Sudah hampir satu jam Sandra menatap langit-langit kamarnya. Selimut sudah menutupi separuh tubuhnya. Sesekali matanya berkeliaran menyusuri ruangan bercat biru terang itu. Dia sedang mencoba untuk tidur siang tetapi usahanya selalu gagal. Setiap dia memejamkan matanya, wajah Rendra selalu terbayang. Membuat keringat dingin mengucur dengan desiran di sekujur tubuhnya. Membuat Sandra membuka matanya lagi. Rendra sepertinya benar-benar gila. Sengaja mengigit pita yang sama sementara ada banyak orang di sana. Beberapa hari yang lalu dia mencium pipi Sandra.
"Kenapa tiap gua merem lihatnya muka lo mulu?" gerutu Sandra karena gara-gara itu, dia tidak bisa tidur siang.
"Kalo gua nanti malem jadi insomnia gimana?" tambahnya lagi.
Sandra memang tidak bisa tidur, tapi dia malas beranjak dari tempat itu. Dia lelah setelah acara tujuh belasan tadi. Apalagi Rendra yang membuat jantungnya seperti habis lari jarak pendek. Sandra mengulurkan tangannya ke atas nakas lalu mengambil ponselnya yang sedang diisi dayanya menggunakan powerbank. Dia sengaja membuat ponselnya dalam mode silent karena tadi dia berniat untuk tidur siang dan tidak ingin diganggu. Alhasil, sudah ada beberapa chat menunggu untuk dibalas.
Nama Regha dan Rendra berjajar di atas dan bawah. Sama-sama mengirim tiga buah pesan yang meminta untuk Sandra baca. Karena Sandra sedang malas dengan Rendra, jadi dia memilih untuk membuka pesan dari Regha dan mengabaikan pesan dari Rendra.
Damasus Regha : Sandra?
Damasus Regha : Eh, bocil lo sibuk gk?
Damasus Regha : Jalan yuk? Sekalian gua mau cari referensi buat kti
Dahi Sandra berkerut mempertimbangkannya. Hingga akhirnya dia mengetikkan beberapa kata lalu mengirimkannya kepada Regha.
Sandra Ayunda : Oke kak
Sandra Ayunda : Jemput aku di rmh ya?
Damasus Regha : Sure ;)
Sandra bergegas bangkit dari ranjangnya dan segera membuka lemari untuk berganti pakaian. Tidak semuanya juga sih, Sandra hanya akan mengganti celana pendek yang ia gunakan dengan celana panjang. Sementara kaos berwarna peach dengan lambang centang itu tetap ia kenakan. Sandra mengambil sling badnya asal lalu segera keluar dari rumahnya. Untung tidak ada Franda di rumah ini, jadi dia bisa keluar dari rumah dengan bebas.
"Sandra, mau kemana sayang?" tanya wanita dengan rambut sebahu yang sedang berada di dapur, ketika menyadari putri bungsunya itu turun dengan pakaian informal yang biasanya ia kenakan untuk pergi bersama teman.
"Ke gramed, Ma, cari buku pelajaran," jawab Sandra tanpa menghentikan langkahnya menuju pintu masuk utama.
Wanita itu, Ibu Sandra, Lidia, mengerutkan dahinya heran. Sejak kapan gadis itu rela pergi ke toko buku hanya untuk mencari buku pelajaran? Biasanya Sandra mengobrak-abrik kardus yang ada di gudang untuk mencari buku SMA Franda. Tapi ya sudahlah, mungkin buku yang bocah itu maksud tidak ada di gudang. Jadi dia harus mencarinya.
~o~
Sandra berdiri di depan pagar rumahnya. Menatap ke kanan dan ke kiri berulang kali sambil terus mengecek ponselnya. Dia seperti anak hilang berada di sini sendirian. Cahaya matahari yang tadinya sangat terik hingga membuat kulitnya terbakar saat acara tujuh belasan, sekarang tidak terlihat lagi wujudnya. Hanya ada awan abu-abu pekat yang perlahan membuat suasana seperti sudah hampir malam. Semilir angin mulai bertiupan, sepertinya hujan deras akan segera datang.
Beberapa menit kemudian Regha dan motor yang selalu ia pakai berhenti tepat di hadapan Sandra.
"Lama ya?" tanya Regha seraya memberikan sebuah helm kepada Sandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy and His Lover
Teen Fiction[COMPLETED] [REVISI TYPO] Rendra pikir, sepertinya akan menyenangkan jika ia membuat Sandra terbang lalu menjatuhkannya ke dasar jurang. Apa Rendra berhasil 'bersenang-senang'? Copyright © 2017 by sarvio #58 TF [270817]