Lampu rumah berpagar hitam itu sudah menyala dengan terang sejak motor Rendra memasuki halaman rumah tersebut. Dia membawa motornya masuk ke dalam garasi lalu melepaskan helmnya. Senyum kecil segera mengembang di wajahnya sejenak, sebelum akhirnya dia menggelengkan kepala dan mengacak rambutnya kasar. Rendra ingat, dia tidak boleh memikirkan Sandra terus seperti ini. Dia kemudian turun dari motornya dan masuk ke dalam rumah. Baru beberapa langkah dia berjalan di ruang keluarga, matanya segera menangkap seorang gadis berrambut panjang yang sedang duduk di sofa.
Rendra menautkan alisnya. "Shena?"
Shena tersenyum kecil. "Hai, Ren."
"Ngapain lo malem-malem di sini?" tanya Rendra seraya berjalan menghampiri Shena.
"Mau dinner," jawab Shena yang membuat kerutan tipis segera muncul di dahi Rendra.
"Dinner?" gumam Rendra seraya menggaruk dagunya bingung.
"Gua tadi juga bingung sih waktu Mama—"
"Nyokap lo?" potong Rendra.
Shena mengangguk.
Rendra mengacak rambutnya kasar. "In..ini dinner keluarga gitu? Keluarga lo sama keluarga gua?"
Belum sempat Shena menjawab, suara lantang khas ibu-ibu menggosip perlahan terdengar semakin keras menghampiri mereka berdua. Rendra menatap ke arah sumber suara dan benar saja, Rosa dan Nina—Ibu Shena—sedang berjalan bersama sambil mengobrol. Namun obrolan mereka segera terhenti ketika mereka berdua melihat Rendra sudah kembali.
"Eh, Rendra, kamu udah pulang?" ucap Nina seraya menghampiri Rendra.
Membuat Rendra hanya tersenyum tipis sembari mengusap tengkuknya ketika tangan Nina mengusap punggungnya. Rendra merasa risih.
"Ren, Tante Nina sama Mama udah siapin barbeque-an di halaman belakang rumah," ucap Rosa mempromosikan apa yang tadi ia buat bersama Nina.
"Euh, Rendra udah makan bakso sama temen-temen tadi, Ma," alibi Rendra. Dia malas dengan acara seperti ini.
"Temen kamu yang mana? Si Roland, Arya, Bagus, Yusuf, sama Septa lagi bantuin Papa kamu sama Om Sandi di belakang," sahut Rosa yang membuat Rendra segera mengulum bibirnya.
"Temen Rendra yang lain lah, Ma." Rendra mencari alasan lagi. "Si... Sandra."
"Sandra?" Dahi Nina berkerut tipis, sementara mata putrinya mendelik menatap Rendra.
"Yang tidur di rumah itu?" ucap Rosa memastikan, tapi justru membuat Rendra mati kutu. Shena tidak tahu tentang hal itu.
"Sandra nginep di rumah lo, Ren?!" pekik Shena seraya bangkit dan menatap Rendra.
"Bukan gitu, dia Cuma ketiduran doang," jelas Rendra. Tidak mau ada yang berpikir macam-macam.
"Rendra udah punya pacar?" tanya Nina dengan wajahnya yang masih terkejut.
Rendra mengusap tengkuknya. "Enggak, Tante. Itu Cuma adek kelas Rendra."
"Ren, lo belum jadian sama Sandra 'kan?" ucap Shena dengan nada sedikit mengancam.
"Udah lah, jeng," ucap Rosa mencoba sedikit melerai apa yang terjadi di sana. "Mending kita dinner sekarang."
"Nah, iya tuh bener," sahut Rendra yang sudah semakin terpojok itu.
Rosa kemudian menarik Nina pergi dari sana, tetapi saat Rendra hendak mengikuti langkah dua wanita itu, tangan Shena menahannya.
"Ren, gua mau bicara empat mata sama lo," ucapnya tanpa melepaskan tangan Rendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy and His Lover
Tienerfictie[COMPLETED] [REVISI TYPO] Rendra pikir, sepertinya akan menyenangkan jika ia membuat Sandra terbang lalu menjatuhkannya ke dasar jurang. Apa Rendra berhasil 'bersenang-senang'? Copyright © 2017 by sarvio #58 TF [270817]