Ucappan Della terpotong.
"Selamat ya Dell, lo udah bisa ngelewattin TANTANGAN yang mereka kasih" Ucap Abid lagi. "Kita putus! Yaudah kalo gitu gue, Nata sama Bima pulang dulu" Ucap Abid sambil berjalan pergi.
"Bid tunggu!" Ucap Della sambil memegang tangan Abid.
"Udah ya Dell, gue capek, mau pulang. Hati-hati, jaga kesehatan lo! Jangan lupa makan!" Ucap Abid sambil melepaskan tangan Della dengan lembut. Abid yang merasa Della sangat merasa bersalah akhirnya "gue gapapa, serius" Ucap Abid dan langsung pergi di ikuti oleh Nata dan Bima yang sedari tadi diam.
TBC
Makasih yang udah mau baca cerita ini, maaf kalo ceritanya ga jelas.
Saran selalu aku terima, jadi kalo mau ngasih saran, kasih aja, jangan sungkan.
Vote and Commentnya jangan lupa!
Aidah Febriyani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regrets Late
Teen FictionPenyesalan adalah sebuah kata yang terbilang singkat, tetapi mempunyai arti yang sangat menohok hati. Kenapa rasa penyesalan selalu datang terlambat? Apakah disetiap penyesalan kita akan mendapatkan kesempatan kedua? Mungkin kesempatan kedua itu mem...