4. Alto

33.2K 2.4K 73
                                    

Seperti biasanya, suasana ramai yang cenderung tidak kondusif selalu terjadi di kelas XII MIPA I. Pelajaran kali ini adalah seni budaya atau lebih tepatnya seni musik. Seperti nama pelajarannya, seisi kelas riuh memukul meja sambil bernyanyi ria sementara Pak Yosa, guru seni musik, sibuk menuliskan not balok di papan tulis. Sama dengan guru lainnya, Pak Yosa memilih menyerah jika mengatasi kelas ini. Mereka hanya akan diam jika wakasek kesiswaan atau kepala sekolah yang lewat. Jadi setidaknya Pak Yosa sudah mengajar walaupun tidak ada yang mau mendengarkannya.

"Sayang...."

"Dung tak dung jes!"

"Opo kowe krungu? Jeriting atiku, mengharap engkau kembali."

"Dung dung tak dung dung tak dung dung jes!"

"Sayang, nganti memutih rambutku. Ra bakal luntur tresnaku."

Kurang lebih seperti itulah suasana yang ada di kelas. Arya bernyanyi dengan lantang bersama Yusuf. Sementara Rendra, Roland, Septa dan Bagus menabuh meja sambil berseru menirukan suara drum dan tabla dari musik dangdut. Para siswi yang ada di sana hanya bertepuk tangan sambil menikmati lagu bahasa Jawa yang dinyanyikan Arya dan Yusuf itu. Mereka semua menikmatinya walaupun hanya Arya dan Yusuf tahu apa arti dari lantunan lagu yang mereka ucapkan.

"Ren?" panggil Shena dari bangkunya karena Rendra duduk cukup jauh dari tempatnya.

Dahi Rendra berkerut ke arah Shena sambil terus menabuh meja.

"Sini!" Shena mengayunkan tangannya meminta Rendra mendekat.

"Apa?"

"Udah cepetan sini!"

Rendra akhirnya menurut dan menghampiri Shena.

"Ada apa, Shen?" tanya Rendra.

"Nanti pulang bareng yuk?" ajak Shena. "Udah lama gua gak pulang bareng lo."

"Sorry, Shen," tolak Rendra. "Gua pengen balik sama Sandra."

"Adik kelas itu?" tanya Shena dengan raut wajahnya yang kecewa.

Rendra mengangguk. "Gua lagi serius ngedeketin dia."

"Oh, ya udah," Shena menghela napasnya. "Gua bisa balik sama Rina kok."

"Maybe next time ya, Shen."

Shena mengangguk.

Rendra kemudian kembali ke tempatnya dan menabuh mejanya lagi.

~o~

"Bagi para siswa yang mendaftar ekstrakurikuler paduan suara dan sudah mengikuti seleksi, dapat melihat hasil seleksi di papan pengumuman."

Suara itu segera menggema di penjuru sekolah. Membuat beberapa siswa berteriak histeris karena ini adalah ekstrakurikuler paling bergengsi di sekolah ini. Pernah menjuarai Bali International Choir Festival, membuat ekstrakurikuler ini memiliki banyak peminat. Namun dari hampir seratus siswa yang mendaftar, hanya sekitar dua puluh hingga tiga puluh orang yang terpilih.

Sandra menarik napasnya dalam-dalam sambil memainkan dasinya. Dia harap-harap cemas tentang seleksi paduan suara itu. Suaranya pas-pas an, tidak bisa membaca not, tidak memiliki pengalaman bernyanyi selain di kamar mandi. Sandra khawatir dia tidak lolos. Beberapa saat kemudian bel istirahat berbunyi. Membuat Sandra segera berlari keluar dari kelas. Bukan untuk ke kantin, dia hendak melihat hasil seleksi padus di papan pengumuman sekolah. Dia tidak peduli pada makanan kantin yang mungkin sudah habis saat dia ke sana nanti.

Sandra berjinjit dan mencoba menerobos kerumunan yang mengelilingi papan pengumuman itu, Mencoba mencari namanya di sana. Jantungnya berdebar, takut tidak lolos seleksi. Hingga akhirnya dia menemukan namanya di nomor paling terakhir.

The Bad Boy and His LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang