Pelajaran TIK memang yang paling dinantikan di sekolah ini, tapi entah mengapa Sandra tidak menginginkannya hari ini. Ruangan ber-AC ini terasa seperti kulkas. Sandra sudah mememeluk tubuhnya sendiri sedari tadi. Apalagi tidak boleh memakai jaket di kelas. Perutnya sudah terasa mual sedari tadi. Dia bahkan sudah muntah dua kali hari ini. Suhu tubuhnya terus meningkat seperti air yang dipanaskan seiring dengan berjalannya waktu. Sementara otaknya bekerja kian melambat. Tingkat kesadaran Sandra menurun.
Sandra meletakkan kepalanya di atas meja. Entah apa yang gurunya jelaskan di depan sana tentang Corel Draw atau apalah itu. Kedua tangannya meremas perutnya yang sedang tidak bersahabat itu.
"Sandra, lo kenapa?" tanya Naya yang duduk di samping Sandra.
"Gua pusing, Nay, perut gua enggak enak rasanya," jawab Sandra yang sudah lemas itu. "Gua udah muntah dua kali tadi."
"Gila lo! Muka udah pucet kaya mayat gitu!" seru Naya yang khawatir itu. "Mending lo ke UKS deh sekarang."
"Gua enggak kuat jalan," sahut Sandra. "Lo aja udah burem sekarang."
"San, lo jangan pingsan di sini."
Namun Sandra tidak menuruti permintaan Naya kali ini. Semuanya gelap.
~o~
Cahaya matahari yang menembus jendela kaca kali ini menjadi sasaran mata Sandra yang barus saja terbuka. Sandra mengerutkan dahinya, ini bukan UKS atau kamarnya di rumah. Dia mengedipkan matanya berulang kali untuk mengembalikan daya penglihatannya. Sandra menatap sekeliling. Ruangan itu didominasi oleh warna coklat dan krem. Matanya kemudian berlaih ke arah tangan kanannya, infus sudah melekat di sana.
Sandra menghela napasnya lega, dia tidak jadi mengikuti ulangan Bahasa Inggris hari ini.
Kepalanya masih terasa pusing tetapi rasa mualnya sedikit berkurang. Sandra tahu satu hal sekarang, dia berada di salah satu kamar rumah sakit.
"Sandra, kamu udah sadar?" ucap Rianto yang sedari tadi duduk di sofa. Dia kemudian berjalan mendekati putrinya itu.
"Sekarang jam berapa?" tanya Sandra.
"Jam setengah enam," jawab Rianto seraya memencet bel untuk memanggil perawat.
"Lama juga ya aku pingsannya?" celetuk Sandra. Dia pingsan sekitar pukul satu siang dan sekarang dia bangun sesaat sebelum malam tiba.
"Kamu harusnya tadi enggak berangkat sekolah," omel Rianto.
"Hari ini ada ulangan Bahasa Inggris soalnya," bela Sandra. "Sandra enggak mau susulan."
"Kalo gini kamu susulan juga kan?"
Sandra nyengir. "Iya sih."
~o~
Sekarang sudah pukul delapan. Artinya, tiga puluh menit lagi jam besuk akan ditutup. Mata Sandra selalu tertuju pada pintu ketika ada orang yang membukanya. Sedari tadi hanya teman ayah atau ibunya yang datang, padahal Sandra berharap ada temannya yang datang menjenguk hari ini. Sandra mengerutkan bibirnya. Apa mereka lupa kepadanya sehingga tidak datang? Atau karena besok ulangan matematika sehingga mereka tidak datang? Ah, tidak. Setelah dipikir-pikir lagi, besok tidak ada ulangan matematika. Besok lusa baru ulangan matematika.
"Kenapa lo lihatin pintu mulu? Berharap dijenguk sama martabak manis?" tanya Franda yang duduk di sofa seraya membaca majalah.
Sandra mendengus. "Jangan bahas dia, gua lagi sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy and His Lover
Teen Fiction[COMPLETED] [REVISI TYPO] Rendra pikir, sepertinya akan menyenangkan jika ia membuat Sandra terbang lalu menjatuhkannya ke dasar jurang. Apa Rendra berhasil 'bersenang-senang'? Copyright © 2017 by sarvio #58 TF [270817]