31. Teman? [1]

19.9K 1.5K 45
                                    

Tak ada bedanya ketika Sandra ada di antara mereka atau tidak, suasana yang tercipta antara Naya dan Regha tetap saja canggung. Naya yang belum bisa melupakan perasaannya pada Regha serta rasa sakit ketika Sandra tak ada di sana dan Regha yang terus merasa bersalah kepada Naya tetapi tidak bisa melupakan perasaannya kepada Sandra. Dengan kata lain, cinta mereka berdua sama-sama bertepuk sebelah tangan, tetapi mereka tetap tidak bisa melupakan perasaannya.

"Maaf, Nay," ucap Regha setelah sedari tadi mereka hanya berdiri berhadapan dan berdiam diri saja.

"Kenapa Kakak minta maaf? Kakak enggak buat salah ke gua kok," sahut Naya sambil menundukkan kepalanya.

"Soal gua yang ngedeketin lo buat nyari tahu tentang Sandra," jelas Regha. "Gua minta maaf."

"Bukan salah lo, Kak. Gua aja yang kayanya lagi PMS dan jadinya baperan." Naya tersenyum getir. "Nggak usah bahas masalah itu lagi, nggak ada gunanya juga. Semuanya juga masih sama 'kan?"

"Sebenernya gua masih terus ngerasa bersalah ke lo, Nay," ucap Regha.

"Rasa bersalah padahal lo enggak salah." Naya masih menunduk. Tidak bisa menatap Regha. "Kenapa? Lo kasihan sama gua ya, Kak?"

Regha menggeleng. "Enggak, bukan gitu maksud gua, Nay?"

"Terus apa? Apa lo mulai punya perasaan ke gua?" Kali ini Naya mendongakan kepalanya. Menatap mata Regha yang tampak sayu itu. Dari wajahnya Naya tahu, laki-laki yang ada di hadapannya kini sedang bimbang.

Regha diam tak menjawab. Perasaan untuk Naya? Tidak. Tidak sekarang. Jantungnya masih berdebar saat bersama Sandra, tapi entah kenapa Naya lebih memenuhi kepalanya akhir-akhir ini.

"Kakak masih suka sama Sandra, kan?" tanya Naya lagi, tapi Regha masih tak menjawab. "Kak, kalo lo masih suka sama Sandra, jangan jadiin gua beban lo. Bertepuk sebelah tangan itu udah cukup nyakitin, Kak. Jangan PHP-in gua."

~o~

Lima menit sebelum bel masuk berbunyi, setelah meninggalkan Naya dan Regha berdua, Sandra pergi ke tribun dengan makanan yang ada di tangannya. Tak banyak yang ia harapkan. Mungkin ketika ia pergi dari sekolah ini selama seminggu yang lalu, ada hal yang membuat Naya dan Regha menjadi canggung. Mungkin karena dirinya, Sandra juga tidak tahu. Namun yang pasti, gadis itu merasakan atmosfer tak nyaman ketiga berada bersama mereka berdua.

"Woy, sendirian aja, neng?"

Seseorang tiba-tiba saja datang dari arah belakang kemudian duduk di samping Sandra tanpa rasa bersalah. Padahal gadis itu terkejut hingga nyaris menjatuhkan gelas plastik berisi es teh yang ada di tangannya.

"Anjir, ngagetin gua aja!" umpat Sandra yang kesal itu.

Orang itu, Rendra, terkekeh melihat ekspresi wajah Sandra yang tampak kesal itu. "Halah, gitu aja kaget."

"Ih, gua itu orangnya kagetan!" sahut Sandra tak terima.

"Ya udah maaf," balas Rendra masih dengan senyum jahil yang terpasang di wajahnya.

"Tumben sendirian, mana temen-temen satu komplotan lo?" tanya Sandra sebelum akhirnya menyesap es teh manisnya.

"Si Yusuf lagi jajan di kantin, Arya lagi nyari gebetan baru, si—"

"Stop, cukup!" potong Sandra seraya memberikan telapak tangannya di depan wajah Rendra.

"Lo juga sendirian, mana temen lo yang kalo lihat gua kaya ilfeel gimana gitu?" Rendra balik bertanya tapi sepertinya istilah yang lebih tepat untuk memberi tahukan apa yang dirasakan Naya adalah takut ketika berhadapan dengannya.

"Lagi ngomong sama Kak Regha," jawab Sandra. "Terus lo kenapa nyamperin gua, kenapa nggak ikut temen-temen lo yang mencar itu?"

"Lo temen gua juga 'kan?"

"Terus kenapa kalo gua temen lo?" Sandra menatap Rendra.

Rendra sedikit menunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Sandra. Membuat mata mereka berdua bertemu. "Karena gua temen lo berarti gua boleh ngomong sama lo, jalan sama lo, nganter lo pulang, dan main ke rumah lo 'kan?"

"Teman?"

Dahi Sandra tampak berkerut tipis.

Rendra mengangguk. "Waktu di Bandung lo ngomong kita cuma temen 'kan?"

Sandra tak menjawab. Senyum tipis yang muncul di wajah Rendra itu membuat laki-laki yang ada di hadapannya kini terlihat semakin tampan. Sandra tak tahu apa yang menyerang dirinya kali ini tetapi ada jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya.

Benci dan cinta disaat yang bersamaan, apa kalian pernah merasakannya? Pastinya Sandra benci hal itu.

Sandra memejamkan matanya lalu menggeleng pelan. "Eh, udah bel. Gua ke kelas dulu ya?"

Tanpa menunggu jawaban dari Rendra, gadis itu melenggang pergi begitu saja menuju kelasnya.

~o~

Komen ya! 😊


9 November 2017

The Bad Boy and His LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang