Malamnya, eomma telah diizinkan untuk pulang. Untunglah, eomma tak sakit parah. Jungkook mengantar eomma untuk beristirahat di kamar. Segera setelahnya, ia menuju dapur untuk meneguk segelas air. Ia menutup kulkas, dan bersandar di depan pintu sambil meminum air dingin. Ia menatap ke meja dapur. Penuh dengan tumpukan pesanan catering.
"Eomma menyelesaikannya sendiri," gumamnya.
Jungkook sempat melamun sebentar, sampai akhirnya pikirannya berbalik ke kejadian siang tadi. Perempuan bermata sembab itu. Entah mengapa, kejadian tadi begitu membekas di pikirannya.
Jungkook kembali ke kamarnya. Berniat melupakan pikirannya yang campur aduk sejenak. Namun, kamarnya justru berantakan. Barang-barangnya masih berserakan, sejak ia membongkarnya waktu itu.
Memperburuk moodnya hari ini.
Beberapa detik setelah ia merebahkan punggungnya di atas bantal, benda berbentuk kotak itu berdering. Panggilan masuk.
Tae Hyung Calling ... 📞
Jungkook mengangkatnya.
"Ne, hyung. Waeyo ?"
"Kookie, ayo, temani aku keluar sebentar," sahut Tae dari seberang.
"Kemana ? Aku sedang malas kelu.."
"Ya! Ayolah, kutraktir. Kutunggu kau di taman ujung jalan, setelah ini. Annyeong!"
"Tapi.."
Tut.. tut.. tut..
Telepon terputus. Mau tak mau ia harus kembali bangkit dari kasurnya yang ia rindukan. Bayangannya untuk segera beristirahat dan tidur, pupus sudah. Ini sudah malam, Hyung satu ini memang selalu mengganggunya tak tahu waktu. Ia mengintip ke dalam kamar eomma. Sudah tertidur pulas. Ia mengenakan jaket dan segera menuju taman.
Tae sudah duduk di salah satu bangku taman. Ia mengenakan hoodie abu-abu gelap dengan earphone menancap di kedua telinganya. Cahaya dari layar ponsel memancar ke seluruh wajahnya. Sekantong plastik berisi belanjaan teronggok di sebelahnya. Jungkook berhenti tiga meter di depan Tae. Ia memilih untuk diam. Menunggu Tae menyadari sendiri kehadirannya.
10 menit berlalu. Tae justru tertawa-tawa sendiri. Masih asyik dengan HP yang ia genggam.
"Aigoo, Kookie lama sek.." gerutu Tae seraya menengadahkan kepala.
Gerutuannya terhenti ketika ia menyadari Kookie tengah berdiri membelakanginya sambil menatap langit. Tangannya tersimpan dalam saku jaket. Dingin. Tentu saja.
"Kookie-ahh, sudah datang rupanya! Sejak kapan kau di sini?" Tae melompat dari bangku dan merangkulnya. Jungkook hanya menatapnya datar, kemudian kembali memalingkan wajahnya ke depan. Menyadari respon dingin Jungkook. Tae berusaha tetap santai.
"Hei, hei.. maafkan aku. Kau juga kenapa tidak menghampiriku ? Haah, kalau begitu, ayo ! Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."
Merekapun meninggalkan taman itu. Menuju sebuah Coffee Shop tak jauh dari sana. Mereka memilih meja dekat jendela. Tempat biasa mereka duduk.
"Oke! Kau mau pesan apa?" Kata Tae tiba-tiba setelah mereka duduk. Wajahnya berseri-seri. Ia setengah berteriak, sampai pelanggan yang lain sempat meliriknya dengan tatapan aneh.
"Hyung! Pelankan suaramu, kau ini selalu membuatku malu saat di sekitarmu," tegur Jungkook. Ia menyeret menu di meja mendekat ke depan perutnya.
"Aku pesan Cappuccino saja," kata Jungkook kepada pelayan yang baru saja datang menghampiri mereka.
"Aku sama," sambung Tae.
"Baiklah, pesanan akan segera diantar," pelayan itu menyunggingkan senyuman manis.
"Hei, Kookie, yeoja itu cantik juga, ya ?" Tanya Tae setelah pelayan itu pergi.
"Tidak. Biasa saja."
"Wah, badmood-mu sangat parah. Masa hanya menemaniku sebentar, kau sampai segitunya," gerutu Tae. Kedua tangannya memutar-mutar ponsel miliknya.
"Bukan begitu, hyung. Yah, memang itu salah satu alasan moodku sedikit kurang baik. Tapi, aku memang sedang banyak pikiran."
"Jinjja? Tentang apa?" Raut wajah sedih Tae, berubah menjadi antusias seketika. Ia memang tak pernah benar-benar tersinggung.
"Jika aku menceritakannya, itu hanya akan menambah pikiranku," Jungkook menatap ke luar jendela.
"Ya, Tuhan. Kau ini bagaimana. Aku di sini ingin mengobrol denganmu. Lalu, apa yang kau lakukan? Tidak bicara sama sekali? Takut menambah beban pikirnmu? Haaah," Tae menengadahkan kepala. Menyenderkan punggungnya di kursi. Ia melirik ke sudut bawah matanya. Jungkook tetap tidak merespon.
"Aku, berpapasan dengan seorang perempuan tadi," kata Jungkook akhirnya. Matanya tak berpaling dari jendela. Tae langsung menegakkan tubuhnya. Menunggu kelanjutan kata-kata Jungkook, tak mau melewatkan kesempatan langka.
"Aku berpapasan dengannya siang tadi. Ia menabrakku. Aku seperti mengenalnya. Tapi aku tak yakin. Aku tak mau cepat menarik kesimpulan," jelasnya kemudian.
"Memangnya, kau menduga dia siapa?"
"Dahyun," jawab Jungkook. Singkat dan jelas.
"Heol, jinjja? Perempuan yang pergi tiba-tiba itu?"
"Kau tak perlu memperjelasnya," Jungkook murung.
"Hmm, tapi kau yakin? Maksudku, kenapa kau bisa menduga itu Dahyun?"
"Aku juga tak tahu. Mungkin aku hanya merindukannya"
Pesanan mereka datang.
"Kamsahamnida," Tae terseyum kepada pelayan itu.
"Kalau begitu. Aku tak perlu bercerita," Tae menyeruput kopinya."Apa?"
"Fiuhh, tadi sore. Aku juga berpapasan dengan seorang yeoja."
"Siapa?" Jungkook menatap Tae lekat-lekat
"Kupikir, orang yang sama yang berpapasan denganmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish You Were Here • JJK × KDH ✔
FanfictionSebenarnya cinta itu tak serumit seperti yang banyak orang katakan. Bukan cintanya, namun subjeknyalah yang memperumitnya sendiri. Asal mau saling memahami pasti semua akan berjalan dengan baik. Tapi, bagaimana jika kedua pihak sama-sama belum yakin...